Site icon TubasMedia.com

Pancasila Kini Mengalami Keterpinggiran

Loading

Laporan: Redaksi

Pancasila

Pancasila

JAKARTA, (Tubas) – Ketua MK Mahfud MD menyatakan keprihatinannya atas berbagai konflik yang timbul di masyarakat akhir-akhir ini sebagai akibat dari peran sentral Pancasila yang terpinggirkan.

“Saat ini, Pancasila mengalami keterpinggiran. Akibatnya, di tengah masyarakat muncul konflik dan kekerasan sosial yang dipicu latar belakang suku dan agama. Kerukunan dan tepo seliro juga luntur. Karenanya kesadaran kolektif tentang Pancasila harus dibangun kembali,” kata Mahfud.

Sebelumnya, Ketua MPR, Taufiq Kiemas, menyatakan Pendidikan Pancasila akan dimasukkan lagi ke kurikulum pelajaran sekolah. Pancasila dahulu diajarkan di sekolah-sekolah dengan nama mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Mata pelajaran ini kemudian dihapus dan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan, tanpa embel-embel Pancasila.

Namun, krisis toleransi yang belakangan makin marak terjadi di tanah air, membuat pemerintah sepakat untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat, sebagai bagian dari revitalisasi peran Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Pemerintah 1.000 persen setuju untuk mengembalikan Pendidikan Pancasila ke kurikulum sekolah. Untuk itu MPR akan melakukan dengar pendapat dengan ahli pendidikan dan ahli tata negara selama tiga hari,” kata Taufiq di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 26 Mei 2011.

Kesepakatan untuk memasukkan kembali Pendidikan Pancasila ke dalam kurikulum sekolah, dicapai dalam pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan lembaga-lembaga tinggi negara yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa 24 Mei 2011. Taufiq menekankan, Pancasila harus kembali menjadi ideologi negara.

Sementara itu di tempat terpisah, sejarawan Asvi Warman Adam menilai pemerintah selama ini sangat sembrono menghilangkan mata kuliah pendidikan dasar Pancasila dan Kewarganegaraan di kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Akibatnya ancaman disintegrasi bangsa semakin terbuka. “Saya rasa itu blunder besar yang dilakukan Menteri Pendidikan Nasional,” kata Asvi di Jakarta.

Menurut Asvi, Peraturan Kementerian Pendidikan Nasional yang menghapus mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan di lingkungan kampus bertentangan dengan tujuan pendiri bangsa Indonesia. Pasalnya, Pancasila tak hanya dianggap sebagai simbol dasar negara, tapi di dalamnya juga tersirat nilai kepribadian bangsa. “Pancasila itu berlaku bukan hanya sekarang, tapi untuk masa depan,” kata Asvi.

Faktor utama Pancasila mesti dipertahankan karena sejak lama konsep Soekarno-Hatta ini telah teruji sebagai faktor pemersatu bangsa. “Bangsa kita ini sangat beragam, mulai agama, suku, hingga golongan. Salah satu pemersatunya, ya, Pancasila itu,” kata Asvi.

Asvi memahami penghapusan mata pelajaran Pancasila dari kurikulum pendidikan tak lepas dari desakan kepentingan politik yang menyatakan pendidikan Pancasila dan Kewargenageraan sebagai kepentingan politik praktis Orde Baru. Akibatnya, Penataran P4 (Penghayatan Pengamalan Pendoman Pancasila) di sekolah pun dihapuskan. “Tapi, aturan Mendiknas ini terjadi lima tahun sesudahnya, kan,” kata Asvi.

Di tengah ancaman disintegrasi bangsa, Asvi berharap pemerintah segera mengembalikan mata kuliah pendidikan dasar Pancasila ke dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Asvi juga minta Bambang Sudibyo sebagai Menteri Pendidikan Nasional di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Satu minta maaf kepada rakyat Indonesia atas kesalahannya. “Sudah seharusnya itu,” kata Asvi.

Di masa Menteri Bambang Sudibyo, terbit Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional. Aturan itu menghilangkan pendidikan Pancasila dari kurikulum pendidikan sekolah dan perguruan tinggi. (tim)

Exit mobile version