Pelaksanaan Eksekusi Terkendala Anggaran

Loading

Laporan: Redaksi

Gunawan Santoso saat dibawa ke Nusakambangan

Gunawan Santoso saat dibawa ke Nusakambangan

CILACAP, (Tubas) – Pelaksanaan eksekusi terpidana mati membutuhkan dana tidak sedikit, kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Widyopramono, Kamis (16/6) di aula Lapas Batu, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

“Sangat besar biaya yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan hukuman mati. Biaya khusus untuk itu memang belum diatur secara resmi,” katanya di depan rapat kerja bersama Komisi III DPR RI saat berkunjung ke Pulau Nusakambangan.

Menurut dia, pelaksanaan pidana mati harus dianggarkan secara khusus. Belum dieksekusinya terpidana mati, juga karena para terpidananya masih melakukan upaya hukum berupa kasasi, peninjauan kembali dan grasi.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM Jateng, Widi Asmoro mengatakan, jumlah terpidana mati di Pulau Nusakambangan 57 orang dan tersebar di Lapas Batu sebanyak 28 orang, Lapas Kembangkuning tiga orang dan Lapas Pasir Putih 26 orang.

Menurut Widi, salah satu permasalahan yang dihadapi petugas lapas terhadap para terpidana mati karena tidak bisa diperlakukan sama dengan narapidana lainnya. “Dibina seperti apa pun, akhirnya akan mati,” katanya.

Dari 57 terpidana mati, 16 orang di antaranya masih dalam proses pengajuan grasi, 20 orang proses kasasi dan 19 orang proses peninjauan kembali. Bahkan, salah satu terpidana mati, yaitu Bahar bin Matsar yang telah menjalani hukuman lebih dari 44 tahun, hingga saat ini belum dieksekusi karena masih mengajukan grasi.

Ketua Pengadilan Tinggi Semarang, Sarehwiyono mengatakan siap membantu mengecek keterlambatan proses pengajuan upaya hukum para terpidana mati. Dia meminta para kepala lapas supaya segera menyerahkan datanya.

Pada kesempatan itu, Aziz Syamsuddin sempat menyoroti data jumlah terpidana mati di Pulau Nusakambangan yang disajikan Kanwil Kemenkum HAM Jateng karena kurang tertata dan meminta Kanwil Kemenkum HAM segera menyiapkan data terpidana mati yang sedang mengajukan upaya hukum untuk disampaikan kepada Pengadilan Tinggi.

Senang di Lapas

Sementara itu, terpidana mati kasus pembunuhan Presiden Direktur PT Asaba, Boedyharto Angsono, yakni Gunawan Santoso (47) mengaku senang berada di Lapas Pasir Putih, Nusakambangan.

“Saya senang di sini karena tempatnya bagus. Berbeda dengan lapas lain yang pernah saya tempati,” katanya saat bertemu Kapolda Jateng, Irjen Polisi Edward Aritonang dan anggota Komisi III DPR RI, Subiyakto di sela-sela berkunjung di Pulau Nusakambangan.

Menurut dia, pelayanan di Lapas Pasir Putih sangat bagus dan tempat tersebut seperti penjara internasional karena narapidananya berasal dari berbagai negara. “Di sini ada 17 warga negara asing,” katanya. Namun, saat wartawan hendak mewawancarai Gunawan Santoso, petugas Lapas Pasir Putih meminta mereka segera berpindah tempat mengikuti rombongan Komisi III DPR RI.

Gunawan Santoso dipindahkan dari Lapas Cipinang, Jakarta, 31 Juli 2007 pukul 21.00 WIB, dan tiba di Cilacap 1 Agustus 2007 sekitar pukul 04.00 WIB. Dia divonis mati 24 Juni 2004 karena terbukti membunuh Presiden Direktur PT Asaba 19 Juli 2003.

Gunawan ditangkap 20 Juni 2007 setelah berulang kali kabur. Sebelumnya, 5 Mei 2006 dia kabur dari Lapas Cipinang. Pada tahun 1999 dia pernah divonis penjara dua tahun enam bulan oleh PN Jakarta Barat atas kasus manipulasi uang PT Asaba senilai Rp 21 miliar. Namun belum habis masa hukumannya di penjara, dia kabur.
Kemudian 27 Juli 2002, polisi berhasil menangkapnya di vilanya di Cidahu, Sukabumi, Jabar. Lantas dia dijebloskan ke Lapas Kuningan, Jabar. Sekitar enam bulan, tepatnya 15 Januari 2003, Gunawan kembali kabur tapi 11 September 2003, petugas menangkapnya kembali. (estanto/jhon h)

CATEGORIES
TAGS