Penguatan Ekonomi Domestik Menjadi Fokus, Apa Maknanya

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

KETIKA kinerja ekonomi global secara agregat mengalami penurunan seperti yang terjadi akibat krisis hutang di zona Euro dan krisis di AS, hampir semua negara menoleh untuk berusaha mengamankan pertumbuhan ekonomi domestiknya.

Minimal jangan sampai terjadi pertumbuhan negatif seperti yang pernah kita alami saat Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1998. Negara dengan jumlah penduduk besar seperti China, India dan Indonesia mecoba mencari jurus yang jitu guna membangun kekuatan ekonomi domestik sebagai fokus kebijakannya.

Ada atau tidak ada krisis global, kebutuhan untuk membangun kekuatan ekonomi domestik adalah wajib hukumnya dan bersifat given. Menjadi bersifat wajib dan given karena kalau ekonomi domestiknya tidak kuat sangat sulit bagi negara yang bersangkutan akan mampu bersaing dan sekaligus memiliki daya tahan bermain dalam percaturan global yang iklim persaingannya ketat.

Jadi membangun kekuatan ekonomi domestik adalah sebuah kebutuhan kita bersama dan karena itu semua pihak ikut bertanggung jawab untuk mewujudkannya, baik itu pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Makna esensial dari penguatan ekonomi domestik menjadi fokus adalah bukan hanya sekedar pengelolaan kebijakan moneter dan fiskal yang prudent, tetapi lebih luas dari itu.

Dengan demikian berarti bahwa penguatan ekonomi domestik hakekatnya adalah bisa berdimensi, makro, mikro, politik ekonomi, politik anggaran dan bahkan bisa beririsan dengan dimenesi budaya ekonomi. Yang kesemuanya itu diharapkan bangsa ini pada suatu masa memiliki peradaban ekonominya sendiri yang bisa berwujud dalam bentuk kemandirian, swasembada, kedigdayaan, kemantapan, kestabilan, kebanggaan dan percaya diri yang potensi sumber dayanya cukup tersedia di dalam negeri.

Dengan begitu, kalau kita berniat akan fokus kepada penguatan ekonomi domestik sebagai sumber utama mesin pertumbuhan, maka pemerintah, dunia usaha dan masyarakat harus membuat kesepakatan tentang mainstream ekonomi Indonesia yang baru.

Hal itu dimulai dengan menyepakati landasan atau falsafah ekonomi yang akan kita anut, menyepakati tentang doktrin politik ekonomi yang akan kita jadikan acuan, sampai menyangkut hal-hal bagaimana mekanisme untuk melibatkan masyarakat secara langsung sebagai obyek dan subyek pembangunan ekonomi bangsa tanpa harus meninggalkan budaya ekonomi bangsa yang kalau kita gali kembali bisa menjadi faktor stimulus yang bercirikan khas Indonesia.

Berdasarkan semangat itu, maka segala bentuk kebijakan ekonomi bangsa yang akan dikembangkan harus secara taat azas berorientasi dan merujuk kepada falsafah dan doktrin ekonomi yang sudah disepakti. Termasuk didalamnya bagaimana merumuskan politik anggaran dan kebijakan politik ekonomi luar negeri Indonesia di zaman mendatang yang pertarungannya akan lebih sengit dan seru dalam memperebutkan soal pangan dan energi.

Kalau sekarang ini kita harus jujur mengakui memang pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak termasuk yang jelek, tapi kita juga harus berani jujur mengatakan kepada rakyat bahwa meskipun demikian sesungguhnya struktur ekonomi bangsa ini tidak terlalu kuat juga. Mengapa? karena masih banyak PR yang harus kita kerjakan dalam rangka membangun kekuatan ekonomi domestik dan ini sudah banyak diulas.

Jujur juga harus diakui bahwa sejatinya pengelolaan sistem ekonomi yang sekarang terjadi adalah sangat fragmentatif dan sangat kuat diwarnai oleh conflict of interest. Yang penting ada pertumbuhan tapi sejatinya rentan dan tidak kuat. Buktinya kita sekarang mengalami defisit neraca transaksi berjalan.

Tahun 2010 kita mengalami defisit perdagangan minyak senilai 8,6 miliar dolar AS. Tahun 2011 nilai defisitnya membengkak menjadi 17,5 miliar dolar AS dan para pengamat ekonomi memperkirakan tahun 2012 bisa mencapai 20 miliar dolar AS. Neraca transaksi berjalan pada kuartal I tahun 2012 mencapai 3,2 miliar dolar AS dan pada kuartal II-2012 naik menjadi 6,9 miliar dolar AS.

Angka-angka tersebut meskipun bisa dianggap situasional, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya arsitektur dan fondasi ekonomi nasional memang perlu direkronstruksi kembali. Dan kalau rekonstruksinya itu akan difokuskan ke penguatan ekonomi domestik, maka pembenahannya tidak cukup hanya bersifat kosmestik tapi perlu dilakukan dengan pembenahan menyeluruh yang lebih fondamental, baik yang berdimensi filosofis, sosiologis, politis maupun budaya.

Delapan megatrendnya China landasannya yang dibangun kira-kira juga seperti itu bahwa membangun kemandirian dan kedigdayaan ekonomi suatu bangsa tidak cukup hanya mengandalkan kepada kepada satu pilar saja yakni pilar ekonomi, tapi harus bersifat multi pilar. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS