Pengamat Ekonomi Dadakan Bermunculan

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

 

ISU soal utang Indonesia kembali memanas. Seiring dengan itu, di negeri ini tiba-tiba bermunculan banyak pengamat ekonomi yang dengan terbuka di depan publik mempublikasikan hasil pengamatannya.

Tanpa tedeng aling-aling pengamat dadakan itu membeberkan angka-angka yang kita tidak tau mereka dapat pungut dimana itu angka.

Masyarakat sebenarnya tidak terlalu risih jika banyak pengamat ekonomi di negeri tercinta ini. Fine-fine saja.

Hanya saja, masyarakat mengharapkan hadirnya pengamat ekonomi yang kredible, yang handal dan yang bermutulah. Jangan karbitan dan tidak faham sama sekali. Mbok ya penganat yang keluaran sekolahan ekonomilah.

Bukan ujug-ujug dari professi artis penyanyi misalnya, karena dekat dengan politisi, tiba-tiba jadi bebas mengomentari utang dan kondisi ekonomi nasional.

Aktifis kemanusiaan juga dengan bebasnya membeberkan kondisi utang dan keuangan negara. Darimanalah mereka tau seluk beluk perekonomian secara rinci.

Kalau bicara soal utang, kita fikir tidak semua utang itu negatif adanya. Utang atau pinjaman jika dipakai atau digunakan untuk membangun infrastruktur di negeri ini dan bangunan itu secara fisik nyata adanya, tidak mangkrak seperti bangunan-bangunan terdahulu, why not?

Namun jika utang semakin numpuk, sementara rakyat tidak menikmati adanya pembangunan dan ternyata uang pinjaman itu dikorup oleh para pejabat negara melalui partai politiknya, yah…ini yang tidak dibenarkan.

Harusnya pengamat ekonomi dadakan itu membahas uang rakyat atau uang negara yang dirampok oleh para koruptor itu. Bukan ngerecokin yang sedang bekerja. Sory ya, tulisan ini bukan ingin membela siapa-siapa. Serius!

Tapi tulisan ini menginginkan agar para pengamat ekonomi, memberi keterangan yang rinci, teruji, akurat, tidak menyesatkan kepada khalayak ramai yang nota bene kurang faham tentang ekonomi yang menyangkut utang dan pinjaman.

Jangan hanya karena kepentingan politik, mereka secara mendadak menjadi tau tentang lika-liku ekonomi secara nasional bahkan secara internasional yang nyatanya tidak tau sama sekali.

Jangankan di kalangan pengamat dadakan, di kalangan eksekutif dan legislatif-pun soal utang negara ini beda pendapat dan saling tuding. Dalam hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani punya penilaian berbeda soal pengelolaan utang oleh pemerintah dengan Ketua MPR, Zulkifli Hasan.

Satu pihak mengatakan, APBN kita berada dalam keadaan sehat, namun di lain pihak (sudah pasti pihak oposisi) menyebut kondisi perekonomian nasional sedang sakit keras.

Disebut sehat karena secara produktifitas, pembangunan berjalan semakin baik dimana hal itu ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang trennya naik.

Disebut sakit keras karena banyak rakyat tidak makan bahkan membeli untuk sebutir telor-pun katanya tidak bisa lagi Makan dan tidak makan ini juga masih simpang siur, datanya dari mana itu.

APBN sebagai instrumen fiskal sekaligus penggerak perekonomian juga disebut kelompok petahana menunjukkan kemajuan yang bertahap bagi kemakmuran rakyat yang ditunjukkan dengan angka kemiskinan yang menurun, jumlah pengangguran yang menurun.

Meski demikian pemerintahan Jokowi-JK yang disebut taat membayar utang cicilan mari kita tanya seberapa bahayanya utang negara terhadap keberlangsungan pembangunan dan apakah pemerintah bisa melunasinya? Apakah negeri ini bisa hidup tanpa utang? (penulis seorang wartawan)

CATEGORIES
TAGS