Potong Gaji Kepala Daerah yang Tak Bermutu

Loading

Oleh: Thoman Hutasoit

Thoman Hutasoit

Thoman Hutasoit

TERNYATA tahun 2012 ini, pemerintah Kota Depok adalah pemerintahan yang pelayanannya paling buruk se-Indonesia. Pemerintah ini “jeblok” alias tidak bermutu dalam hal melayani pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan melayani pemohon Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Demikianlah hasil survei yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dirilis Senin (11/12) kemarin di Jakarta. “Hare gene Pemkot Depok masih belon bisa melayani…,” agaknya begitu sindiran anak-anak muda Jakarta yang kepala daerahnya saat ini terus mengukir prestasi.

Bersama Depok, ada 16 pemerintahan daerah yang pelayanannya di bawah standar sepanjang tahun ini. Ke-16 itu adalah Kota Medan, Kota Cirebon, Kota Jayapura, Kota Bima, Kota Ternate, Kota Palu, Kota Kendari, Kota Bandung, Kota Serang, Kota Bengkulu, Kota Semarang, Kabupaten Jember, Kota Metro, Kota Bandar Lampung, kota Bekasi dan Kota Depok.

Adakah para pimpinan di Pemkot-pemkot itu merasakan malu setelah disematkannya peringkat jelek itu? Mungkinkah, misalnya, Wali Kota Depok Nur Mahmudi merasa tertampar dan lalu tidak enak makan, tak bisa tidur, malu semalu-malunya melihat tetangga dengan hasil survei itu.

Mungkinkah penilaian KPK itu dianggap sebagai aib? Saya rasa, tidak, sama sekali. Sebab birokrat kita sudah terlatih kebal muka. Kata kasarnya: sudah “bebal”. Istilah kasarnya: “urat malunya sudah dol”.

Tapi saya menganjurkan perlu dibuat sanksi yang sifatnya “istimewa” kepada kepala-kepala daerah yang telah terbukti pelayanannya “abal-abal” seperti ditunjukkan oleh survei KPK. Sanksi “istimewa” ini sebagai imbalan yang pas atas ketidakcakapannya melayani rakyat.

Sanksi tersebut adalah memotong gaji para pemimpin daerah yang kurang cakap itu. Jumlah yang harus dipotong dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ini bisa dibahas tersendiri. Misalnya berapa puluh persen setiap bulannya. Tetapi pemotongan kiranya sudah dapat diberlakukan sejak Januari 2013. Tepat awal tahun. Kita paham potongan gaji tidak akan “ngepek” terhadap kehidupan rumah tangga para kepala daerah. Sekalipun dipotong 100 persen setiap bulannya, kepala daerah dijamin tidak bakal miskin atau jadi morat-marit dapurnya. Sebab mereka bukanlah hidup dari gaji.

Pemotongan gaji memang bukan bertujuan menyiksa keuangan para pimpinan daerah. Pemotongan gaji dimaksudkan adalah sebagai hukuman sosial kepada sang pemimpin daerah yang lalai bekerja. Pemotongan itu adalah semacam pelatuk untuk memicu terbangunnya efek malu dan rasa kapok.

Nanti, setelah pelayanannya sudah berjalan sebaik-semestinya, sudah memenuhi standar, dan telah menunjukkan rasa hormat kepada rakyatnya, gaji akan dibayar lagi takaran penuh yaitu menjadi 100 persen.

Perlu dicatat, peristiwa pemotongan dan pemenuhan gaji menjadi 100 persen selayaknya dipublikasikan dengan serius. Pelaksanaan acaranya bisa di gedung KPK, seperti saat merilis hasil survei.

Namun supaya dramatis dan menjadi catatan bersejarah bagi bangsa ini, ada baiknya lokasi pengumumam pemotongan gaji di istana negara di hadapan kepala negara, dihadiri undangan duta-duta besar negara-negara sahabat, serta diliput secara luas oleh pers, disiarkan langsung oleh televisi seperti pertandingan bola dan menghadirkan komentator-komentator andal dari berbagai disiplin ilmu. Inilah sanksi yang “istimewa” yang penulis maksudkan.

Dengan peliputan yang luas itu, si kepala daerah pun menjadi mahfum bahwa rakyat yang pernah “dikadali” dengan pelayanannya yang buruk, menyaksikan penghukuman itu.

Dapat digambarkan, acara itu harus berwibawa, tidak ubahnya dengan serimoni-serimoni kenegaraan saat pelantikan pejabat-pejabat baru. Dengan menginovasi acara seperti itu, maka kepala daerah yang bersangkutan telah mendapat hukuman yang setimpal atas ketidakcakapannya melayani rakyatnya.

Pemimpin yang terkenal bebal yang senantiasa berlindung di balik kekuatan partai pendukungnya, akan terpecut untuk menjadi pemimpin yang berkualitas setelah peristiwa pemotongan gaji. Pada tahun-tahun mendatang sang pemimpin ini akan mengelola pemerintahannya secara manusiawi, bukan lagi secara suka-suka dan akal-akalan. ***

CATEGORIES
TAGS