Pemilik Dana yang Ambil Keputusan

Loading

DSC_0165.jpg2

Oleh: Fauzi Aziz

 

KITA terus mengikuti perkembangan tax amnesty melalui pemberitaan berbagai media. Cukup positif perkembangan yang diperoleh. Menteri Keuangan berharap terjadi peningkatan dana repatriasi yang cukup besar, sehingga bisa meningkatkan potensi kegiatan ekonomi Indonesia.

Kita menyadari upaya ini tidak mudah karena repatriasi bagi pemilik dana adalah soal pilihan dan kepastian. Kalau soal terkait dengan deklarasi aset dan membayar uang tebusan bagi para pemilik aset barangkali tidak dipandang sebagai beban yang berat karena logikanya mengatakan bahwa menjadi warga negara Indonesia yang baik, adalah jika mampu membayar pajak dengan baik kepada negara.

Kalau tidak salah, dana repatriasi yang ditargetkan masuk selama periode pengampunan pajak hingga Maret 2016 sebesar Rp 1.000 triliun dan uang tebusan Rp 165 triliun.

Data yang direlease banyak media nasional yang terbit Rabu 28 September 2016, diperoleh informasi bahwa dana repatriasi dari luar negeri baru mencapai Rp 128 triliun atau baru 12% dari target. Data lain mengatakan bahwa deklarasi dalam negeri sudah mencapai Rp 1.719 triliun dan deklarasi luar negeri senilai Rp 666 triliun. Uang tebusan hingga kini baru mencapai Rp 75,3 triliun atau 45,63 dari target.

Khusus mengenai dana repatriasi ini yang sudah masuk ke Indonesia, berapapun nilainya sampai batas akhir adalah akan menjadi sumber dana investasi yang sangat diperlukan untuk membiayai proyek-proyek investasi prioritas nasional, baik di bidang infrastruktur maupun untuk diinvestasikan melalui instrumen pasar uang, pasar modal dan investasi di sektor riil.

Bagi bank persepsi, manajer investasi mendapat tugas berat dari pemilik dana untuk bisa mengkapitalisasi aset likuidnya menjadi capital gain, imbal hasil dan return yang menarik. Jaminan ini sangat diperlukan. Karena itu, pemilik dana selalu berfikir kalau dana dibawa pulang hasilnya tidak maksimal, boleh jadi mereka akan kecewa, apalagi mengalami kerugian. Memang berinves tasi selalu ada resiko, bisa berhasil, bisa juga gagal.

Dari sisi pemilik dana, mereka mempunyai hak penuh untuk menentukan pilihan investasi dan membutuhkan kepastian bahwa pilihan investasinya dijamin aman dan menguntungkan. Untuk menjadi perhatian pemerintah adalah bahwa sekali melangkah pantang menyerah meskipun banyak pihak, termasuk ADB mengatakan keraguannya pelaksanaan progam tax amnesty tidak akan berhasil.

Indonesia memang perlu dana besar untuk megembangkan investasi. Selama ini investasi pisik baru menyumbang PDB pada kisaran 30%. Kita berharap angkanya bisa mencapai paling sedikit 40% terhadap PDB. Target ini yang akan terus diupayakan untuk dicapai dan pemerintah telah menempatkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama dan pertama dalam pembangunan ekonomi yang hingga tahun 2019 memerlukan dana investasi Rp 5.000 triliun atau tiap tahun rata-rata Rp 1.000 triliun.

Di luar ini adalah mengembangkan investasi di sektor manufaktur yang dalam RIPIN, nilai investasinya tahun 2020 akan mencapai Rp 618 triliun dan industri manufaktur pada tahun tersebut akan tumbuh 8,5%, yang diharapkan nilai ekspor produk manufaktur bisa berkontribusi terhadap total ekspor nasional 69,8%.

Mencermati apa yang menjadi target pemerintah tersebut, dua langkah penting yang harus dilakukan adalah menyehatkan iklim investasi dan memberikan jaminan kepastian hukum. Adanya rencana pemerintah akan mengeluarkan kebijakan di bidang hukum sebagai bagian dari keseluruhan paket kebijakan ekonomi, iklim investasi dapat semakin menjanjikan.

Dalam sistem ekonomi yang liberal, pemerintah dan investor mempunyai intrest yang berbeda dan ini bersifat alamiah saja. Pemerintah berfikir benefit, sedangkan investor lebih berfikir profit.

Pemerintah boleh berkuasa, tetapi uang dan pemiliknya tidak bisa dipaksa untuk dikapitalisasi dimana.

Repatriasi dan investasi penting, tetapi mau pulang kampung atau tidak dan asetnya akan diinvestasikan dimana, pemilik dana yang akan mengambil keputusan.

Pemerintah pada akhirnya seperti keyakinan idiologi Alan Greenspan bahwa pasar paling tahu apa yang terbaik dan pemerintah akan melakukan tugasnya dengan sangat baik apabila memberi jalan. Artinya peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dalam membuat kebjakan dan progamnya harus pro pasar.

Repatriasi dan investasi adalah bukan hal baru. Proses ini akan terus berjalan dan terjadi dimana-mana. Kishore Mahbubani dengan sangat percaya diri meyakini bahwa telah terjadi pergeseran kekuatan global ke Timur sudah tidak terelakkan lagi. Dan ini menjadi kenyataan,meskipun Tiongkok sebagai lokomotifnya kini sedang mengalami kelesuan ekonomi. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS