Pendidikan Khusus Insklusi Perlu Perhatian

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

SOLO, (Tubas) – Dalam pernyataan Salamanca tentang insklusi (The Salamanca Statement Of Insklusive),yang diteken para delegasi konferensi dunia tentang pendidikan khusus dari 92 pemerintah dan 25 Organisasi Internasional, di Salamanca, Spanyol 7-10 Juni 1994,maka di Indonesia sesuai Amanat UUD 45 bahwa setiap Warga Negara berhak mendapatkan Pendidikan, tak terkecuali untuk anak yang mendapat pendidikan khusus insklusi.

Untuk kategori anak yang mendapatkan pendidikan khusus insklusi,yakni anak yang didiagnosis mengalami ADD (Attention defisit disorder), gangguan yang ditandai dengan gejala daya konsentrasi dan kontrol diri yang rendah. Selanjutnya anak yang didiagnosis mengalami ADHD (Attention defisit hyperactive disorder),jenis gangguan perilaku yang ditandai dengan gejala daya konsentrasi dan kontrol diri yang rendah, plus memiliki aktivitas tinggi, tapi tidak terarah ( hiperaktif ). Sedangkan kategori lain anak yang kesulitan belajar, gangguan sindrome down dan anak yang hidup dalam dunianya sendiri (autisme).

Guna memberikan pendidikan khusus insklusi, sekolah reguler pun harus bisa menerima siswa yang masuk dalam kategori insklusi, sama dengan anak-anak normal lainnya. Ke depan  di Indonesia setiap sekolah akan diadakan pendidikan khusus insklusi.

Menanggapi hal tersebut kepada tubasmedia.com Kepala Sekolah SDN Petoran Jebres,Solo Suwarno S.pd menjelaskan, pihaknya ingin sekali Pendidikan Khusus Insklusi mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah Pusat maupun Daerah “Yang kami harapkan anak yang mendapatkan Pendidikan Khusus Insklusi ini, dalam standar penilaian UN (Ujian Negara) jangan disamakan dengan siswa lain. Soal nilai, kelulusan, serta STTB biarlah dari pihak sekolah,” urainya.

Suwarno menambahkan, saat ini SDN Petoran Pendidikan Insklusi sudah berjalan hampir lima tahun, rata-rata per kelas ada 3 atau 4 siswa inklusi.Diharapkan dengan adanya Pendidikan Khusus Insklusi ini, jangan sampai membuat orang tua maupun siswa menjadi rendah diri. “Kalau bisa Pendidikan Khusus Insklusi ini sampai ke jenjang pendidikan selanjutnya, yakni SMP atau SMA, bahkan Perguruan Tinggi,” harapnya. (sugeng r)

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published.