Rupiah Merosot, BPK Didesak Audit Bank Indonesia

Loading

images

 
JAKARTA, (tubasmedia.com) – Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangaan DPR, Hendrawan Supratikno mengatakan kecenderungan pelemahan rupiah belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Terlebih, di tengah-tengah masyarakat dan pelaku pasar telah muncul sebagai spekulasi, bahwa pelemahan ini akan terus berlanjut, dan dalam waktu tidak lama lagi akan segera menembus ambang psikologis Rp 15000 per-dollar.

Hendrawan menuturkan sepanjang tahun ini, rupiah telah melemah lebih dari 18 persen bila dibandingkan dengan kurs awal Januari 2015.

“Padahal sepanjang 2014, rupiah hanya melemah sekitar 1,74% (yaitu dari Rp 12.160 per-dollar diawal tahun 2014 menjadi Rp 12.385 per-dollar pada awal Januari 2015),” kata Hendrawan, di ruang rapat Fraksi PDIP, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 28/9/2015.

Anggota Komisi XI DPR itu menekankan, bahwa pelemahan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti dalam bidang moneter, antisipasi investor atas rencana kenaikan suku bungan AS (sebagai imbas normalisasi kebijakan moneter di AS), Quantitative Easing di Eropa (ECB), ketidakjelasan penyelesaian krisis utang Yunani, dan Kebijakan devaluasi Yuan yang kemungkinan diikuti oleh negara lain.

“Sementara pada saat yang sama harga komoditas ekspor utama Indonesia mengalami pelemahan berlanjut dan beban pembayaran utang dan dalam dollar serta kebutuhan terhadap dollar pada sektor korporasi, termasuk BUMN, terus meningkat,” ujarnya.

Hendrawan menjelaskan, perlemahan rupiah yang berlanjut menimbulkan dampak berantai yang bila tidak diantisipasi akan menganggu kekuatan fundamental ekonomi nasional.

“Selain menambah beban pembayaran utang (baik pemerintah atau swasta) secara berarti, pelemahan rupiah juga memukul sektor industri dengan komponen impor yang tinggi dan memberi tekanan terhadap inflasi,” ungkapnya.

Lebih dari itu, kuat-lemahnya nilai mata uang sering berkolerasi dengan rasa kebanggan dan harga diri warga negara suatu bangsa, karena esensinya untuk mengukur daya beli pemegang mata uang tersebut.

Karena itulah, dia meminta Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter untuk bertindak secara tegas dan antisipasif dalam menjaga nilai tukar rupiah, dan memberi bobot lebih terhadap penguatan kurs nilai tukar dalam bauran kebijakan moneter.

Ditambah Hendrawan, pihaknya juga mendesak Pimpinan DPR untuk segera mengadakan pertemuan konsultasi dengan pimpinan BPK serta meminta kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap BI, sebagaimana diatur dalam UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan UU No. 15/2006 tentang BPK.

“Jangan sampai terjadi, kekurang efektifan pengelolaan nilai tukar yang dilakukan BI membawa dampak yang buruk terhadap kinerja perekonomian nasional dan kinerja pemerintah secara keseluruhan, dengan akibat-akibat yang merugikan masyarakat,” pungkasnya.(nisa)

CATEGORIES
TAGS