Sangat Sedikit Peminat Batik Mark

Loading

Laporan: Redaksi

Dirjen IKM Kemperin Euis Saedah

Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemperin), Euis Saedah

JAKARTA, (Tubas) – Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemperin), Euis Saedah mengatakan meskipun program batik mark sudah diberlakukan sejak tahun 2007, namun peminatnya masih sangat sedikit. Penggunaan batik mark ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian No. 74 tahun 2007 tentang Batik mark.

“Yang pakai, baru perusahaan-perusahaan besar saja,” kata Euis usai pembukaan Indonesia Fashion Week 2012, Senin lalu di Jakarta. Pengusaha batik lokal yang menggunakan penanda buatan Indonesia (mark) katanya masih sangat minim. Dari sekitar 15.000 pengusaha batik di dalam negeri, baru 50 perusahaan yang menggunakan batik mark. Padahal, selain berfungsi sebagai tanda bahwa batik tersebut asli buatan Indonesia, mark juga berfungsi menandai kualitas batik.

Batik mark adalah label berukuran 2 sentimeter (cm) yang ditandai logo bertuliskan Batik Indonesia. Untuk memperoleh batik mark, para pengusaha batik harus mengirimkan contoh kain batiknya untuk diuji di laboratorium Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mengetahui kategori kualitasnya.

Setelah hasil laboratorium keluar, pengusaha kemudian mengurus sertifikasi batik mark di Balai Batik Indonesia. Selanjutnya, batik akan ditandai dengan label tulisan Batik Indonesia berwarna emas untuk batik tulis, warna perak untuk batik cap, dan warna putih untuk batik kombinasi tulis dan cap.

Pengusaha yang sudah memakai batik mark Indonesia antara lain Batik Komar dari Bandung dan Batik Afif dari Yogyakarta. Untuk mengatasi minimnya peminat batik mark, Kemenperin akan meminta bantuan pengusaha yang sukses menggunakan batik mark untuk menyosialisasikan batik mark kepada sesama pengusaha.

Menurut Euis, masih sedikitnya pengusaha yang membubuhkan batik mark disebabkan adanya tambahan biaya. Maklumlah, untuk membeli 100 lembar label, pengusaha harus mengeluarkan dana sekitar Rp 7,5 juta.

Meski mahal, namun Taruna Kusmayadi, Ketua Umum Pimpinan Pusat Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) memandang batik mark tetap penting agar pengusaha batik lokal bisa meningkatkan daya saing. Batik mark memang berfungsi membedakan antara batik Indonesia dengan batik impor. (sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS