Rising Star

Loading

Oleh: Fauzi Azis

Ilustrasi

Ilustrasi

BINTANG masa depan yang cemerlang, kira-kira seperti itu mendiskripsikan makna rising star. Kita membutuhkan tokoh-tokoh the rising star untuk membangun kekuatan masa depan yang lebih menjanjikan dan yang lebih baik. Bakat, kemampuan intelektualitas, karya-karya terbaiknya yang dihasilkan oleh seseorang dan bahkan pandangan hidupnya bisa dipakai sebagai tolok ukur apakah seseorang dapat dikategorikan sebagai seorang rising star.

Tolok ukur yang lain juga akan dapat kita temui ketika seseorang dinilai mempunyai integritas dan memiliki bakat kepemimpinan yang menonjol pada dirinya. The rising star pada dasarnya adalah para tunas-tunas bangsa yang masih berumur muda (antara 18-40 tahun) tapi mereka itu bisa kita kategorikan memenuhi kreteria tadi.Tunas-tunas bangsa sebagai para rising star sebaiknya bisa dihimpun potensi dan kekuatannya, dibuat data basenya, dapat dimonitor dan dievaluasi penampilan pisiknya,

Mentalitas spiritualnya dan bahkan Gen keturunnya. Pendek kata, kita harus bisa menemukan mereka yang kita harapkan dapat menjadi pewaris dan penerus cita-cita para founding father untuk membangun bangsa dan negara Indonesia yang bermartabat dan berperadaban tinggi.

Hari ini kita tidak menemukan tokoh-tokoh yang hebat untuk bisa kita percayai dengan sepenuh hati guna menakhodai kapal besar yang bernama Indonesia. Para nakhoda dan yang kepingin jadi nakhoda sebenarnya banyak, bukan tidak ada. Pintar dan berpendidikan baik juga tidak sulit kita temukan. Tapi ketika sirine kapal telah berbunyi nyaring, pertanda kapal harus segera berlayar dalam samudera yang luas untuk menuju pelabuhan yang akan dituju, mereka kok jadi ribet, seperti bukan seorang nakhoda yang hebat.

Sepanjang perjalanan hiruk-pikuk suara yang kita dengar di dalam kapal, sementara di luar sana ombak makin terasa besar karena cuaca memang tidak bersahabat. Para penumpang kapal yang tak tahu sama sekali, tidak punya keinginan lain, kecuali berharap-harap cemas semoga kapal yang ditumpanginya dapat berlabuh di pelabuhan tujuan dengan selamat. Negeri kita seperti itu keadaannya. Rasanya meskipun kita punya pemimpin, punya wakil di parlemen, sepertinya masyarakat tidak merasa punya pemimpin dan terwakili kepentingannya.

Sebagai warga negara yang baik dan sebagai rakyat biasa, kita senang punya pemimpin dan mempunyai wakil rakyat di parlemen, tapi janganlah rakyat (yang notabene sebenarnya sebagai pemegang saham mayoritas di negeri ini) tidak pernah menikmati deviden dan imbal hasil yang memadai (tidak memuntut jumlah yg banyak, tapi ada dan berkualitas). Ini saja yang diharapkan. Harap maklum kalau kemudian kita sebagai masyarakat madani berharap kalau tidak mau disebut menuntut adanya berbagai perubahan.

Perubahan agar keadaan menjadi lebih baik, tenang, damai dan tentrem. Tapi tetap saja ada pertanyaan yang menggelitik mungkinkah itu dilakukan dan bisa terjadi apa yg menjadi harapan masyarakat terealisir. Harusnya bisa terjadi, tapi kedepan kita harus memberikan kepercayaan kepada yang lain, yaitu para Rising Star. Mereka itu bisa seorang pria maupun seorang wanita. Bisa berasal dari etnis mana saja, suku apa saja dan juga bisa berasal dari unsur sipil maupun militer, cendekiawan maupun ilmuwan.

Pendek kata dapat berasal dari profesi apapun yang ada di masyarakat. Para rising star tiap tahun harus bisa dijaring sebanyak banyaknya dan kemudian dibuat ratingnya dan hasilnya diumumkan kepada publik. Mereka inilah yang dinilai layak untuk menjadi pemimpin di lingkungan pemerintahan, yang layak menjadi anggota parlemen dan lain-lain. Lembaga rating dan lembaga survey bisa bertindak sebagai pelaksana pemeringkatan tersebut. Langkah ini akan sangat membantu bagi rakyat untuk bisa menentukan pilihannya, siapa yang pantas dipilih menjadi seorang pemimpin pemerintahan dan siapa yang layak mewakilinya di parlemen atau lembaga yang lain.

Kalau seperti cara yang dilakukan selama ini,rakyat tidak akan pernah bisa menentukan pilihannya dengan baik sesuai dengan yang diharapkanya karena mereka seperti memilih kucing dalam karung. Sistem semacam ini sudah waktunya perlu dikembangkan dan sistem ini nantinya harus bisa diakomodasi dalam perundang-undangan di bidang politik. Inilah sebuah pandangan agar kita tidak terbelenggu dalam jebakan sistem yang klasik yangsebenarnya belum bisa menjamin terwujudnya sistem perwakilan yang baik.

Dengan cara ini mudah-mudahan kita bisa membangun Indonesia ke depan dengan spirit kerja yang lebih produktif dan terkelola dengan benar, sehingga masyarakat/rakyat sebagai pemegang saham mayoritas di negeri ini bisa memilih CEOnya dengan cara lebih sehat dan memilih para anggota dewan komisarisnya yang bertanggung jawab dan kredible, yang selama ini diperolehnya seperti memilih kucing dalam karung.***

CATEGORIES