Salahkan Media

Loading

Oleh: Sabar Hutasoit

ilustrasi

ilustrasi

ADALAH Ketua Umum yang sekaligus Ketua Majelis Kehormatan Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, yang dengan tegas dan nyata mengatakan bahwa penyebab anjloknya suara yang diperoleh partai yang dipimpinnya pada Pileg 2014 lalu adalah karena ulah media.

Mass media kata pria yang akrab disapa dengan panggilan SBY itu, punya andil besar atas keterpurukan Parta Demokrat dengan cara menciptakan citra buruk bagi partainya. Media dituding memberitakan peristiwa korupsi yang dilakukan oleh kadernya secara berlebihan.

Tuduhan itu dilontarkan SBY dalam pidato pembukaan Rapat Pimpinan Nasional Demokrat yang dilaksanakan di Hotel Sultan, Minggu, 18 Mei 2014. Saat berpidato, SBY menyerukan agar Demokrat mampu berbenah, membangun dan menyiapkan diri. Ia menuding citra buruk atas Demokrat menjadi faktor rendahnya perolehan suara partainya dalam pemilu legislatif April 2014 lalu. Citra buruk itu, katanya, disebabkan berbagai kasus korupsi yang dilakukan kadernya dan seiring dengan itu Partai Demokrat digempur oleh media yang membangun persepsi publik seolah-olah Partai Demokrat banyak korupsi.

Benarkah tuduhan sang presiden tersebut ? Pekerja media terus terang tidak bermaksud membela diri. Namun ingin memberi pencerahan akan tugas dan fungsi pers yakni menyuarakan aspirasi rakyat dan memberitakan peristiwa yang terjadi dan jika terdapat kesalahan pemberitaan, sepanjang itu memenuhi kaidah hukum, pihak pers terbuka untuk diklaim dan bila perlu dibawa sampai ke persidangan.

Adalah juga para petinggi negeri ini yang sering buka bicara mengatakan bahwa jika tuduhan yang dilontarkan tanpa bukti adalah merupakan fitnah dan kita akui, fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Karenanya, jika tuduhan itu dibarengi bukti-bukti kuat, sebaiknya dibawa saja ke persidangan agar permainan ini menjadi fair dan tidak lagi saling tuding.

Pepatah kuno mengatakan bahwa bagi orang yang tidak bijaksana, jika wajahnya dilihat di cermin tidak bagus alias buruk, yang disalahkan adalah cermin itu sendiri dan karena itu salah, cermin jadi korban yakni dipecahkan.

Tindakan yang tidak bijak seperti ini hanya menghasilkan kerugian. Cermin pecah (syukur-syukur tangan yang memecahkan tidak luka) dan wajah buruk tadi-pun tidak akan berubah tapi tetap buruk karena yang dipersalahkan adalah cermin alias orang lain sehingga tidak akan mau membenahi diri.

Memang, menyalahkan orang lain jauh lebih gampang dan lebih nikmat ketimbang menyalahkan diri sendiri. Di alam Indonesia disebut mancari kambing hitam. Jika kambing hitamnya sudah habis, tangkap saja kambing putih lalu beli cat hitam untuk kemudian disemprotkan ke tubuh kambing putih tadi. Maka nongollah kambing hitam.

Menurut penelitian, biasanya yang senang mengkambinghitamkan pihak lain adalah orang-orang yang tidak siap kalah atau takut kalah sebab kalau sudah kalah, dia atau kelompok tersebut tidak lagi memiliki kekuatan seperti semula, akan tetapi menjadi pihak yang lemah alias tidak berdaya. Namanya saja pihak lemah yang tidak berdaya, akan gampang terseret atau diseret kemana-mana. ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS