P3DN Harus Jadi Driver Bagi Tumbuhnya Investasi di Sektor Industri

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

PROGRAM pemerintah yang dikemas ke dalam kebijakan yang diberi label Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), sebaiknya ditegaskan maknanya. Penegasan ini teraamat penting dan strategis karena akan bersinggungan dengan masalah kepentingan nasional, kemandirian ekonomi, masalah kebijakan dan masalah peran dunia usaha dan masyarakat dan dalam pergaulan internasional.

Saat ini yang ada adalah hanya sekedar jargon yang bernuansa himbauan, seperti yang disemangati Inpres No 2/2009. Rohnya adalah sekedar memaksimalkan dan itupun hanya “dibatasi” dalam rangka pangadaan barang dan jasa pemerintah. Padahal kalau jangkauannya diperluas, P3DN harusnya dapat menjadi isu kebijakan yang lebih strategis, yakni menerapkan kebijakan “substitusi impor”.

Sasarannya adalah mengurangi ketergantungan impor bahan baku/penolong, barang modal dan komponen/suku cadang dalam rangka penguatan struktur industrinya. Dengan demikian titik singgungnya harus beririsan dengan kebijakan investasi dan kebijakan perdagangan. Sekarang ini P3DN dibangun atas dasar semangat yang seakan-akan sebuah bangunan kebijakan/progam yang berdiri sendiri.

Padahal kalau dikaitkan dengan persoalan kepentingan nasional yang lebih luas dan guna menjawab isu kemandirian, sejatinya P3DN harus dibangun di atas landasan kebijakan yang komprehensif dan terintegrasinya antara kebijakan industri, perdagangan dan investasi. Dengan demikian, P3DN harus bisa menjadi driver bagi tumbuhnya investasi di sektor industri yang orientasinya mensubtitusi impor dan didukung kebijakan perdagangan yang moderat/tidak liberal yang bisa memberikan ruang gerak yang cukup bagi tumbuhnya investasi di sektor industri.

Grand design-nya harus dibuat dalam satu postur dan alur kebijakan yang seperti itu. Jadi secara konsepsional, posisi P3DN ditempatkan sebagai bagian tidak terpisahkan dari kebijakan industri, perdagangan dan investasi yang secara makro akan memperkuat basis pertumbuhan ekonomi nasional.

Dunia usaha nasional dan asing harus diyakinkan bahwa grand design politik ekonomi nasional, postur dan konstruksinya seperti itu. P3DN bukan alat “proteksi”, tapi konteksnya lebih memiliki bobot sebagai wahana yang digunakan bangsa ini membangun kekuatan dan kedaulatan ekonominya agar dalam kancah nasional, regional dan global, sebagian besar nilai tambah yang tercipta dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia.

Premis kebijakan ini tidak ada urusannya dengan masalah anti neolib, anti mekanisme pasar karena kaidah-kaidah pasar yang mementingkan efisiensi dan produktifitas tidak ada yang dilanggar. Premis ini lebih menjelaskan kepada para investor dan calon investor dalam negeri maupun asing tentang bagaimana Indonesia menjalankan strategi untuk memperkuat perekonomiannya.

Pemerintah harus berani mengatakan kepada dunia bahwa inilah cara Indonesia membangun sistem perekonomian nasionalnya. Forum di WTO harus dipakai untuk mensosialisasikan mengenai arah pembangunan, strategi dan kebijakan ekonomi yang prinsip utamanya adalah bahwa ekonomi harus tumbuh dan bisa saling memberi manfaat antara satu negara dengan yang lain, bukan saling merugikan dan mematikan.

Dengan pendekatan seperti itu, P3DN secara strategis akan menjadi lebih bermakna dalam rangka membangun kekuatan dan kemandirian ekonomi. Akhirnya yang kita perlukan sejatinya adalah bagaimana agar kita tidak menjadi bangsa yang merugi dalam percaturan dunia. Tetapi tidak bisa juga menjadi bangsa yang mau untung sendiri, karena capaian kinerja ekonomi yang berhasil kita raih harus memberi manfaat bagi bangsa dan negara lain.

Inilah esensi kerjasama internasional dalam konteks apapun yang harus dijadikan penyemangatnya. Ke depan, Indonesia harusnya yang menjadi motoriknya untuk meyakinkan kepada dunia tentang konsepsi ekonomi yang berbasis pada penghayatan bahwa kepentingan nasional semua negara harus bisa dihormati dan cara bagaimana masing-masing negara membangun ekonominya harus pula dihargai.

Jangan jadikan WTO sebagai tempat “bersembunyi” bagi negara yang hanya ingin menangnya sendiri. Dan jangan pula WTO dijadikan “peradilan” yang tidak adil bila terjadi dispute hanya karena sebuah negara dinilai melanggar azas perdagangan bebas, azas equal treatment dsb.

Tapi jadikan WTO benar-benar sebagai pengatur lalu lintas yang adil dan bijaksana agar semua negara memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk tumbuh menjadi negara yang memiliki kedaulatan ekonomi, karena masing-masing negara pada umumnya memiliki konstitusi yang dibangun berdasarkan konsensus dan kemufakatan di antara seluruh komponen bangsa di negaranya masing-masing. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS