P3DN Hanya Lips Service

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

MANUSIA yang hidupnya sudah berkecupan dan memiliki tingkat pendapatan relatif meningkat, maka berwisata akan menjadi salah satu kebutuhan hidupnya setelah kebutuhan papan, sandang, kesehatan dan pendidikannya tercukupi.

Tahun ini, pemerintah mentargetkan sekitar 8 juta wisatawan asing berkunjung ke Indonesia. Angka ini hanya sekitar 3,3% dari total penduduk Indonesia. Terlalu kecil jika dibandingkan dengan Thailand yang targetnya 21 juta wisman. Kathmandu, ibu kota Nepal, disebut “Negeri Seribu Kuil” adalah sebuah kota tua yang menjadi pusat budaya dan ekonomi dengan infrastruktur yang paling maju di Nepal.

Kota ini adalah perpaduan antara keindahan alam, budaya serta tradisi keagamaan yang memikat. Menjadi sebuah pilihan destinasi menarik di tengah arus modernisasi dan globalisasi dunia. South Korea juga menjadi pilihan destinasi lain di Asia. Anda bisa berkunjung ke National Folk Museum of Korea, Chunggaencheon Stream Park, Namsan Traditional Village dan tempat-tempat lain yang menarik,seperti Myeongdong tempat untuk berbelanja yang cukup ramai di Korea Selatan.

Dari catatan ini dapat disimpulkan bahwa kebanyakan manusia sedunia melakukan perjalanan wisata adalah untuk bisa menikmati beberapa unsur antara lain menikmati keindahan alam, keragaman budaya,belanja dan menikmati makanan khas di masing-masing negara, baik yang tergolong makanan yang kurang menyehatkan, sampai yang tergolong good foods for good health.

Gaya hidup serba praktis dan serba instan membuat orang pasti akan memburu keduanya sesuai dengan seleranya. Makanya pariwisata menjadi salah satu mesin pertumbuhan ekonomi saat ini dan di masa depan. Nomor satu adalah makanan (food), disusul energi (energy), hiburan (entertainment) dan pariwisata (tourism).

Prediksi itu cukup masuk akal karena keberlanjutan hidup manusia di abad sekarang dan abad mendatang pasti akan sangat bergantung pada adanya ketersediaan pangan dan energi yang cukup dan kebutuhan akan hiburan dan traveling untuk melakukan kunjungan wisata guna memenuhi kebutuhan spiritual dan emosionalnya.

Indonesia memiliki progam P3DN. Tapi sayang progam ini belum menampakkan hasil dilihat dari sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi karena konsepnya hanya berdiri sendiri dan cenderung tidak dikelola dengan baik.

Menteri Perdagangan pernah melontarkan sebuah isu kebijakan yang bagus bahwa 95% pengeluaran belanja konsumsi domestik harus dipasok dari produksi nasional. Tapi pada kenyataannya apa yang disampaikan, hanya lips service karena pemerintah tidak pernah mengeluarkan paket kebijakan yang terukur.

Belajar dari Thailand,Vietnam, Malaysia dan Korsel serta negara lain di dunia, P3DN selalu dikaitkan dengan pariwisata. Turis berkunjung ke pusat-pusat destinasi wisata tidak mencari produk branded dan makanan yang di negara asalnya sudah banyak dan tersedia. Pasti akan mencari produk lokal. Thailand sangat berhasil untuk yang satu ini (“P3DN ala Thailand).

Begitu juga Vietnam dan Malaysia berhasil melakukan hal yang sama. Tempat berjualan produk lokalnya ditempatkan di lokasi yang bergengsi di ibu kota negaranya. Kita baru bisa menyaksikan di Bali yang sudah berhasil. Di Jakarta rasanya belum ada. Pasar Tanah Abang, Thamrin City adalah pusat perdagangan tekstil. Mangga Dua adalah pusat perdagangan barang kelontong yang sebagian besar adalah produk China.

Factory outlet di Bandung barangnya campur aduk dan lebih banyak barang impornya daripada produk lokalnya. P3DN menjadi semacam progam tanpa konsep dan tanpa bentuk serta miskin kepemihakan secara policy.

Promosinya sumbang dan malu-malu. Konsepnya adalah paket hemat, business as usual dan tidak percaya diri. Yang sudah bolak balik ke Thailand, anda akan lebih banyak disuguhi semua jenis buah lokal yang berkualitas di gerai-gerai, di pasar dan di hotel anda menginap.

Nyaris tidak ada buah impor. Ketika anda berbelanja tekstil dan garment berbahan Thai silk, maka yang akan anda beli adalah produk lokal hasil dari pelaksanaan progam one tambun one product atau one village one product. P3DN-nya menjadi berhasil secara nyata ketika dikaitkan dengan progam pariwisata dan atau progam lainnya (perdagangan internasional).

Branding daerah destinasi menjadi penting, misal Kathmandu Negeri Selaksa Dewa.Falling In Love With South Korea. Malaysia punya progam Truly Asia, Yogja punya branding Never Ending. Java Jazz yang tiap tahun berhasil digelar dibiarkan berjalan sendiri, padahal P3DN dapat membonceng di event hiburan bergengsi tersebut.

Pameran Produk Kreatif Indonesia dibiarkan mati suri padahal dengan susah payah event tersebut dilahirkan. Open sky policy akan memberikan manfaat besar bagi pengembangan pariwisata Indonesia karena perusahaan penerbangan dengan fasilitas full service dan low cost carier akan langsung bisa menukik di pusat-pusat destinasi wisata di Indonesia.

Para gubernur, bupati/walikota agar bersiap diri melakukan kerja besar dan kerja keras secara kolektif di wilayahnya masing-masing. Jadikanlah kota anda sebagai pusat pelayanan kehidupan bagi manusia dari manapun datangnya yang akan singgah di kota anda. Buatlah mereka betah tinggal. Sediakan barang-barang buatan dalam negeri/lokal yang berkualitas di tempat-tempat yang strategis, aman dan nyaman tidak harus berbentuk mal besar.

Inilah pemikiran sederhana untuk sekedar memancing lahirnya gagasan baru agar progam P3DN dapat efektif berjalan dan mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Brandingnya tidak harus P3DN karena P3DN itu sebenarnya adalah sebuah tujuan yang ingin dicapai, yaitu meningkatkan penggunaan produk Indonesia (bersifat never ending) oleh masyarakat kita sendiri dan juga masyarakat internasional ketika mereka datang ke negeri kita sebagai turis, sebagai expatriat dan keluarganya serta perwakilan negara sahabat maupun di manca Negara (ekspor).

Secara esensial berarti P3DN menjadi strategis untuk menghasilkan devisa dan juga rupiah yang banyak ketika kita-kita ikut meramaikan membelanjakan sebagian dari pendapatan kita di dalam negeri. Re-branding P3DN berarti harus dilakukan dengan sebutan lain yang lebih marketable.P3DN itu seleranya birokrasi atau bahasa-bahasa birokrat.Misal ketika kita akan mempromote produk garment dan fashion Indonesia, sebut saja dengan branding “The Colorful Indonesia” di tahun tertentu pada event tertentu.

Di bidang makanan dan minuman misalnya kita kasih tema good food for good health. Pada dasarnya kita buat pada skala-skala tematik, yang penting misi dan tujuannya tercapai.Progam semacam itu makin terasa penting dan urgent untuk ditangani secara profesional ketika negeri ini sudah mengadopsi sistem pasar terbuka di kawasan. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS