Pantai Ancol Harus Dikembalikan Jadi Ruang Publik

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

Ilustrasi

Ilustrasi

PANTAI Ancol yang dulu tersohor dengan Pantai Bina Ria, merupakan arena favorit anak-anak remaja dari seluruh penjuru Jakarta, maupun dari luar Jakarta. Bahkan, lagu berjudul “Ayo ke Bina Ria” khusus diciptakan untuk mengenang masa jaya pantai utara Jakarta itu.

Uang masuk ke pantai yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu, tidak semahal seperti sekarang, walaupun di sana sudah ditempatkan sejumlah petugas untuk menjaga keamanan pengunjung, khususnya bagi anak-anak muda yang sedang diamuk asmara, tanpa ada gangguan. Pantai tersebut benar-benar dirasakan sebagai ruang publik yang dirindukan.

Tetapi sekarang, sudah merupakan ruang privat, bukan lagi merupakan ruang publik, karena hanya bisa dimasuki orang-orang berduit. Tarif masuk ke kawasan pantai tersebut Rp 15.000 per orang dari mulai usia 2 tahun ke atas. Tarif alat angkutnya, seperti untuk satu sepeda motor Rp15.000 dan tarif untuk satu mobil Rp20.000.

Tarif masuk ke kawasan pantai ini sudah terlalu mahal, kalau hanya untuk duduk-duduk gelar tikar menghirup udara laut, atau mandi-mandi di tepi laut tersebut. Karena untuk wahana lain, masih dipungut lagi biaya, seperti untuk Gelanggang Samudra, Kolam Renang, Dunia Fantasi dan lain-lain. Keluarga rakyat miskin tidak mampu lagi menikamti pantai itu.

Menurut Undang Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa pantai adalah ruang terbuka hijau publik. Sehingga, Pantai Ancol harus dikembalikan menjadi ruang terbuka publik, agar masyarakat tanpa kecuali dapat mengaksesnya dengan bebas, tidak dibatasi hanya bagi orang berduit saja. Dalam UU itu disebutkan, yang dimaksud dengan ruang terbuka hijau publik, adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola pemerintah daerah/pemerintah kota, yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Uang rakyat pengunjung yang disedot selama ini, sudah waktunya dihentikan. Hal ini juga diperkuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta tahun 2010-2030 yang mengatur sepanjang pantai adalah ruang publik. Artinya, sepanjang pantai Jakarta mulai dari Marunda di timur, Ancol, Pluit, sampai pantai Kapuk di barat, semestinya bisa diakses secara luas oleh masyarakat umum.

Meskipun berfungsi untuk pelabuhan atau obyek wisata, pantai tersebut harus tetap bisa diakses oleh masyarakat sebagai ruang publik. Kenyataannya, pantai Jakarta sepanjang sekitar 30 kilometer mulai dari timur ke barat, nyaris tak ada lagi area pantai yang layak sebagai pantai publik.

Pantai publik di Marunda hampir tidak terlihat lagi, karena tertutup oleh blok-blok rumah susun. Akses jalan yang memadai untuk menjangkaunya juga tak tersedia. Belum lagi area pantainya yang sudah dipenuhi sampah dan airnya tak jarang berubah menjadi cokelat dan hitam, serta berbau tak sedap, karena tercemar oleh limbah pabrik.

Pantai publik di Kalibaru, Cilincing dengan area dermaga yang terbuka cukup luas, juga tak berbeda dengan kondisi pantai Marunda. Bau amis kerap menyergap penciuman, pada saat berada di area pantai tersebut. Selebihnya, area pantai dari Tanjung Priok sampai ke Pantai Kapuk, yang digunakan sebagai kawasan pelabuhan, pabrik, area penimbunan kontener, obyek wisata dan perumahan elite, maupun pemukiman liar, hampir tidak ada lagi pantai publik yang layak.

Sehingga, pantai publik yang layak, menurut UU tersebut, hanyalah tersedia di Pantai Ancol, yang dikenal saat ini sebagai Tamam Impian Jaya Ancol. Pantai sepanjang 3 kilometer ini, pasirnya bersih, ombaknya tak terlalu besar karena dibuat tanggul, dan tidak dipenuhi sampah atau dicemari limbah pabrik.

Sedang Digugat

Pantai Acol inilah yang sedang digugat Lembaga Bela Keadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, agar dikembalikan menjadi ruang terbuka hijau publik. Artinya, pengunjung tidak boleh lagi dibebani tiket masuk ke arena pantai, seperti halnya yang berlaku untuk pantai publik di provinsi lain, seperti Pantai Losari di Sulawesi Selatan atau Pantai Kuta di Provinsi Bali.

Dasar gugatan mengembalikan Pantai Ancol sebagai area pantai publik, adalah UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Gugatan ini diperkuat dengan fakta hukum Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai sebagai penjabaran dari UU No 26 Tahun 2007 tersebut.

Kawasan wisata Ancol dibangun pada tahun 1966, semasa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Pembangunanya sebagai realisasi Peraturan Pemerintah No.51/1960 tentang Peruntukan dan Penggunaan Tanah Ancol untuk pembangunan kawasan rekreasi yang ditandatangani Presiden Soekarno.

Untuk melaksanakannya dibentuklah Badan Pelaksana Pembangunan (BPP) Proyek Ancol yang sepenuhnya ditangani aparat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kemudian dibentuk PT Pembangunan Jaya Ancol, sebagai usaha patungan Pemprov DKI dengan bank dan beberapa perorangan, di mana Pemprov DKI Jakarta sebagai pemegang saham terbesar. Sekarang, Ancol bukan lagi hanya tempat rekreasi, tetapi sudah terbangun hotel berbintang dan hunian-hunian mewah. Siapa yang menikmati hasilnya? ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS