Nilai-nilai Moral Berantakan

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

JAKARTA, (Tubas) – Kepala Lembaga Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Pengembangan Bisnis Universitas Kristen Indonesia (LPPMPB UKI), Ir Sahat Marodjahan Doloksaribu, M. Ing, mengatakan HKBP hendaknya mengkaji perkembangan makro nasional dan makro global.

Dalam makalahnya berjudul “Keterlibatan Warga Gereja dalam Membangun dan Mempertahankan NKRI”, ia mengemukakan, demokrasi dan globalisasi yang berkembang sekarang harus dipahami dan tentu disikapi. Sikap positif, kritis, kreatif dan realistis menjadi relevan dan penting.

Nilai-nilai moral, etik, dan spiritual dalam pembangunan, sekarang ini seperti berantakan tidak berujung pangkal. “Ada jurang besar menganga yang harus dijembatani antara praktik-praktik kehidupan dan nilai-nilai yang berantakan,” katanya.

Sementara itu, Mayjen (purn) TNI AD L Sianipar, pengajar dan Direktur di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) mengatakan, dalam pertahanan dan keamanan serta bela negara, dituntut dan dinantikan kehadiran generasi muda warga Gereja.

Dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tentu tidak hanya mengangkat senjata, tapi ketahanan nasional itu harus dilihat dari berbagai segi kehidupan dan kebutuhan hidup masyarakat, dan warga negara.

“Sering dikatakan, Gereja tidak boleh dan tidak perlu berpolitik, berdagang dan lain sebagainya. Hal-hal duniawi memang bukan tugas Gereja, tapi Gereja harus mempersiapkan warganya untuk menjadi ‘garam dan terang dunia’ dalam semua aspek kehidupan, bidang politik, ekonomi, perdagangan, terutama dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia. Orang bilang, politik itu kotor, tapi justru di situlah warga Gereja perlu hadir untuk membersihkan yang kotor sehingga politik dapat digunakan untuk kemuliaan Tuhan dan kesejahteraan ciptaan-Nya,” tambahnya.

Pendidikan merupakan usaha sadar yang terencana, terprogram dan berkesinambungan membantu peserta didik mengembangkan kemampuannya secara optimal, baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.

Diungkapkan, kemampuan bersaing pendidikan kita menghadapi era globalisasi ini ternyata sangat lemah dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal itu disebabkan oleh masih lemahnya sumber daya manusia (SDM) kita.

Contohnya, kita bisa melihat tenaga kerja Indonesia (TKI) dan TKW yang “diekspor” adalah tenaga buruh dan pembantu rumah tangga sedangkan tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia adalah kalangan pengusaha, investor, dan pemilik perusahaan. Pekerja kita amat minim penguasaan pengetahuannya serta rendah kemampuan bahasa asingnya, terutama bahasa Inggris

Secara logis, katanya, muncul pemikiran bahwa untuk mampu bersaing dengan bangsa lain dalam memperebutkan lapangan kerja, maka sektor pendidikan harus dibenahi lebih dulu. Pendidikan harus benar-benar diberdayakan sehingga pendidikanlah yang mampu memberdayakan masyarakat secara luas.

“Dengan demikian, masyarakat yang diberdayakan oleh sistem pendidikan, memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam konteks persaingan global. Artinya, pendidikan memegang peranan penting dan strategis dalam menghasilkan SDM yang akan membangun bangsa ini,” katanya.

Sebab itu, katanya, Gereja juga perlu mempersiapkan diri, merencanakan secara teliti agar warganya tidak tersesat dalam berbagai perubahan global yang terjadi. Menghadapi era globalisasi, sebaiknya Gereja membicarakan peranannya di tengah warga yang menghadapi persaingan yang ketat. Mungkin Gereja bisa berperan dalam berbagai bidang, khususnya pembinaan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan politik.(apul)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS