Pembangunan Berkelanjutan Hanyalah Obsesi Politis

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

Fauzi Aziz

PEMBANGUNAN berkelanjutan adalah sebuah gagasan besar untuk penyelamatan bumi akibat lingkungan yang makin rusak karena eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam. Para ahli lingkungan hidup sadar, jika fenomena itu dibiarkan terus berlangsung, bumi dan seisinya akan musnah dan punah, tanpa ada kehidupan apapun di bumi yang kita huni.

Apa maknanya, barangkali kiamat telah datang. Mengapa kehancuran bumi dan seisinya terjadi, tentu barangkali disebabkan karena manusia “gagal” mengelola kepercayaan pemegang saham satu-satunya penguasa alam seisinya yaitu Tuhan Sang Maha Pencipta.

Ada ikhtiar dari manusia untuk mencegahnya dan berbagai forum serta kesepakatan dicoba dibangun. Salah satunya adalah “Protokol Kiyoto’’ yang masa lakunya berakhir tahun 2012. Hasilnya tidak banyak bisa kita harapkan. Kerusakan lingkungan dimana-mana terus tejadi seiring dengan kemajuan ekonomi.

Memelihara bumi yang rusak akibat kerusakan lingkungan pasti memerlukan dana yang tidak kecil. Pasti membutuhkan dana investasi sendiri untuk bisa mengamankan bumi dari kehancuran yang besarnya bisa melebihi dari nilai investasi ketika misalnya sebuah pabrik baja skala dunia atau instalasi nuklir dibangun.

Siapa yang harus menanggung? Makin hari nilai kerugian material dan non material pasti jumlahnya makin membengkak. Itulah sebabnya mengapa perundingan-perundingan di bawah panji-panji PBB pada Konferensi Perubahan Iklim, terakhir ke 18 di Doha, Qatar nyaris tak menghasilkan kemajuan apa-apa.

Beberapa media menyebut antara lain, kesepakatan di bidang pendanaan amat lemah. Sangat bisa dimengerti kalau hal seperti itu terjadi. Apalagi negara-negara besar seperti AS, Eropa, China, Jepang dll, negerinya masih harus bergelut menyelamatkan ekonominya akibat krisis fiskal, krisis hutang yang menimpanya.

Kepentingan untuk menyelamatkan kondisi perekonomian di dalam negerinya pasti lebih diutamakan dari pada berfikir untuk kepentingan global. Sekarang ini hampir semua negara yang terimbas krisis yang dipikirkan adalah bagaimana suatu negara bisa menyiapkan sejumlah dana sebagai cadangan fiskal untuk mitigasi krisis ekonomi yang sewaktu-waktu bisa terjadi dan menimpa negaranya.

Barangkali dalam hati kecilnya sudah mulai berfikir, “habis sudah kadung rusak mau diapain lagi,ngapain diperbaiki”. Sebagai manusia pasti ada yang berfikiran seperti itu, apalagi hal ini menyangkut penggunaan dana yang tidak kecil untuk penyelamatan bumi. Umat manusia sedunia sangat berkepentingan tentang upaya bersama untuk menyelamatkan bumi. Namun pada waktu yang sama manusia sedunia juga berfikir tentang untung-rugi, berfikir tentang mana yang lebih prioitas antara kepentingan negaranya atau kepentingan negara dan bangsa lain.

Akibatnya tarik ulur kepentingan pada saat yang bersamaan juga selalu terjadi. Celakanya manakala mereka bertemu dan bekumpul dalam satu konfrensi pembangunan berkelanjutan tentang perubahan iklim, langsung nampak bahwa kepeduliannya masing-masing negara terbaca sikap setengah hatinya.

Inilah alasannya, mengapa kemudian opini media ini menyebut bahwa “konsep pembangunan bekelanjuan hanyalah sebuah obsesi politis” yang tentu sarat berisi berbagai kepentingan yang bersifat politis antar bangsa dan negara di dunia.

Tentang upaya penyelamatan bumi, akhirnya berpulang kepada sikap manusia. sedunia, para pemimpin dunia, para pemain bisnis global, regional dan lokal. Jika sikap kita bulat di tataran cita-cita,konsep dan implementasi, maka mudah-mudahan pembangunan berkelanjutan akan sukses dijalankan.

Catatan kritis yang bersifat krusial sampai kapanpun adalah soal komitmen pendanaan. Jika kondisi yang sebaliknya terjadi, maka berarti kita harus siap menerima konsekwensnya. Yakinlah kiamat pasti akan datang dan semuanya akan terjadi. Kapan itu. Hanya Tuhan yang tahu. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS