Penanganan PGOT Tidak Manusiawi

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

CILACAP, (Tubas) – Penyelesaian masalah pengemis, gelandangan, dan orang terlantar (PGOT) yang hanya main garuk dan buang dikeluhkan Satpol PP Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Pasalnya, di samping terhambat persoalan sarana yang memadai, juga tindakan yang dilakukan selama ini hanya dengan “tukar tempat” saja. Antardaerah hanya saling lempar PGOT yang sudah digaruk.

“Penanganan pengemis dan gelandangan bisa diatasi dengan menampung mereka di panti rehabilitasi di wilayah Kroya. Namun penanganannya masih cukup rumit, karena terbatasnya sarana yang memadai dan minimnya koordinasi antar daerah,” kata Kepala Satpol PP Cilacap, Paulus Triyanto melalui Kabid Tibum, Yuliaman Sutrisno.

Dia menjelaskan keterbatasan sarana penampungan PGOT dan minimnya koordinasi antar daerah membuat penanganan orang terlantar masih dengan model garuk dan buang. Kondisi tersebut dinilai tidak menyelesaikan masalah, karena antar daerah hanya saling tukar saja.

Parahnya lagi, wilayah Kabupaten Cilacap berbatasan dengan banyak kabupaten, seperti Banjar, Banyumas, dan Kebumen sehingga sering menerima drop-dropan PGOT dan orang gila. Tidak hanya dari wilayah sekitar, namun dari wilayah Jawa Barat, Solo, dan sebagainya. Modusnya yaitu dengan menempatkan mereka di kereta barang.

Menyikapi hal tersebut, Yuliaman mengatakan, penanganan yang dilakukan dengan mengirim yang sakitnya tidak terlalu parah ke RSJ di Banyumas dan Magelang, atau panti rehabilitasi di wilayah Boja dan Semarang.“Itu pun kuotanya terbatas dan lama perawatan maksimal 15 hari. Jika kuota di RSJ penuh, terpaksa kembali dibuang ke luar daerah,” ujarnya.

Langkah saling buang ini dinilai kurang manusiawi. Yang layak adalah membangun panti bersama untuk rehabilitasi orang gila. Satu kabupaten ada satu panti rehabilitasi. Jika tidak memungkinkan, satu eks-karesidenan satu panti. “Pembiayaanya dari pemerintah provinsi,” tegasnya.

Yuliaman menambahkan pernah menghitung untuk membangun sarana penampungan dibutuhkan anggaran sekitar Rp 500 juta, karena sejumlah fasilitas tertentu seperti ruang terbuka untuk penyegaran dan MCK khusus. “Kami sudah mengajukan telaah staf, tapi belum ada hasilnya,” ungkapnya. (estanto)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS