Politik Anggaran Salah Orientasi

Loading

Oleh: Fauzi Azis

ilustrasi

ilustrasi

DALAM pemanfaatannya, APBN sebagai fungsi alokasi, distribusi dan pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya berhasil sementara tiap tahun, volume APBN nilainya kian besar. Namun dalam perencanaan dan pelaksanaannya belum mampu memberikan jawaban kebutuhan pembangunan yang dapat mensejahterakan rakyat.

Fungsi APBN untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat difahami secara tidak tepat bahkan terasakan orientasinya lebih banyak bermuatan charity dan sekedar untuk menyenangkan rakyat, bukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini terjadi karena para politisi Senayan punya kepentingan sendiri membantu konstituen di dapilnya masing-masing.

Kita tahu beberapa waktu yang lalu ada progam yang muatannya adalah pembangunan infrastruktur daerah atau disingkat PPID yang kemudian progam ini “dicurigai” hanya sebagai tempat sarang penyamun. Jelang pileg tahun ini tidak tertutup kemungkinan progam-progam sejenis dapat bermunculan dalam kemasan yang lain.

Progam ini pada dasarnya hasil inisiasi dari komisi atau bisa jadi inisiasi dari fraksi DPR di Senayan. Anggarannya tetap berada di kementrian/lembaga yang bersangkutan sebagai mitra kerjanya. Salah orientasi berikutnya terjadi karena progam yang sekarang melekat secara institusional di kementrian/lembaga telah melahirkan suatu postur anggaran yang muatannya lebih kuat menggambarkan bahwa APBN sebagian besar terpakai untuk keperluan belanja operasional.

Sedangkan pos pembelanjaan yang bersifat subsidi, hibah dan yang bermuatan charity tadi lebih menggambarkan betapa para politisi di parlemen ingin memanfaatkan momentumnya sebagai anggota dewan dalam menjalankan fungsi budgeting yang menjadi wewenangnya. Kalau dibaca dari dua dimensi alokasi yang seperti itu, jelas nampak politik anggaran negara kurang tepat dialokasikan, yaitu di satu pihak sebagian besar terpakai mendukung belanja kementrian/lembaga di pusat/daera dan ini adalah kepentingan mesin birokrasi. Di lain pihak sebagian besar terpakai untuk belanja subsidi, hibah dan proyek berbasis charity dan ini jelas adalah kepentingan mesin politik bagi sekitar 500 lebih anggota DPR.

Karena politik anggarannya salah orientasi, maka kita tidak terlalu kaget jika anggaran yang benar-benar dialokasikan untuk pembangunan, jumlahnya tidak terlalu besar. Telaahan kualitatif seperti ini belum memperhitungkan faktor nilai efisiensi, efektifitas,transparansi,dan akuntabilitas pengelolaan APBN. Dan juga belum memperhitungkan faktor bahwa sebagian dari anggaran tersebut bocor karena dikorupsi.

Ke depan, politik anggaran negara sebaiknya ditata ulang, baik yang berfungsi sebagai alokasi maupun yang berfungsi sebagai ditribusi. Begitu pula fungsinya sebagai pertumbuhan ekonomi benar-benar harus dapat dirasakan seluruh masyarakat. Pengelolaan anggaran yang selama ini berjalan bisa dikatakan seperti jeruk makan jeruk.

Pemerintah dan DPR yang menyusun dan mereka pulalah yang sejatinya lebih banyak yang memanfaatkan dengan segala kebaikan dan keburukannya. Sebaiknya progam ke depan nomenklaturnya diubah menjadi lebih berbasis pada progam pembangunan seperti progam propenas yang berlaku sampai dengan tahun 2004. ketimbang berbasis pada progam kementrian/lembaga yang pada akhirnya lebih kuat melahirkan penggunaan belanja operasional yang lebih besar. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS