Potensi Bisnis Industri MRO di Indonesia Capai USD 920 Juta

Loading

ok

FOTO BERSAMA -Menteri Perindustrian Saleh Husin didampingi Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan (kanan) berfoto bersama dengan Ketua Umum Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) Richard Budihadianto beserta para anggota IAMSA dan pendukung acara seusai peresmian pembukaan Konferensi Aviation Maintenance Repair and Overhaul Indonesia (AMROI) ke-4 di Jakarta, 20 April 2016.(ist/tubasmedia.com)

 

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Pesatnya pertumbuhan industri penerbangan di Indonesia membuka peluang usaha cukup besar pada industri perawatan dan perbaikan pesawat atau disebut maintenance, repair, and overhaul (MRO). Bahkan, diperkirakan di Asia Pasifik akan menjadi pusat pertumbuhan industri MRO pada tahun 2022.

Menteri Perindustrian Saleh Husin menghitung potensi bisnis industri MRO di Indonesia saat ini mencapai USD 920 juta dan dalam empat tahun ke depan bisa naik menjadi USD 2 miliar. “Untuk itu, kami tengah mendorong peningkatan kapasitas maupun kapabilitas industri MRO di Indonesia,” ujarnya pada Konferensi Aviation Maintenance Repair and Overhaul Indonesia (AMROI) ke-4 di Jakarta, Rabu (20/4).

Menperin mengatakan, sejak peraturan pemerintah mengenai industri jasa penerbangan di Indonesia mulai dilonggarkan pada tahun 2000, pertumbuhan jasa penerbangan melonjak tajam dalam satu dekade terakhir di Indonesia. “Sejumlah industri penerbangan saat ini bersaing ketat merebut pasar domestik dan regional,” ungkapnya.

Menurutnya, Indonesia dengan memiliki jumlah penduduk 250 juta dan wilayah yang cukup strategis, membutuhkan sarana transportasi udara untuk mendukung konektifitas antar pulau dan wilayah.

“Wilayah Indonesia mencakup sebaran lebih dari 17.000 pulau, membentang sepanjang 5.200 km dari timur ke barat dan 2.000 km dari utara ke selatan. Hal ini menjadi pasar yang sangat potensial bagi para investor dunia untuk membangun industri penerbangan di Indonesia,” papar Menperin.

Selanjutnya, potensi besar untuk industri penerbangan karena menawarkan kenyamanan dan waktu yang lebih cepat serta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memberikan multiplier effect bagi sektor lainnya.

Berdasarkan laporan International Air Transport Association (IATA), jumlah penumpang udara nasional akan mencapai 270 juta penumpang pada tahun 2034 atau naik lebih dari 300 persen dibanding pada tahun 2014 dengan jumlah sebanyak 90 juta penumpang.

“Diperkirakan Indonesia akan masuk 10 besar pasar penerbangan dunia pada tahun 2020, bahkan akan menjadi lima besar dunia pada tahun 2034,” kata Menperin.

Di sektor tenaga kerja, industri penerbangan global pada saat ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak 58 juta orang dengan nilai ekonomi mencapai USD 2,4 triliun. Diperkirakan dalam 20 tahun ke depan, industri penerbangan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak 105 juta orang dan menyumbang USD 6 triliun terhadap PDB dunia.

Saat ini, lanjut Menperin, industri penerbangan nasional memiliki 61 maskapai penerbangan niaga didukung oleh 750 pesawat, yang beroperasi terjadwal dan tidak terjadwal. Diperkirakan jumlah pesawat akan mencapai 1.030 pesawat pada tahun 2017.
Empat kebijakan strategis
Sementara itu, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan menegaskan, Kementerian Perindustrian telah menyiapkan empat kebijakan strategis dalam upaya pengembangan industri MRO Indonesia ke depan.

Pertama, memenuhi ketersediaan komponen pesawat dengan mendorong pembangunan industrinya. Hingga saat ini, beberapa industri komponen pesawat telah tumbuh dan berkembang, yang tergabung dalam Indonesia Aircraft and Component Manufacturer Association (INACOM).

“Kami mengharapkan industri MRO, industri jasa penerbangan, industri pesawat terbang bekerjasama dengan INACOM dan memprioritaskan komponen yang diproduksi industri dalam negeri, sehingga akan menghemat devisa dan turut mendorong tumbuhnya industri komponen dalam negeri,” tuturnya.

Kedua, peningkatan jumlah sumber daya manusia (SDM) industri MRO. Diperkirakan, Indonesia akan membutuhkan sebanyak 12-15 ribu tenaga ahli industri MRO hingga 15 tahun ke depan. Saat ini, sekolah-sekolah teknisi penerbangan di Indonesia hanya menghasilkan 200 tenaga ahli per tahun, sedangkan kebutuhannya mencapai 1.000 orang per tahun.

“Kementerian Perindustrian akan melakukan kerjasama atau bersinergi dengan kementerian terkait untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM industri MRO,” ujarnya. Di samping itu, Kemenperin akan memberikan dukungan melalui fasilitasi untuk peningkatan kemampuan dan kompetensi SDM kedirgantaraan nasional agar memenuhi kualifikasi dan standar nasional maupun international yang telah ditetapkan.

Ketiga, diperlukan pembangunan aerospace park atau kawasan Industri kedirgantaraan yang terintegrasi untuk mendukung industri kedirgantaraan dalam negeri. “Dalam aerospace park tersebut, terdapat industri pesawat udara, industri komponen pesawat udara, industri MRO, industri jasa penerbangan dan Industri pendukung lainnya, termasuk perguruan tinggi sebagai tempat pengembangan SDM kedirgantaraan,” jelasnya.

Dan, keempat, pemberian insentif untuk peningkatan daya saing industri kedirgantaraan nasional agar dapat tumbuh dan berkembang sehingga mampu menyerap pasar nasional dan Internasional. “Kami mengharapkan industri MRO di Indonesia semakin efisien dalam operasionalnya, dan dapat mencari celah serta terobosan-terobosan baru sehingga memiliki daya saing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean yang membuat persaingan usaha semakin ketat,” paparnya. (sabar)

 

CATEGORIES
TAGS