Pemaksaan Teknologis dari Seorang Dokter

Loading

Oleh: Dr Jimmy R Tambunan SpOG

Ilustrasi

Ilustrasi

KEDOKTERAN merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya.

Salah satu yang mengatur hubungan antara tenaga medis dan pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara bergantian.Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-hak manusia.

Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga tenaga medis yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional. (Doheny et all,1982).

Profesi tenaga medis mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi tenaga medis untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan. Konsekuensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari tindakan medis harus mampu dipertanggung jawabkan dan dipertanggung gugatkan, dan setiap pengambilan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.

Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. (Nila Ismani, 2001).

Kemajuan-kemajuan cara berpikir masyarakat telah menimbulkan kesadaran-kesadaran baru mengenai hak-hak tersebut. Demikian pula dengan berbagai perkembangan ilmu dan teknologi (khususnya dalam bidang kedokteran), telah mengakibatkan perubahan yang sangat dramatis dan berarti atas pemahaman mengenai euthanasia.

Namun, uniknya, kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat tadi rupanya tidak pernah diikuti oleh perkembangan dalam bidang hukum dan etika. Kemajuan ilmu dan teknologi terutama dibidang biologi dan kedokteran telah menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum teratasi (catalano, 1991).

Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk menggambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik Kedokteran.

Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal.

Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek profesional.

Tenaga medis memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan yang diperoleh oleh tenaga medis dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman.

Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila tenaga medis mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, tenaga medis seringkali menggunakan dua pendekatan : yaitu pendekatan berdasarkan prinsip.

Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua (atau lebih) landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan moral atau prinsip.

Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan stress pada tenaga medis karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai tenaga medis, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan.

Menurut Thompson & Thompson (1985) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau yang salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang tenaga medis tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.

Prinsip moral merupakan masalah umum dalam melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu. (John Stone, 1989)

Permasalahan yang sering dihadapi oleh seorang dokter adalah bilamana ia harus menentukan kapan pengobatan terhadap seorang pasien, yang sudah tidak lagi mempunyai harapan sembuh, bisa dianggap sebagai tindakan sia-sia Keputusan yang sulit ini tetap harus dilakukan.

Apabila dokter tetap memberikan pengobatan kepada pasien yang sudah tidak lagi mempunyai harapan sembuh, tindakan pengobatan dari dokter tersebut justru bisa dianggap tidak etis karena tindakan tersebut mengarah pada pemaksaan teknologis (technological compulsion).

Maksudnya ialah apabila dokter tersebut merasa mampu mengerjakan, maka ia boleh mengerjakannya karena ia bisa memanfaatkan argument “lereng licin” (slippery slope argument) sebagai sarana untuk membenarkan tindakannnya.

Permasalahan lain adalah sampai saat ini belum ada Undang-undang di Indonesia yang mengatur pelaksanaan euthanasia. Berdasarkan Pancasila dan Lafal Sumpah Dokter, seorang dokter di Indonesia wajib berperi-kemanusiaan dan berperi-keadilan dalam menjalankan profesinya.

Dengan kata lain, seorang dokter wajib memiliki perasaan “tepa selira” (bisa merasakan perasaan orang lain) dalam menjalankan dan memutuskan untuk melakukan tindakan euthanasia.

Keputusan yang diambil oleh seorang dokter harus betul-betul dilakukan hanya atas dasar rasa kasih sayang untuk menolong si pasien dari penderitaannya yang berkelanjutan. Seorang dokter wajib untuk mampu merasakan perasaan pasien, seperti halnya kalau ia sendiri harus menerima keputusan euthanasia, atau seandainya keputusan itu diterapkan pada keluarganya sendiri.

Timbul pertanyaan, mengapa orang ingin melakukan euthanasia yang berarti mengakhiri hidup itu? Alasan utama yang sering diajukan oleh mereka yang pro euthanasia pada umumnya ialah ingin mengakhiri penderitaan yang nampaknya tak tertanggungkan lagi dari si penderita sebagai akibat dari penyakitnya tersebut, atau juga ketidakmauan si penderita dan/atau ketidak-tegaan keluarganya, membiarkan si penderita, demi mempertahankan atau memperpanjang hidupnya, disiksa dengan berbagai peralatan dan mesin yang dikenakan pada tubuhnya, tanpa perspektif yang jelas kapan ia akan sembuh dan alat-alat itu dapat dilepas.

Selain itu, sering muncul pula masalah besarnya biaya medis dan pengobatan yang harus dikeluarkan untuk itu.

Dengan alasan-alasan seperti dikemukakan di atas, tindakan untuk mengakhiri hidup dari pasien yang diperkirakan sudah tak mempunyai harapan lagi itu, dianggap sebagai tindakan untuk membebaskan pasien dari penderitaan yang disandangnya, yang sering bersifat lahir dan batin itu. Dan tindakan dengan motif serta tujuan yang demikian itu bagi sementara orang secara etis dianggap baik, mulia dan karenanya juga benar.***

CATEGORIES
TAGS