Pembangunan Ekonomi di Indonesia Menghadapi Penyakit Berat di Sisi Proses

Loading

 

millionaire-1

Oleh: Fauzi Aziz

BERKALI-KALI kita membicarakan berbagai masalah pembangunan ekonomi di negeri ini dari zaman ke zaman. Berbagai perspektif pemikiran dan tindakan telah banyak disampaikan dan dikerjakan dengan tujuan besar, agar pembangunan ekonomi membawa dampak perubahan yang sangat berarti bagi perbaikan taraf hidup bangsa Indonesia.

Ada keberhasilan, ada pula kegagalan. Dalam perspektif mikro dan dilihat dari proses ekonomi berlangsung, tantangan yang kita hadapi paling berat sejatinya kita berhadapan langsung dengan masalah bagaimana  mengelola “Input, “Proses” dan “Output“.

Model pendekatan ini sebenarnya konvensional. Tapi model pendekatan tersebut hingga kini masih dipakai sebagai suatu sistem yang sederhana dan mudah dikendalikan karena sistem tersebut berada dalam satu rentang kendali internal bekerjanya sistem organisasi dan manajemen, baik yang berada dalam lingkungan organisasi publik, maupun di lingkungan organisasi industry dan bisnis.

Fakta dan pengalaman yang teramati menunjukkan bahwa tidak semuanya berhasil mengelola sistem manajemen input-proses-output dalam satu rangkaian kegiatan. Titik kritisnya justru terletak pada simpul proses, dimana seluruh input dienjinering dan difabrikasi untuk menghasilkan barang dan jasa, baik berupa public good maupun privat good.

Dalam tataran agregasi yang lebih bersifat makro, pembangunan ekonomi suatu negara akan kita jumpai beragam proses yang terlibat untuk bisa menghasilkan output yang baik dan berkualitas.

Tidak cukup baik dan berkualitas saja, tetapi setiap produk dan jasa yang dihasilkan bermanfaat bagi perbaikan taraf hidup masyarakat apapun profesinya.

Serangkaian proses yang terlibat bisa kita sebut ada beberapa. Antara lain berupa proses politik, kebijakan/regulasi, birokrasi, bisnis, sinergi dan kolaborasi serta sejumlah faktor lain. Pembangunan ekonomi di negeri dari sisi proses seringkali “berdarah-da rah” sehingga ketika faktor input diolah menjadi output nilai tambah yang dihasilkan tidak optimal apalagi maksimal.

Pada sisi proses, pembengkakan biaya biasanya terjadi. Mengapa? Hal ini disebabkan karena disetiap rantai proses ada biaya yang harus dibayar dan terdapat kecenderungan proses costingnya nyaris tak terkontrol sehingga harga akhir dari setiap output ekonomi yang dihasilkan menjadi tidak kompetitif.

Nilai tambah yang dihasilkan tidak maksimal, sehingga setiap kesempatan dan peluang untuk meraih manfaat ekonomi yang optimal menjadi terbatas dan ujungnya berdampak pada terbatasnya pendapatan yang dihimpun, baik oleh negara dalam bentuk pajak dan penerimaan negara bukan pajak, maupun terbatasnya tingkat keuntungan perusahaan dan pendapatan masyarakat pada umumnya.

Semua ini terjadi akibat satu “simpul proses” tidak mampu bekerja secara maksimal, tidak efisien dan tidak produktif. Kita bisa ambil contoh betapa di “simpul proses” ini yang terjadi setumpuk masalah. Pada proses politik terjadi KKN, tarik ulur kepentingan dan kalau dicermati ending-nya akan bermuara pada masalah duit.

Pada proses kebijakan/regulasi terjadi tumpang tindih, tidak ada kepastian hukum, sehingga sinkronisasi, koordinasi dan harmonisasi menjadi barang mahal karena bertumpuknya dan berserakannya ribuan peraturan perundangan di kementrian/lembaga. Pada proses birokrasi, kita sudah tahu penyakitnya, yaitu, maaf harus menggunakan bahasa yang vulgar, yakni asyik melakukan “masturbasi” atas sejumlah kewenangan yang dimiliki, dimana kewenangan dipakai untuk menciptakan kenikmatan duniawi bagi kepentingan dirinya sendiri.

Atau melakukan “masturbasi dengan sejumlah kroni dan gengnya.Fenomena ini boleh dikatakan bersifat klasik, tetapi begitu diurai dengan selintas perspektif kesisteman, kita mendapatkan satu jawaban bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia menghadapi penyakit berat di sisi proses.

Diamputasi

Bobot masalahnya terletak disitu, meskipun disisi input juga tidak luput ada sejumlah masalah menghadang. Misal mengenai masalah SDM, bahan baku kalau di industri dan lain-lain. Dalam perspektif ekonomi yang lebih luas, simpulan umum atas berbagai masalah pembangunan ekonomi di negeri ini sejatinya tidak terjadi pada aspek makro ekonominya, tetapi justru gangguan dan hambatan banyak terjadi disisi mikro ekonominya dan lebih spesifik banyak bertumpuk di “simpul proses” dan sifatnya kraudit dan akut sehi ngga memang harus dilakukan operasi besar sampai terpaksa harus ada yang diamputasi.

Jadi kalau daya saing Indonesia lemah maka penyebabnya karena kita belum berhasil mengatasi masalah disisi mikro dan konteksnya belum berhasil mengelola proses ekonomi yang mengandalkan pada gagalnya memanajemeni aspek input, proses dan output. Dampaknya secara makro jelas dan dapat diverifi kasi, yaitu pertumbuhan ekonomi tidak optimal.

Dalam kondisi sistem mikronya masih “carut marut” saja, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh rata-rata 5%. Logikanya kalau carut marutnya bisa dihapus, pertumbuhan ekonomi akan bisa melenggang tumbuh rata-rata 6%-7% meskipun kondisi eksternalnya tidak terlalu bersahabat.

Jadi ada dua saran yang perlu dilalakukan, yakni perbaiki secara simultan simpul input dan simpul proses agar outputnya baik, berkualitas dan bermanfaat bagi bangsa Indonesia dan bangsa lain di dunia. Sisi mikro masalah di banyak pemangku kepentingan, baik di pusat maupun   daerah. Sedangkan masalah makro hanya menjadi urusannya Bank Indonesia dan Menteri Keuangan. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS