Pelaku Industri Kulit: Stop Impor Kulit Jadi…..

Loading

Ardryan

 

MAGETAN, (tubasmedia.com) – Pelaku industri kulit dalam negeri mendesak pemerintah untuk menghentikan impor kulit jadi atau kulit finishing. Pasalnya, kehadiran kulit impor tersebut akan mematikan industri kulit nasional di Indonesia.

Hal itu diungkapkan pelaku industri kulit saat ditemui tubasmedia.com di sentra industri kulit di Magetan, Jawa Timur kemarin. Mereka adalah Ardryan, pemilik UD Sumber Pahala, Mono dan Didi dari perusahaan R&D.

Para pelaku industri kulit nasional itu juga menyatakan keheranannya kenapa impor sapi dilarang sementara impor kulit jadi diizinkan. Padahal jika impor sapi yang diizinkan, industri penyamakan kulit di dalam negeri jelas akan menggeliat dan akan dapat juga menghidupi banyak orang.

Tapi jika yang diimpor itu kulit jadi, industri penyamakan kulit dan industri kulit jadi akan kehilangan pekerjaaan dan akhirnya melahirkan pengangguran.

Para pelaku industri kulit itu juga menyatakan keheranannya kenapa kulit jadi yang diimpor itu justru hanya dari negara-negara yang terkenal harga kulit jadinya mahal seperti Eropa dan Australia.

Sementara negara penghasil kulit jadi yang harga kulitnya tergolong murah misalnya dari Amerika Latin, Asia dan Afrika tidak diizinkan masuk Indonesia.

‘’Kami harap pemerintah meninjau kembali kebijakan impor kulit finishing agar industri kulit dalam negeri bisa bernafas lagi,’’ kata Didi yang diiyakan Mono.

Mono dan Didi diapit dua pejabat UPT LIK Magetan

 

Para pengrajin kulit di sentra industri kulit Magetan itu selanjutnya mengatakan bahwa pasar utama mereka adalah produsen furniture dan industri sepatu yang menggunakan bahan baku kulit yang umumnya memasarkan produknya ke pasar internasional seperti Jerman dan Belanda

Kepada para produsen mebel atau furniture dan industri sepatu itulah mereka memasok kulit jadi untuk kemudian diolah menjadi sepatu, kursi atau furniture lainnya. Namun jika pemerintah membuka keran impor kulit finishing, usaha industri kulit di dalam negeri jelas akan terancam.

‘’Maka itu kami harapkan agar pemerintah menutup impor kulit jadi, akan tetapi membuka keran impor sapi agar kulitnya dapat kami olah menjadi kulit jadi,’’ tambah Mono.

Sementara itu, Ardryan mengatakan, mutu kulit sapi yang diterima dari pejagal di luar RPH (rumah potong hewan), sering tidak memenuhi syarat. Dari setiap lembar kulit sapi, yang bisa digunakan hanya sekitar 40 persen, sisanya menjadi limbah karena banyak yang rusak seperti bolong-bolong atau retak-retak.

Untuk itu disebut guna menjaga mutu kulit sapi dari pejagal, perlu ditingkatkan teknologi dan tetap dijaga agar saat pemotongan, jangan sampai merusak kulit sapi.

‘’Perlu didorong treatmen yang lebih baik lagi khususnya saat penyembelihan, penggaraman kulit dan perawatan sapi,’’ tambah Ardryan. (sabar)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

CATEGORIES
TAGS