Pembenahan Waduk Merupakan Langkah Terpuji

Loading

Oleh: Anthon P.Sinaga

ilustrasi

ilustrasi

PEMBENAHAN waduk-waduk di Jakarta, merupakan langkah terpuji yang patut diapresiasi. Karena, selain untuk menyediakan wadah penampungan air dalam rangkaian penanggulangan banjir, juga untuk nenata lingkungan yang sehat dalam rangkaian menciptakan suasana psikologi perkotaan yang asri, sejuk dan nyaman. Namun, untuk pemindahan penduduk yang selama ini sudah kadung menempati bantaran waduk dengan cara-cara liar atau karena keadaan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu pertimbangan pemberian kompensasi yang bijak selain relokasi penampungan yang baik.

Pembenahan waduk Pluit di Jakarta Utara yang kini sudah hampir selesai, dengan dibongkarnya bangunan terakhir yang dihuni 77 keluarga di sisi barat dan utara hari Kamis (22/8), menyiratkan konsistensi pemerintah daerah. Warga penggarap ditampung di berbagai rumah susun yang ada.

Sebagian besar fasilitas taman yang dibangun di sisi timur dan selatan waduk, baru-baru ini sudah diresmikan Gubernur Joko Widodo untuk dinikmati masyarakat secara umum dan gratis. Ini merupakan satu predikat rekam jejak yang unggul dan terpercaya dari Pemprov DKI Jakarta. Soalnya, selama ini setiap penertiban atau penggusuran warga dari suatu kawasan yang disebut tanah negara atau tanah milik Pemda, ujung-ujungnya dialih fungsikan menjadi bangunan komersial apartemen mewah, mal pertokoan atau perkantoran. Tindakan pembebasan untuk kepentingan umum yang dilakukan pemerintah daerah selama ini, praktis tidak dipercaya, karena hanya dijadikan tameng belaka.

Sehingga, mumpung dipercaya sekarang ini, sudah waktunya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Jokowi dan Basuki, melakukan penataan kembali semua kawasan waduk atau situ-situ yang masih ada di seantero Jakarta saat ini, agar bisa direvitalisasi menjadi wadah penampungan air untuk penanggulangan banjir, serta menjadikannya ruang terbuka hijau untuk dinikmati publik dan menciptakan keasrian kota.

Waduk Melati di Jakarta Pusat misalnya, sudah perlu segera dibenahi dan dikembalikan fungsinya untuk dijadikan wadah penampungan air penanggulangan banjir dan arena fasilitas umum, agar tidak diokupasi oleh para pengelola bangunan-bangunan komersial mewah yang sudah mengelilingi waduk tersebut sekarang ini.

Di wilayah Jakarta Timur misalnya, sedikitnya ada dua situ atau waduk yang bisa dijadikan wadah penampungan air untuk penanggulangan banjir, yang ada di daerah Pupar Pulogadung dan daerah Penggilingan. Mungkin di wilayah lain, seperti di Jakarta Utara, Jakarta Barat, ataupun Jakarta Selatan, masih banyak situ atau waduk kecil yang selama ini luput dari perhatian.

Melalui pimpinan wilayah kelurahan dan kecamatan, hal itu bisa dipantau dan dinventarisasi untuk dilaporkan ke Pemerintah Provinsi DKI, apalagi para lurah dan camat di wilayah DKI Jakarta sekarang ini adalah kaum profesional yang kompetensinya sudah teruji dari hasil pelelangan jabatan, baru-baru ini.

Situ atau waduk yang dianggap lahan tidur, mungkin sudah diincar para pengembang (developper), mengingat Jakarta menjadi pasar properti yang terus bertumbuh, dan bahkan menurut hasil survai, tergolong harga tertinggi di Asia. Hal ini didukung keterbatasan suplai properti di Jakarta, tapi permintaan properti cukup tinggi.

Areal situ atau waduk yang umumnya tergolong luas dan strategis, sangat menjanjikan untuk memperoleh keuntungan besar bila dijadikan arena pembangunan proyek properti. Pemprov DKI harus mewaspadai hal ini, sehingga harus cepat bertindak agar situ atau waduk tersebut bisa tetap berfungsi pengendali banjir dan menjadi ruang publik yang nyaman dan menawan bagi warga kota.

Waduk Ria Rio

Waduk Ria Rio di daerah Pulomas sudah lama tidak terurus, sehingga memberi peluang bagi para penggarap lahan untuk dijadikan tempat tinggal. Waduk yang cukup luas di sebelah utara bekas Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Timur itu, bahkan merusak pemandangan dan dikhawatirkan dijadikan tempat mesum, padahal fungsinya amat vital sebagai penampung air dari saluran pembuangan air kawasan perumahan Pulomas dan sekitarnya, untuk kemudian dipompa ke Kali Sunter.

Saat ini kawasan waduk tersebut akan direvitalisasi menjadi waduk seluas 7 hektar dan bantaran waduk berupa daratan seluas 18 hektar akan dijadikan taman terbuka dan areal komersial. Sebagai konsekwensinya harus memindahkan sekitar
350 keluarga dari kawasan tersebut.

PT Pulomas Jaya, perusahaan daerah milik Pemprov DKI Jakarta, yang mengelola kawasan tersebut hanya bersedia memberikan kompensasi pindah sebanyak Rp1 juta untuk setiap keluarga penggarap. Sedangkan Pemprov DKI Jakarta akan menampung mereka di rumah-rumah susun di Cipinang Besar Selatan, Pinus Elok, Komaruddin Pulogebang, atau Marunda. Tetapi, warga menolak kompensasi hanya Rp 1 juta, yang dinilai terlalu sedikit.

Namun, Wakil Guberrnur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama mengatakan, kemungkinan pembongkaran rumah warga akan dilakukan akhir bulan ini. Rumah-rumah tersebut akan dibongkar sekaligus, agar pembangunan waduk bisa segera dilaksanakan.

Sambil menunggu penampungan rumah susun yang mereka pilih siap ditempati, warga bisa menyewa dulu rumah di tempat lain. Berarti, ada kemungkinan besaran kompensasi ditambah. Gubernur Jokowi mengakui, aparat bawahannya masih melakukan pendekatan dengan warga. Gerak dwi tunggal Pimpinan Pemprov DKI ini, memang patut diacungi jempol. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS