Negeri Ini Telah Tertimbun oleh Tumpukan Aturan

Loading

46fd4976660c5fd0027ef04082a

Oleh: Fauzi Aziz

 

TOPIK bahasan sesuai judul, hanya akan dibatasi pada aspek yang terkait dengan masalah pembangunan ekonomi. Negeri ini melaksanakan pembangunan ekonominya bukan dimulai saat ini saja, tetapi sudah berlangsung sejak Indonesia merdeka, bahkan selama dalam zaman penjajahanpun, pembangunan ekonomi sudah ada.

Tujuan yang bersifat never ending dari pembangunan ekonomi adalah meningkatkan ekonomi, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat. Oleh sebab itu, pembangunan ekonomi harus berkelanjutan dan agar prosesnya dapat berjalan dengan teratur dan tertib, maka dalam rangka penegakan law and order, pemerintah yang berkuasa membuat berbagai kebijakan/regulasi sesuai kebutuhannya dalam derajad yang berbeda-beda.

Apakah pembangunan ekonomi memerlukan aturan atau harus diatur-atur? Bukankah pembangunan ekonomi hakekatnya mengikuti hukum pasar atau mekanisme pasar?

Untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, menyelenggarakan kegiatan ekonomi menjadi keniscayaan. Perekonomian harus tumbuh dan berkembang, baik yang bergerak di sektor produksi maupun jasa. Perekonomian hakekatnya adalah pemanfaatan sumber daya, alokasi sumber daya dan mengelola sumber daya untuk menghasilkan barang dan jasa bagi keperluan masyarakat, baik di dalam negeri mau pun masyarakat internasional.

Oleh sebab itu, perekonomian memerlukan output produksi yang besar dan output tersebut harus bisa tumbuh sesuai dinamika perkembangan ekonomi sendiri dari waktu ke waktu. Dalam hubungan ini, dalam ekonomi muncul dua kutub produksi dan konsumsi, yang secara makro dapat dijelaskan dalam satu mekanisme penawaran dan permintaan. Itulah mengapa banyak tesis ekonomi mengatakan sistem ekonomi bekerja mengikuti hukum pasar, yakni penawaran dan permintaan. Mekanisme ini supaya bisa bekerja secara maksimal, sebaiknya pemerintah tidak perlu terlalu banyak campur tangan dengan membuat banyak aturan. Idiologi Alan Greenspan mengatakan pasar paling tahu apa yang terbaik dan pemerintah akan melakukan tugasnya dengan sangat baik apabila memberi jalan. Idiologi ini berarti memberikan pemahaman bahwa pemerintah dalam menggerakkan perekonomiannya jangan terlalu banyak membuat aturan.

Sudut pandang ini ada benarnya, bila persaingan sempurna benar-benar berlangsung di pasar. Namun ternyata tidak selamanya persaingan terjadi secara sempurna, sehi ngga Jhon Maynard Keynes, pakar ekonomi Inggris tahun 1883-1946, melihat kekurangbaikan pada ekonomi pasar bebas maupun ekonomi terencana.

Keynes menganjurkan suatu peran positif untuk dimainkan oleh pemerintah dalam rangka mengurangi kesengsaraan yang diakibatkan oleh siklus bisnis melalui pengelolaan yang cekatan terhadap pasokan uang dan kebijakan anggaran.

Pandangan ini memberikan pelajaran dalam hal terjadi kegagalan pasar, maka pemerintah dapat melakukan intervensi melalui berbagai instrumen kebijakan dan regulasi. Di tingkat makro ada kebijakan moneter dan fiscal dan pada tataran mikro sektoral juga banyak muncul kebijakan/regulasi sektoral yang tujuan utamanya untuk menjaga stabilitas ekonomi, mendorong kegiatan ekonomi agar bisa tumbuh dan berkembang secara efisien dan menjaga titik keseimbangan antara sisi penawaran dan permintaan.

Dari penjelasan sederhana itu, menjadi jelas pembangunan ekonomi perlu diatur dan pengaturannya dikontekskan dengan upaya mengatasi ketidakseimbangan sisi penawaran dan permintaan, serta menyehatkan bekerjanya mekanisme pasar yang dalam kondisi tertentu bisa mengalami kegagalan dalam menjalankan peran dan fungsinya.

Disini dalam konteks Indonesia dimunculkan istilah negara/pemerintah perlu hadir untuk melakukan intervensi dengan menggunakan instrumen kebijakan/regulasi, baik pada level makro maupun mikro.

Persoalannya yang terjadi di negeri ini, tidak semua pemangku kebijakan faham dengan tesis tersebut, terutama yang menangani kebijakan sektoral. Yang tumbuh selama ini, semua sektor membuat aturan sendiri untuk kepentingan sektornya.

Kalau bisa dihitung jumlahnya bisa mencapai ribuan aturan, dari setingkat UU sampai dengan aturan pelaksanaannya, baik yang dibuat  pemerintah pusat maupun daerah. Esential character dari prinsip penegakan aturan untuk menjaga stabilitas ekonomi, menjaga keseimbangan penawaran dan permintaan menjadi bubrah sehingga ekonomi Indonesia tumbuh harus dibayar dengan ongkos yang mahal. Aturan menjadi faktor utama penghambat bekerjanya mekanisme pasar, sehingga negeri ini terkena penyakit high cost economy yang berlangsung hingga kini.

Pemahaman yang salah tersebut timbul tatkala pemangku kebijakan melakukan trasnformasi kebijakan ke dalam sistem regulasi yang kulturnya disemangati arogansi sektoral dan kementrian/lembaga pemerintah yang merasa memiliki kewenangan berlomba-lomba membuat berbagai peraturan perundangan dengan satu semangat yang keliru.

Fenomena ini menjadi menarik ketika Indonesia telah menjalankan sistem ekonomi liberal, ternyata secara de facto dan de jure sistem ekonomi Indonesia justru muncul sebagai kekuatan ekonomi biaya mahal, kegiatan ekonomi banyak mengalami distorsi akibat aturan yang tumpang tindih sehingga sistem ekonomi Indonesia dijuluki sebagai regulated economy, yakni kegiatan ekonomi yang didrive oleh aturan/regulasi yang bertumpuk-tumpuk, baik di pusat maupun daerah akibat pemangku kebijakan sebagian tidak memahami konsep pembuatan kebijakan ekonomi yang baik.

Ekonomi Indonesia “terbelenggu” oleh ribuan aturan yang dibuat pemerintah. Inilah pasalnya mengapa Menteri Keuangan Sri Mulyani sering mengatakan Indonesia harus menjalankan progam penyesuaian structural (Structural Ajusment Progam-SAP) agar kegiatan ekonomi Indonesia terbebas dari belenggu aturan main yang dibuat pemerintah.

Progam ini penting dilakukan untuk merekonstruksi cara mengelola pembangunan ekonomi yang lebih efisien. Meminjam pandangan yang ditulis Keynes, dikatakan letak kesulitannya tidak pada bagaimana menyambut ide-ide baru, ta pi bagaimana kita keluar dari ide-ide lama yang bercabang-cabang dan kian membesar menyergap ke dalam sudut- sudut kesadaran kita.

Birokrasi di Indonesia sebagian masih terjebak pada belenggu semacam itu, padahal Indonesia sudah ikut berpartisipasi dalam sistem perdagangan dunia yang bebas. Namun demikian jangan mudah terbuai dengan semangat liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas. Sistem ekonomi yang sekarang diterapkan di dunia pada umumnya tetap mengenal tentang perlunya regulasi. Tetapi pada saat yang sama perlu dilakukan deregulasi dengan merelaksasi aturan, terutama untuk mengatasi banyak sumbatan yang membelenggu kegiatan ekonomi

Berkait dengan itu, satu hal harus kita fahami bahwa kebijakan yang ditransformasi ke dalam bentuk regulasi dibuat untuk mengatasi/menyelesaikan berbagai masalah ekonomi yang timbul. Bukan dibuat malah menimbulkan masalah baru yang lebih besar dan rumit. Aturan dibuat untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya. Disinilah esensi inovasi dalam pembuatan aturan tersirat di dalam prosesnya.

Pemerintah adalah yang pertama dan terutama harus bekerja keras menciptakan lingkungan untuk mendukung peningkatan efisiensi dan produktifitas ekonomi nasional, bukan sebaliknya hanya sibuk menciptakan belenggu-belenggu ekonomi. Pemerintah harus bekerja memperbaiki lingkungan usaha dengan banyak cara (Porter).

Bon Siong Neo Geraldine Chen secara singkat juga mengatakan bangsa yang unggul bukan karena demokrasi, tetapi hadirnya pemerintah yang efektif.

Akhirnya sebagai upaya menuju kebangkitan ekonomi nasional untuk menjadi lebih produktif dan berdaya saing, pemerintah tidak cukup hanya melakukan deregulasi, tetapi lebih tepat melakukan upaya penataan kembali regulasi yang sudah ada selama ini (Re-Writing The Rules) karena sudah bertumpuk dan menggunung, sehingga Indonesia pantas mendapatkan julukan sebagai regulated economy country.

Salah satu yang direkomendasikan agar pemerintah melakukan Regulatory Impact Assesment (RIA), yang merupakan suatu proses review mencakup analisis mendalam terhadap dampak ekonomi dan sosial dari suatu regulasi.

RIA berperan memastikan secara sistematis penentuan pilihan kebijakan yang paling efisien dan efektif. Manfaat yang lain adalah bahwa RIA dapat memberikan alasan yang tepat, logis perlunya intervensi pemerintah; memberikan alasan bahwa regulasi adalah alternatif terbaik; dan regulasi adalah memberikan manfaat lebih besar dari biayanya. Inilah sejatinya hal yang patut dilakukan dalam rangka penataan ulang dimaksud, sehingga ekonomi Indonesia tidak lagi diselimuti beragam aturan yang makin menggunung. Bukan madu ekonomi yang diperoleh, malah racun/virus ekonomi yang bertaburan. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS