Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Loading

Oleh: Paulus Londo

Ilustrasi

Ilustrasi

DAMPAK perubahan iklim (climate change) akibat pemanasan global (global warming) kini semakin nyata. Fenomena ini antara lain ditandai dengan kian meluasnya ancaman rob (daratan tergenang oleh air laut), siklus musim yang tak menentu, serta munculnya berbagai wabah penyakit baru.

Secara umum, ada dua bentuk pendekatan untuk mengatasi fenomena alam tersebut. Pertama, mitigasi yakni mengurangi faktor-faktor penyebab maupun dampak pemanasan global. Anjuran pemerintah untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor, mengurangi kebakaran hutan, melakukan penanaman pohon, merupakan sebagian dari upaya mitigasi dimaksud.

Kedua, adaptasi yakni penyesuaian dengan kondisi lingkungan yang terus berubah. Anjuran kepada petani agar menyesuaikan pola tanam, pemilihan benih tanaman yang lebih tangguh, dan sebagainya dapat dikategorikan sebagai langkah adaptasi.

Mengapa dan bagaimana fenomena itu terjadi? Dalam pandangan awam, iklim dan cuaca kerap dianggap identik atau sama. Padahal secara klimatologi, keduanya jelas berbeda. Meski saling berhubungan, iklim adalah rata-rata dan variasi temperatur, penguapan, dan angin selama periode tertentu yang berkisar dalam hitungan bulan hingga jutaan tahun. Sedangkan cuaca, adalah keadaan atmosfir pada saat tertentu, dan dalam area yang terbatas. Karena itu iklim bisa diartikan sebagai rata-rata dari cuaca.

Membuat prakiraan keadaan cuaca dalam jangka waktu lebih dari beberapa hari relatif sulit. Sebab tingkat ketidakpastiannya yang tinggi. Sebaliknya, memperkirakan perubahan iklim yang disebabkan oleh perubahan komposisi atmosfer atau faktor-faktor lainnya, secara umum, relatif bisa dilakukan.

Iklim yang terjadi di bumi senantiasa dipengaruhi oleh keseimbangan panas di bumi. Aliran panas dalam sistem iklim dapat bekerja karena adanya radiasi, yang bersumber dari matahari. Sepertiga radiasi matahari yang dikirim ke permukaan bumi, oleh atmosfer dan permukaan bumi dipantulkan kembali ke ruang angkasa. Pemantulan itu terjadi karena adanya awan dan partikel yang disebut aerosol. Adanya salju, es dan gurun (padang pasir) memainkan peranan penting dalam pemantulan kembali radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi.

Dua per tiga radiasi yang tidak dipantulkan–besarnya sekitar 240 Watt/m2–diserap permukaan bumi dan atmosfer. Untuk menjaga kesetimbangan panas, bumi memancarkan kembali panas yang diserap tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek. Sebagian radiasi gelombang pendek yang dipancarkan oleh bumi diserap oleh gas-gas tertentu yang terdapat di atmosfer. Gas itu disebut “Gas Rumah Kaca” (GRK). GRK inilah yang meradiasikan kembali panas tersebut ke bumi. Mekanisme ini disebut “efek rumah kaca” yang menjadi penyebab kehangatan suhu bumi berada pada posisi rata rata 14 derajay Celcius. Tanpa efek rumah kaca suhu bumi hanya sekitar -19C.

***

Sebagian kecil panas yang ada di bumi — panas laten– digunakan untuk menguapkan air. Panas laten ini dilepaskan kembali ketika uap air terkondensasi di awan. GRK paling dominan adalah uap air (H2O), kemudian disusul oleh karbondioksida (CO2). Gas rumah kaca yang lain adalah methana (CH4), dinitro-oksida (N2O), ozone (O3) dan gas-gas lain dalam jumlah yang lebih kecil.

Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata atmosfer di dekat permukaan bumi dan laut selama beberapa dekade terakhir serta proyeksi untuk beberapa waktu mendatang. Hasil observasi para pakar selama 157 tahun terakhir menunjukkan suhu permukaan bumi mengalami peningkatan sebesar 0,05 C/dekade.

Selama 25 tahun terakhir peningkatan suhu semakin tajam, yaitu sebesar 0,18 C/dekade. Gejala pemanasan juga terlihat dari meingkatnya suhu lautan, naiknya permukaan laut, pencairan es dan berkurangnya salju di belahan bumi utara. Pemanasan global itu terjadi terjadi akibat dari meningkatkan efek rumah kaca yang disebebakan oleh naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.

(Penulis, seorang pengamat lingkungan dan aktivis Lembaga Studi Sosial, Lingkungan & Perkotaan/ LS2LP)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS