Proses Komoditisasi

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

MAHLUK apa lagi itu proses komoditisasi? Rasa-rasanya di antara kita cukup familiar tentang penggunaan istilah tersebut, tanpa harus kita perdebatkan apakah itu sebuah fenomena alam, atau kenyataan yang hidup dan melembaga di masyarakat atau hanya sekedar kiasan belaka. Yang pasti, kalau kita cermati dengan kepala dingin, proses komoditisasi bisa mengandung makna ketiganya, yaitu sebuah fenomena kehidupan, bisa juga menjadi sebuah realitas yang senyatanya terjadi di masyarakat.
Boleh jadi juga bermakna sebuah kiasan dan celakanya, proses komoditisasi tersebut melembaga tanpa pandang bulu, bisa terjadi di lingkungan masyarakat kaya, elit, berpendidikan, juga terjadi di lingkungan masyarakat yang termarginalkan atau bahkan miskin.

Andaikata kita coba melihat dari perspektif teori tentang benar dan salah, maka proses komoditisasi bisa seluruhnya atau sebagian dibenarkan. Dengan demikian berarti sebagiannya lagi bisa dianggap salah atau paling tidak masuk kategori tidak patut proses komoditisasi itu dilakukan. Pengiriman tenaga kerja ke mana pun tujuannya adalah salah satu contoh komoditisasi manusia yang dapat diperdagangkan dan pihak-pihak yang ikut memperdagangkannya dapat menanggok keuntungan yang cukup besar, sementara manusia yang dijadikan komoditas mengalami penyiksaan dan penderitaan.

Tindakan ini adalah langkah salah dan tidak patut. Tidak berlebihan bilamana sementara pihak mengatakan bahwa pengiriman tenaga kerja yang ditransaksikan adalah tindakan yang mengeksploitasi kemiskinan, tindakan yang bersifat perbudakan seperti pada zaman jahiliyah.

Contoh lain adalah aksi percaloan pemilukada, transaksional di ranah politik dan hukum. Ini juga masuk kategori tindakan proses komoditisasi yang salah dan tidak patut. Aksi transaksional dan komoditisasi yang terjadi di ranah hukum dan politik, kalau berlangsung terus menerus dan menggurita, hampir dapat dipastikan menimbulkan dampak yang cukup mengerikan, menakutkan dan sangat destruktif.

Aksi transaksional semacam ini landasan kerjanya adalah hukum rimba karena tindakan ini masuk kategori perilaku yang menyimpang, tetapi melembaga. Dampak yang paling konkret adalah mematikan idealisme.
Tegaknya berpolitik yang santun dan tegaknya hukum yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan dan hak asasi manusia diharamkan untuk menafikkan idealisme. Kreatifitas, inovasi dan proses engineering (rekayasa), juga pada akhirnya dipergunakan secara salah dan mendistorsi habis-habisan nilai positif yang terkandung dalam substansi kreatifitas, inovasi dan engineering tersebut.

Situasi berikut adalah penggambaran terhadap terjadinya tindakan yang mendistorsi sekaligus merusak nilai-nilai kreatifitas, inovasi dan proses engineering. Nilai substansinya menjadi negatif seperti misalnya mengakali hukum dan perundangan untuk membenarkan tindakan yang sebetulnya bertentangan dengan hukum. Selain itu merekayasa putusan peradilan dan proyek, di mana kata rekayasa dalam pengertian yang sebenarnya adalah bermakna positif.

Mengkomoditaskan uang dan tanah sebenarnya juga termasuk yang seyogyanya tidak dilakukan. Pasalnya, karena uang fungsi utamanya adalah alat pembayaran bukan diperdagangkan sampai muncul istilah pasar uang yang melembaga. Sementara itu, tanah fungsi utamanya adalah untuk diolah menjadi sumber penghidupan bukan untuk diperdagangkan.

Sepertinya mind set sebagian dari masyarakat kita terbalik-balik. Hal yang secara universal dianggap positif dan benar dari norma apapun dapat berubah dan sengaja diubah menjadi hal yang bersifat negatif seperti contoh tadi.

Ini bisa serius dampaknya bila dilihat dari perspektif pendidikan karena berarti sebagian masyarakat kita telah memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak cucu yang secara totalitas salah. Sementara itu, mengubah mind set yang sudah terbalik-balik tadi pasti tidak gampang. Maka dari itu, sebelum terserang ‘migren’ dan ‘vertigo’ yang akut, mind set yang terbalik-balik harus dihentikan karena destruktif.

Kembalikan semua ke fungsi awalnya, kreatifitas, inovasi dan rekayasa jangan lagi disalahartikan. Tanah dan uang kembalikan ke fungsi aslinya agar kita terbebas dari malapetaka. Misalnya konflik sosial, krisis ekonomi dan krisis lainnya. Boleh percaya boleh tidak, bahwa krisis demi krisis yang sering terjadi dewasa ini antara lain disebabkan karena manusia telah melaksanakan proses komoditisasi tanpa menggunakan akal sehat, semuanya mau dikapitalisasikan. Proses komoditisasi dalam segala hal telah memunculkan watak manusia sebagai homo animal (rakus, buas, ganas dan menghalalkan segala cara). ***

CATEGORIES
TAGS