Resensi Buku Pesona Tetangga – Kesiapan Menghadapi Komunitas ASEAN 2015

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

BERKELAKAR – Angota DPR Komisi VI Lili Asdjudiredja (kiri) berkelakar dengan penulis buku Pesona Tetangga Sabar Hutasoit disaksikan PU SKM Tubas, Fauzi Aziz sementara Sesditjen IUBTT Syarif Hidayat asyik membaca buku tersebut. (tubasmedia.com/roris)

SAAT ini 10 negara anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi terbentuknya Komunitas ASEAN Desember 2015. Kesepuluh negara itu adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Myanmar, Kamboja, Vietnam, dan Laos. Kelihatannya dua negara tetangga yang menjadi topic dalam buku ini, yaitu Singapura dan Malaysia, termasuk Negara yang unggul dalam hal ini.

Kedua negara yang merupakan tetangga dekat dari Indonesia sudah dapat dikatakan akan menjadi negara yang paling siap untuk menghadapi Komunitas ASEAN Desember 2015. Sebab mereka sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari dan sudah mantap dalam bidang infrastruktur dan fasilitas umum. Dua negara itu sudah siap dalam mengembangkan pariwisata. Komunitas ASEAN nanti akan memberlakukan juga pasar tunggal di bidang ekonomi dan perdagangan.

Dalam konteks itu, kita melihat penerbitan buku PESONA TETANGGA, hasil karya Sabar Hutasoit, Pemimpin Redaksi SKM Tunas Bangsa sebagai suatu karya jurnalistik yang memberi peringatan kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia menyangkut pasar tunggal. Buku yang diluncurkan 7 Mei 2013 lalu di Hortel Desa Wisata, TMII ini diterbitkan oleh PT Tunas Bangsa Nusantara yang juga penerbit mingguan ini, dan media on line tubasmedia.com.

Sebab itu, buku ini dapat dilihat dari sisi peringatan bahwa kita akan ketinggalan kalau kita tidak mempersiapkan diri seperti negara tetangga. Dengan kata lain, laporan jurnalistik berbentuk buku tersebut hendak mengkritik pemerintah dan masyarakat Indonesia dengan membuat laporan tentang keadaan negara lain.

Si penulis buku ini tidak melancarkan kritik pedas terhadap negara sendiri, tapi hanya membuat laporan pandangan mata tentang negara lain yang ternyata sudah jauh lebih siap mengahadapi Komunitas ASEAN 2015 terutama dalam kaitan pasar tunggal.

Tidak ada salahnya bila membaca buku ini kita bercermin ke negara tetangga untuk mengukur kemajuan di negeri kita. Sebab, kita memerlukan negara tetangga itu untuk membandingkannya kemajuan di negara kita. Itu pula yang dapat kita manfaatkan dari negara tetangga kita yang diperleh secara sekilas dari buku ini.

Mulai Desember 2015 nanti kita tidak bisa lagi menolak masuknya barang-barang dan para usahawan dari sesama negara ASEAN ke Indonesia. Kalau kita tidak siap menghadapi ketatnya persaingan pada pasar tunggal ASEAN maka kita hanya akan menjadi konsumen belaka.

Buku yang terdiri dari 64 halaman ini ditulis dengan gaya bahasa yang enak dibaca sebagaimana bahasa Indonesia jurnalistik. Seluruh halamannya full colour dengan foto-foto dari paling akhir karena perjalanan jurnalistiknya dilakukan selama beberapa hari pada Desember 2012 lalu. Ditambah lalgi, buku ini terdiri dari kertas jenis art paper sehingga sangat cocok dengan foto-foto full colour seluruh buku.

Dengan harga Rp 50 ribu per eksemplar rasanya sangat sepadan dengan informasi mutakhir tentang kedua negara tetangga tersebut sebagaimana dilihat dari sudut pandang seorang wartawan. Dan patut dicatat, seorang anggota DPR dari Komisi VI, berani untuk memberi kata pengantar bagi buku ini. (apul)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS