Repatriasi Making Invesment and Return

Loading

images.jpggggggggggg

Oleh: Fauzi Aziz

 

MUDIK sesaat terasa enak, tapi mudik untuk seterusnya tergantung dari sikonnya. Uang tidak mempunyai kedaulatan. Kemanapun dibawa uang nurut saja tergantung dari yang mempunyai uang dan yang menggunakannya.

Kita kini sedang sibuk menjaring uang dengan iming-iming tax amnesty. Di balik progam ini ada secercah harapan agar selain pajak terhutangnya kepada negara dapat terbayar, di saat yang sama asetnya juga ada sebagian yang pulang kandang.

Inilah repatriasi yang kita kenal. Pertanyaan yang muncul berikutnya, akan dapat apa dan berapa jika aset yang dibawanya pulang di Indonesia. Ini yang pemerintah harus jawab. Repatriasi adalah kebutuhan pemerintah.

Dana yang masuk juga menjadi harapan pemerintah agar dapat bernilai investasi, sehingga returnnya bagi pemilik aset menjadi pertimbangan. Aset yang mau mudik bukan untuk sodakoh bagi pemiliknya. Tetapi diharapkan dapat beranak pinak.

Mudah-mudahan para pemilik masih memiliki rasa nasionalisme yang tinggi untuk mau berkontribusi membangun negerinya. Dan karena itu mereka bersedia melakukan repatriasi. Tanpa ada pengampunan pajak sekalipun, harusnya tiap tahun ada sejumlah aset yang mudik untuk menciptakan stabilitas ekonomi di dalam negeri sebagai wujud kebanggaan nasional.

Semestinya pemerintah tidak perlu memberikan batasan waktu bahwa dana repatriasi yang masuk harus ditahan hingga 3 tahun yang dititipkan di sejumlah bank persepsi dan manajer investasi. Kira-kira setelah 3 tahun dana repatriasinya diizinkan kabur dari negeri ini dan diberikan kebebasan untuk diinvestasikan dimana saja.

Jika anda sebagai pemerhati masalah politik, maka anda memiliki hak untuk berpendapat bahwa kebijakan tax amnesty bisa dikatakan sebagai “proyek politik” pemerintah sekarang. Tiga tahun adalah waktu tersisa bagi kabinet Jokowi- JK bekerja untuk memimpin negeri ini.

Dana repatriasi dimana-mana diperlukan sebagai sumber dana investasi dan sekaligus menjadi harapan dari pemiliknya untuk mendapatkan return, profit dan capital gain. Jadi memelihara iklim investasi agar tetap kondusif menjadi penting.

Keputusan waktu mudik hingga 3 tahun selain dapat dipandang sebagai “proyek politik”, semakin memberikan keyakinan bahwa pemerintah memang belum berani keluar dari sistem ekonomi liberal yang dianutnya, sehingga kegiatan investasi pada dasarnya dibiarkan sesuai mekanisme pasar.

Sepanjang pengelolaan iklim investasinya baik, sebenarnya tidak ada masalah tetapi kenyataannya Indonesia belum berhasil membenahi iklim berusaha, sehingga disana-sini banyak investasi yang bersifat wait and see.

Pemerintah harus mulai memikirkan kembali tentang penerapan rezim devisa bebas yang hingga kini masih berlaku sejak kebijakan ini dibuka  tahun 1982. Langkah ini perlu dikaji ulang karena Indonesia bukan negara penganut sistem ekonomi liberal, tetapi lebih tepat disebut sebagai penganut sistem ekonomi konstitusi yang juga mengedepankan pentingnya penerapan sistem perlindungan kepentingan ekonomi nasional.

Repatriasi dan investasi adalah dua hal yang bersifat inheren. Menjadi aneh ketika Indonesia mengejar investasi asing masuk, tetapi justru memberikan kebebasan bagi pemilik aset orang Indonesia dibiarkan dikapitalisasi di negara lain akibat kita masih menganut rezim devisa bebas.

Sekarang baru terasa ketika negeri ini memerlukan likuiditas untuk membangun dan menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah sangat memerlukan dana repatriasi. “Proyek politik” ini semoga saja berhasil untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi di Indonesia.

Jika “proyek repatriasi” ini sukses, maka ini sebuah legacy bagi pemerintah. Namun bila sebaliknya, maka bisa menjadi bersifat kontra produktif, yang dapat mempengaruhi kredibilitas pemerintah.

Dalam jangka pendek, dampak positipnya akan dinikmati pasar finansial dan pasar modal. Dampak jangka menengahnya barangkali akan bisa menambah kapasitas nasional terpasang di sektor riil, termasuk investasi pemerintah secara langsung dengan catatan iklim investasinya terjaga.

Dengan demikian, probabilitas untuk menjadikan Indonesia sebagai “surga” repatriasi, investasi dan return harus diperbesar dan diperkuat dengan menciptakan berbagai kebijakan ekonomi yang lebih komprehensif, menjamin kepastian hukum sehingga Indonesia benar-benar paling menarik di kawasan Asean tempat menyimpan uang yang aman dan paling menarik bagi pengembangan investasi jangka pendek, menengah dan panjang.

Pemupukan likuiditas di dalam negeri dalam jumlah memadai bagi Indonesia adalah hal yang dibutuhkan agar pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan proyek industri strategis tidak perlu memerlukan modal asing apalagi harus membuat komitmen hutang baru yang akan makin membebani APBN.

Pemerintah perlu menetapkan proyek-proyek industri yang perlu dibangun sendiri oleh pemerintah atau kerjasama pemerintah dengan swasta atau yang sepenuhnya diserahkan kepada swasta baik nasional maupun asing.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS