Perlu Perubahan Mental Pegawai untuk Mendukung Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Jakarta

Loading

Oleh: Anthon P Sinaga

ilustrasi

JAKARTA akan membuat terobosan baru pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Tepat pada hari ulang tahun ke-467 kota Jakarta, rencananya PTSP ini diterapkan di seluruh kelurahan dan kecamatan di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Hal itu ditegaskan sebagai instruksi dari Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, pekan lalu. Namun, apakah terobosan baru itu bisa diikuti oleh pegawai Pemprov DKI Jakarta yang sudah terbiasa kerja lamban, terkotak-kotak dan ingin dilayani selama ini, sungguh masih menjadi perjuangan berat bagi Ahok, apalagi ia hanya berjuang sendirian saat ini.

Menurut Ahok, panggilan akrab Wagub yang kini menjadi orang nomor satu setelah partnernya Joko Widodo yang dulu rajin blusukan resmi menjadi calon Presiden RI, peningkatan pelayanan publik ini wajib dilaksanakan oleh bawahannya, khususnya wali kota, camat, dan lurah. Ketiga institusi perpanjangan tangan gubernur yang berada di tengah masyarakat itu, diharuskan bisa berperan sebagai manajer pelayanan publik.

Menurut Ahok, setiap wali kota harus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik di wilayahnya, khususnya di tingkat kecamatan dan kelurahan. Kini hanya tinggal mengisi infrastruktur dan personel yang kompeten untuk melaksanakan tugas di kantor PTSP tersebut.

“Seluruh pegawai di kantor PTSP harus menguasai semua bidang terkait pelayanan publik. Dengan demikian, layanan lancar dan tidak akan ada penumpukan pelayanan di satu loket. Kami ingin masyarakat mengurus apa saja cukup di kelurahan dan kecamatan,” kata Ahok ketika melakukan kunjungan lapangan ke kantor PTSP yang belum efektif di Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Dikatakan, paling tidak, ada enam orang yang bertugas di kantor PTSP di tingkat kelurahan dan kecamatan. Mereka akan dilatih mengurus berbagai bidang. Warga tidak perlu lagi menunggu lama, hanya karena petugas tidak memahami caranya, atau ada yang beralasan bukan bidangnya.

Warga diharapkan bisa mengurus berbagai pelayanan publik di kelurahan atau kecamatan yang dekat dengan tempat tinggalnya. Dengan demikian, mobilitas warga pun berkurang, sehingga berdampak pula pada pengurangan kepadatan lalu lintas kendaraan.

Selama ini memang sudah ada kantor PTSP di setiap kantor wali kota di Jakarta, tetapi kenyataannya hanya semacam formalitas, karena urusan selanjutnya masih diserahkan untuk ditangani bidang masing-masing dengan prosedur yang panjang dan tidak ada kepastian kapan urusan selesai.

Sebenarnya, yang amat diperlukan dalam peningkatan pelayanan publik ini, adalah merombak dulu mental pegawai yang menjadi pelayannya. Mental petugas di kantor pemerintah selama ini belum bisa melayani sepenuh hati. Selalu menuntut ada imbalan atas pelayanan yang dilakukan. Buktinya, kalau diberi imbalan atau disogok, segala urusan pasti bisa cepat selesai. Padahal, sebagai pegawai pemerintah, ia telah diberi gaji bulanan dan mendapat berbagai tunjangan atau gratifikasi untuk melaksanakan pekerjaannya.

Makanya, apa yang menjadi motto kampanye Jokowi-JK dalam Pemilu Presiden tahun 2014 ini, perlu revolusi mental, sungguh tepat untuk dilaksanakan agar pelayanan publik semakin maju ke depan. Kita memerlukan perubahan mental dan ketaatan atas tanggung jawab di bidangnya masing- masing. Motto “kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah” harus segera dilenyapkan.

Simpul-simpul birokrasi juga perlu diperringkas, tidak hanya di pemerintahan daerah, tetapi juga di kantor-kantor pelayanan masyarakat yang masih berinduk langsung ke pusat, seperti di kantor badan pertanahan nasional (BPN) dengan bagian-bagiannya yang seolah-olah menjadi penguasa kerajaan masing-masing.

Diharapkan, dengan adanya terobosan baru yang sudah dibuktikan selama pemerintahan Jokowi-Ahok dua tahun berjalan ini, pelayanan publik di DKI Jakarta semakin baik. Mental pegawai yang sengaja memperlambat pelayanan publik untuk tujuan agar diberikan imbalan, perlu diubah dengan sistem perekrutan jabatan yang transparan dan akuntabel.

Untuk mengefektifkan tujuan baik PTSP ini, perlu ditentukan jenis-jenis pelayanan publik yang diprioritaskan. Misalnya, melayani masyarakat untuk mengurus akta kelahiran, akta perkawinan dan akta kematian. Harus ditetapkan dulu standar operasional prosedur (SOP)-nya. Sekarang ini untuk mengurus ketiga akta tersebut masih harus melalui berbagai simpul-simpul birokrasi.

Petugas yang melayani di berbagai simpul birokrasi itu pun, seolah-olah jual jasa dan masyarakatlah yang paling butuh. Padahal di kota Bandung saat ini, justru Pemerintah Kotalah yang mengantar langsung akta kelahiran seorang anak ke tempat ibunya melahirkan. Mungkin pelayanan akta perkawinan dan akta kematian, bisa dipermudah lagi dengan SOP yang baru. ***

CATEGORIES
TAGS