Nilai Tambah di Seputar Dilema dan “Trade Off”

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

 

PERTAMA, Nilai tambah (value added) pada dasarnya adalah nilai ekonomi yang tercipta melalui suatu kegiatan dan proses ekonomi produktif yang menghasilkan barang dan jasa dan disebut sebagai inti pembangunan kemakmuran suatu bangsa.

KEDUA, dalam dimensi pembangunan  ekonomi itu sendiri, tema besarnya berkaitan dengan masalah distribusi pendapatan dan pertumbuhan. Pembagian pendapatan yang pincang ketika orientasi pertumbuhan menjadi yang utama dan prioritas adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Sebab itu, mengatur distribusi nilai tambah dalam negara yang berdaulat adalah hal penting karena berkaitan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Disini muncul dilema dan trade off pembangunan ekonomi. Bagi Indonesia sebenarnya sudah ada tuntunannya untuk mengatur distribusi nilai tambah, yaitu Pancasila dan UUD 1945.Bahkan muncul gagasan tentang konsep Ekonomi Pancasila yang dipelopori Prof Dr Mubijarto, almarhum.

KETIGA, bahan-bahan untuk menghasilkan nilai tambah yang kita kenal sebagai sumber daya, di dalam negeri cukup tersedia. Ada berupa sumber daya alam, modal fisik, modal manusia, modal sosial dan modal finansial. Catatannya adalah suatu bangsa yang mengabaikan dan tidak menginvestasikan dibidang-bidang tersebut akan menghadapi risiko melemahnya kesehatan perekonomian jangka panjang karena hanya fokus demi meraih manfaat jangka pendek, yaitu pertumbuhan.

Selama ini, pertumbuhan, inflasi, kenaikan Indeks harga saham, cadangan devisa dan lain-lain adalah deretan angka menghibur yang menghiasi media massa.Namun secara kasat mata kita juga masih melihat kesenjangan pendapatan, ketimpangan antar sektor dan antar wilayah  masih menghiasi media massa.Hal ini terjadi karena dalam prakteknya, perekonomian dikelola mengikuti mekanisme pasar liberal atau sistem kapitalisme pasar bebas.

KEEMPAT, nilai tambah dan distribusinya telah menjadi isu global yang diangkat oleh J Sandel, guru besar falsafah politik , Harvard University sebagai isu yang disebut ketidakadilan global. Berarti selama ini pertumbuhan ekonomi global telah melahirkan distribusi pendapatan yang timpang.Isu semacam ini menjadi bersifat universal. Meski demikian, kita tetap harus memandang nilai tambah adalah merupakan bagian penting dari Wealth Building yang tidak bisa dipandang sebelah mata dan hanya dilihat sebagai sesuatu yang bersifat residual.

Inti kemakmuran itu harus diwujudkan melalui wealth building dengan tema utama adalah pembangunan manusia seutuhnya, sehingga setiap kekayaan spiritual, kekayaan intelektual, dan sumber daya alam milik segenap warga bangsa harus didayagunakan untuk menghasilkan kekayaan yang bersifat material.

Proses transformasi sosial ekonominya berarti harus bisa menjawab tantangan lingkaran setan pembangunan perekonomian nasional, yaitu : tingkat pendapatan rendah > tabungan yang rendah > investasi yang rendah > pertumbuhan yang rendah > balik lagi akan menimbulkan tingkat pendapatan yang rendah dan seterusnya.

Bukan Tujuan Akhir

KELIMA, oleh sebab itu, ketika industrialisasi difahami sebagai proses industrial untuk menghasilkan nilai tambah, kitapun harus memahami industrialisasi bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan menjadi salah satu jalur yang harus dilalui oleh hampir semua negara guna mencapai pendapatan per kapita riil yang tinggi bagi semua pihak yang terlibat dalam setiap prosesnya.

Berarti industrialisasi menjadi salah satu jalur untuk bisa berkontribusi maksimal dalam menjawab lingkaran setan pembangunan perekonomian nasional.

KEENAM, manakala kita dapat memaklumi nilai tambah adalah inti pembangunan kemakmuran, Nancy Birdsall, Presiden Center for Global Development berpandangan bahwa tujuan mendasar pembangunan ekonomi bukanlah pertumbuhan ekonomi semata, tetapi peningkatan kesejahteraan.

Pada karakter esensialnya, maka ujungnya kita akan bisa memaklumkan bahwa pembangunan perekonomian nasional hakekatnya adalah pembangunan untuk semua sehingga kita bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi hakekat nilai kedaulatan ekonomi yang berperikemanusiaan dan berperikeadilan semestinya harus ber-mindset bahwa pembangunan sosial sudah menjadi bagian integral dari pembangunan ekonomi dan kedua elemen ini saling mendukung.

KETUJUH, nilai tambah mudah diucapkan dan mudah dipraktekkan, tetapi akan menghadapi dilema dan trade off ketika bicara distribusi nilai tambah. Secara mikro nilai tambah dibentuk melalui proses industrial dalam arti luas, di dalamnya melibatkan elemen, man, money, material, machine dan methode. Ketika man behind the economic development, maka peran man menjadi sentral.

Tapi kita juga harus obyektif mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memang diperlukan. Namun tidak cukup karena pada akhirnya sumber daya unggul dan produktif adalah kunci kemajuan dan berkelanjutannya pembangunan.

Jadi, ketika bicara distribusi nilai tambah kita tidak dapat membaginya sama rata, tetapi pada dasarnya tetap harus proporsional. Tapi juga tidak boleh terjadi proses eksklusi ekonomi, yang kemudian nilai tambah itu hanya dinikmati oleh para pemodal, padahal kita sudah sepakat bahwa setiap nilai tambah ekonomi yang tercipta dibumi pertiwi harus sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat.

KEDELAPAN, ketika kini Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disetujui dan disahkan menjadi UU Cipta Kerja dan kemudian menjadi kontraversi di masyarakat, hal ini bisa difahami. Tentu ada sentimen positif dan ada pula sentimen negatif.

Sentimen positifnya adalah ada harapan bahwa pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih baik, apalagi setelah badai Corona segera berlalu. Catatannya adalah sepanjang UU tersebut menjamin adanya kepastian hukum. Sentimen negatifnya secara umum berada di seputar masalah distribusi nilai tambah.

Kita tahu bahwa secara sederhana nilai tambah akan didistribusi dalam bentuk gaji-upah karyawan dan buruh ; deviden bagi pemegang saham ;  pemilik paten/para inventor dan inovator ; dicadangkan bagi kegiatan re-investasi untuk pengembangan usaha ; dan pendapatan pajak bagi negara.

Isu Global

Lebih dari itu, berdampak terhadap penciptaan pekerjaan bagi usaha pada sektor ekonomi lain, baik pada sektor industri terkait dan pendukung. Proses penciptaan nilai tambah dan distribusinya sudah menjadi sifat hakiki disetiap kegiatan dan proses ekonomi.

KESEMBILAN, peta distribusi kemakmuran harus diakui telah menjadi isu global yang meluas dan akhirnya muncul menjadi isu nasional di suatu negara. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin diakui masih terjadi dimana-mana.

Pun demikian, masih terjadi kesenjangan antara negara maju dan berkembang serta negara miskin. Mengatasi kesenjangan di tingkat nasional adalah menjadi direct implicit liabilities pemerintah, yakni menjadi kewajiban moral pemerintah yang mencerminkan fungsi pemerintah untuk menyelamatkan dan melindungi kepentingan publik. Selain itu, pemerintah juga memiliki kewajiban yang didasarkan atas hukum dan kontrak, dimana pemerintah secara eksplisit harus bertanggung jawab atas kewajiban tersebut.

Jika bangsa ini terikat dengan persoalan Wealth Building yang notabene adalah instrumen  untuk menciptakan nilai tambah bagi sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat, maka Indonesia sesungguhnya lebih membutuhkan adanya Omnibus Law Perekonomian Nasional dan Kesejehteraan Sosial, Bab XIV UUD 1945,yang tidak saja sekedar Cipta Kerja, tapi lebih strategis dari itu, yakni cipta nilai tambah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kita tahu bahwa konsep dasar Omnibus Law adalah merupakan UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di satu negara ( Bivitri Savitri, Pakar Hukum Tata Negara).

Penulis melihat bahwa salah satu isu besarnya adalah Perekonomian Nasional dan Kesejehteraan Sosial. Jika ini yang dihasilkan maka nilai tambah tidak akan lagi menjadi dilema dan trade off Pembangunan Perekonomian Nasional di masa kini dan mendatang.

Tema ini mempunyai energi besar untuk mendorong produktifitas ekonomi dan menyebar manfaatnya secara luas di antara penduduk yang bekerja dari Sabang hingga Merauke. Pertumbuhan dan Distribusi Pendapatan yang adil dan proporsional  adalah Sub Temanya. Jadi, sentimen negatif yang muncul atas UU Cipta Kerja sejatinya berkaitan dengan adanya dilema dan trade off dalam orientasi pemikiran antara pertumbuhan dan distribusi  pendapatan.

KESEPULUH, akhirnya, ketika kita seringkali berbicara tentang pentingnya keseimbangan, maka sudah barang tentu hanya akan bisa terwujud bila pemerintah mengambil peran penting untuk merumuskannya melalui mekanisme kebijakan dan regulasi yang tepat. Mengandung makna sebagai ikhtiar secara konstitusional untuk menyeimbangkan apa yang mungkin secara ekonomi dan apa yang dibutuhkan secara sosial.

Dengan pendekatan semacam ini, maka nilai tambah tidak akan menjadi dilema dan trade off pembangunan ekonomi nasional bila ada pengaturan yang tepat dan proporsional ketika di dalam nilai tambah ada hak para pemangku kepentingan ekonomi dan sosial yang harus diakomodasi.

Kita berharap bahwa nilai tambah memang harus difahami secara paripurna oleh para pemangku kepentingan yang bisa membawa sejumput kehangatan dan kebersamaan bagi kehidupan manusia sebagai mahluk ekonomi dan mahluk sosial.

Karena itu, sejumput harapan sesuai dengan tuntunan konstitusi negara, Indonesia perlu membuat Omnibus Law Cipta Nilai Tambah Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Rakyat adalah jantungnya pembangunan. Tujuan keseluruhannya adalah menghapuskan kemiskinan dan membangun masyarakat sehingga rumah tangga berpenghasilan menengah menjadi mayoritas. Sebab itu, perlu memperdalam reformasi sistem distribusi nilai tambah/distribusi pendapatan, serta meningkatkan pendapatan baik bagi penduduk perkotaan maupun pedesaan. Salam sehat. (penulis adalah pemerhati ekonomi dan industri, tinggal di Jakarta).

CATEGORIES
TAGS