Penyakit Kuru Berjangkit Akibat Kanibalisme

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Siapa yang suka makan gulai otak sapi, otak kambing, atau otak ayam? Makanan dengan otak hewan sebagai bahan baku banyak disenangi karena rasa dan teksturnya yang unik. Namun tahukah kamu ada satu suku di Papua Niugini yang gemar menyantap otak manusia yang telah meninggal? Suku Fore adalah suatu suku di Papua Niugini yang mempraktikan kanibalisme sebagai ritual adatnya.

Dilansir dari National Center for Biotechnology Information, ketika ada yang meninggal, tubuh manusia tersebut akan dikonsumsi oleh kerabatnya kecuali kantung empedunya yang pahit. Otak mayat hanya dikonsumsi oleh wanita dan anak-anak, sedangkan dagingnya kebanyakan dimakan oleh pria dewasa. Bahkan tulang-belulangnya pun ditumbuk untuk kemudian dimasak dan dimakan.

Di sisi lain, orang-orang di Suku Fore banyak mengalami kematian akibat suatu penyakit yang tidak diketahui asalnya, yang ternyata panyakit kuru.

Kuru diambil dari bahasa Fore yang berarti menggigil atau gemetar. Awalnya Suku Fore mengira penyakit kuru adalah sihir jahat. Kemudian Dr. D Carleton Gajdusek dan Vincent Zigas meneliti dan menemukan ini sebagai penyakit menular. Dilansir dari National Center for Biotechnology Information, penyakit kuru adalah penyakit neurodegeneratif menular karena infeksi prion (protein penyebab penyakit) dalam jaringan otak manusia.

Prion dalam otak jasad yang dimakan oleh wanita dan anak-anak akan menjadi agen infeksi. Menyebabkan kebanyakan anak-anak dan wanita di Fore menderita penyakit kuru dibanding pria dewasa yang kebanyakan memakan daging dari jasad. Penyakit kuru adalah penyakit yang menyerang otak kecil yang bertanggung jawab atas koordinasi dan keseimbangan. Infeksi prion menghambat kerja otak dan menurunkan fungsinya secara keseluruhan.

Dilansir dari Healthline, gejala awal penyakit kuru adalah sakit kepala, nyeri sendi, tidak stabil saat berjalan, dan koordinasi gerakan tubuh yang buruk. Pada tahap selanjutnya penderita akan mengalami ketidakmampuan berjalan, cadel, tremor, otot berkedut atau kejang, tertawa dan menangis secara acak dan kompulsif.

Pada tahap akhir penderita akan tetap mengalami gejala sebelumnya namun ditambah dengan kehilangan kemampuan untuk bicara, kesulitan menelan, dan dimensia. Sayangnya tidak ada obat untuk penyakit kuru. Kehilangan koordinasi fungsi tubuh akibat prion tidak dapat disembuhkan, karena prion juga sulit untuk dihilangkan dari otak. Satu-satunya cara pencegahan penyakit kuru adalah mengahpuskan praktik kanibalisme. Namun tenang saja, Suku Fore telah menghentikan praktik kanibalismenya sekitar 50 tahun yang lalu. (ris)

 

CATEGORIES
TAGS