Perizinan Memang Sudah Satu Pintu, Tapi Banyak Meja…

Loading

Meja-kerja-karyawan

Oleh: Fauzi Aziz

ADMINISTRASI publik dan hukum publik telah melahirkan beragam kewenangan di negeri ini. Presiden benar yang mengatakan bahwa kebijakan adalah kewenangan presiden. Para menteri/kepala lembaga, gubernur/bupati/wali kota dan kepala desa adalah pelaksana kebijakan. Sampai batas ini clear.

Namun negeri ini ada sejumlah wilayah administrasi publik yang harus diurus mereka.Wilayah administrasi publik ini di dalamnya melekat sejumlah kewenangan administrasi yang menjadi tanggungjawab para menteri/kepala lembaga, para gubernur/bupati/walikota dan kepala desa.

Contoh, pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri menjadi wewenang Menteri Perindustrian. Namun pada kenyataan sejumlah kementrian juga melayani kebutuhan industri karena secara administrative  kewenangannya menjadi urusan menteri lain. Misal pengaturan, pembinaan dan pengembangan bahan baku agro di tingkat on farm menjadi urusan Menteri Pertanian. Begitu pula yang terkait dengan bahan baku mineral dan batubara menjadi urusan Menteri ESDM.

Belum lagi kalau mau impor bahan baku menjadi urusannya Menteri Perdagangan. Belum lagi di tingkat propinsi/kabupaten/kota ada sejumlah urusan yang menjadi tanggungjawab mereka. Sekat-sekat ini secara administrasi masih ada. Oleh sebab itu, sejumlah kalangan ada yang menyebut pengelolaan sektor perekonomian di negeri ini dilakukan secara prosedural. Apakah harus demikian. Harusnya tidak.

Sistem ekonomi produksi harusnya berada dalam satu framework sistem administrasi publiknya. Ketika bahan-bahan tadi akan di-industrialisasi maka pelayanan administrasi perizinan selesai di tangan Menteri Perindustrian, termasuk jika bahan baku impor. National single window harusnya mengakomodasi bekerjanya sistem one stop service di tingkat sektor.

Kasus pelayanan di pelabuhan terjadi karena satu urusan di pelabuhan ternyata banyak kapling wilayah administrasi yang kewenangannya berbeda-beda. Penyelesaian masalahnya bukan melalui koordinasi, tetapi lebih tepat dilakukan melalui sistem satu pintu diproses paling hilir. Ini bukan hal yang susah. Yang menjadi masalah manakala dengan adanya kewenangan administrative,  mereka keberatan jika haknya dialihkan.

Pengalihan ini adalah ranah kebijakan. Karena itu, menjadi wewenang Presiden melakukan terobosan kebijakan tanpa harus melanggar peraturan perundangan. Sistem satu pintu di BKPM untuk administrasi perizinan sudah bisa dilaksanakan untuk PMA. Harusnya untuk PMDN juga dilakukan oleh BPKM. Sekarang memang sudah satu pintu, tapi masih “banyak meja”.

Kalau sektornya berkaitan langsung dalam satu rangkaian proses produksi semestinya administrasi perizinannya cukup satu saja. Dan supaya tidak saling klaim, tepat dilakukan oleh BKPM. Kita tahu di luar sistem perizinan masih banyak lagi pekerjaan administrasi  publik yang harus dipenuhi oleh masyarakat dan dunia usaha.

Kegiatan ekonomi memang perlu ada pengaturannya. Tetapi manakala dalam proses bisnisnya terjerat oleh banyak sekat administrasi, mereka bisa patah arang dan bisa frustasi. Ujungnya wait and see. Debirokratisasi adalah solusinya dan ini belum dilaksanakan dengan sepenuh hati. Debirokratisasi pasti banyak yang tidak suka, khususnya di kalangan birokrasinya sendiri. Biasanya mereka beralasan cukup klasik, yakni kesulitan melakukan pembinaan.

Senjata cakra atas nama pembinaan cukup sakti dipakai alasan untuk menolak debirokratisasi dan reformasi birokrasi. Padahal kalau ditanyakan bagaimana cara pembinaan itu dilaksanakan, jawaban yang keluar bisa seribu satu macam. Kata pembinaan ini barangkali perlu diganti agar tidak menjadi tempat berlindung bagi birokrasi yang gemar menangani perizinan/rekomendasi. Birokrasi paling senang kalau tamunya banyak yang datang minta tolong, minta dibantu atau difasilitasi. Budaya ini belum hilang sama sekali. Akibat dari fenomena ini, budaya kerja birokrasi agar lebih fokus menangani hal yang bersifat strategis dan banyak menggunakan pikiran kurang diminati.

Masih banyak yang lebih menyenangi pekerjaan yang bersifat administrasi dan melayani tamu, karena siapa tahu juga dilayani oleh yang berurusan dengannya. Administrasi publik tetap diperlukan, tetapi kalau terlalu banyak sekat-sekatnya, akan berdampak tidak baik bagi masyarakat dan dunia usaha yang memerlukan pelayanan yang cepat, mudah dan murah serta berkualitas. (penulis adalag pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS