SBY Harusnya Mundur, Anak Buahnya Banyak yang Korup

Loading

xKader

MEDAN, (tubasmedia.com) – Polda Sumatera Utara tidak menahan politikus Partai Demokrat Ramadhan Pohan yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan dan penggelapan dana kampanye Pilkada Kota Medan sebesar Rp 24 miliar. Mantan anggota DPR RI tersebut hanya diperiksa saja.

Kasus penipuan dan penggelapan yang menjerat Ramadhan Pohan ini berawal dari pinjam meminjam. Dia meminjam Rp 4,5 miliar dari LHH Sianipar sehari menjelang pelaksanaan Pilkada Kota Medan, Desember 2015.

Wakil Sekjen berjanji mengembalikan uang Rp 4,5 miliar itu dalam waktu seminggu ditambah uang Rp 600 juta. Sebagai jaminan dia menyerahkan cek senilai 4,5 miliar.

Peminjaman ini melalui proses dan melibatkan perantara LP. Namun, uang tunai diserahkan langsung kepada Ramadhan di kantor pemenangan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Medan, Ramadhan Pohan-Eddy Kusuma.

Setelah seminggu berlalu, Ramadhan tidak juga membayar. LHH Sianipar mencoba mencairkan cek yang menjadi jaminan, namun ternyata dananya tidak cukup. “Tidak bisa dicairkan karena dananya tidak cukup,” sebut Rina.

Setelah ditagih, Ramadhan terus mengelak. LHH Sianipar pun mengadukan kasus itu ke Polda Sumut. “Saksi yang diperiksa 14 orang, termasuk RP,” jelas Rina.

Ramadhan Pohan kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Namun dia mangkir setelah dua kali dipanggil. Penyidik kemudian menjemputnya dan menerbitkan surat penangkapan.

Selain laporan LHH Sianipar, masih ada 1 lagi laporan penipuan yang dituduhkan kepada Ramadhan tengah didalami penyidik. Laporan itu dibuat RH br Simanjuntak, yang merupakan ibu dari LHH Sianipar. Perempuan ini mengaku ditipu Rp 10,8 miliar. Namun kasus ini masih didalami polisi.

Pengamat anggaran dan politik Uchok Sky Khadafi menyebut kasus Ramadhan Pohan menambah daftar panjang biaya politik Pilkada langsung yang menguras anggaran yang cukup fantastis.

“Kasus ini menambah daftar biaya politik Pilkada langsung menguras anggaran yang tidak sedikit,” kata Uchok, kemarin.

“Waspadai politik rente, politik ijon dari para pengusaha hitam kepada para calon kepala daerah,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Umum Partai Pemersatu Bangsa (PBB) Eggi Sudjana mengaku prihatin dengan kader Partai Demokrat yang ikut terjerat berbagai kasus, baik tindak pidana korupsi maupun tindak pidana lainnya.

Disebutkan Eggi, terakhir dari anak buah SBY itu juga terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu anggota Komisi III DPR RI I Putu Sudiartana.

“Kini giliran Ramadhan Pohan yang pernah sebagai anggota DPR. Ramadan pun terjerat sebagai tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan di Polda Sumatera Utara (Poldasu),” ungkap Eggi, Kamis (21/07/2016).

Selain itu, lanjut Eggi, jauh sebelumnya juga banyak anak buah SBY yang terlibat skandal korupsi seperti M Nazarudin, Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, Angelina Sondakh dan Sutan Bathugana.

“Hal ini secara internal Partai Demokrat gagal mengkader anggota untuk menjadi kader bangsa yang baik dan berguna buat rakyat,” tuturnya.

Oleh karena itu, kata Eggi, SBY harus bisa mempertanggungjawabkan moralnya dan mestinya mundur dari jabatannya sebagai Ketum Partai Demokrat.

“SBY mestinya harus mundur dong. Secara eksternal SBY mestinya juga minta maaf pada rakyat Indonesia, karena banyak anak buahnya yang korup dan menyusahkan rakyat,” tandasnya.

Senada, salah satu pendiri Partai Demokrat, Hencky Luntungan juga meminta SBY mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua umum Partai Demokrat.

Menurut Hencky, selain alasan elektabilitas partai turun, juga karena sekarang SBY sedang menghadapi gugatan sejumlah kader bintang mercy baik di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat maupun Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Timur.

“Beliau tidak bisa mengadakan sebuah perbaikan. Dalam kondisi ini kan daya tariknya sudah enggak ada, wong  beliau presiden saja hancur partainya, apalagi beliau nggak presiden,” ungkap Hencky.

Jika hasil survei sebuah koran media nasional, elektabilitas Partai Demokrat anjlok hingga 4,5 persen, justru dari penghitungannya sudah hancur berantakan.

“Elektabilitas Partai Demokrat sudah tinggal tiga persen paling hebat,” beber Hencky yang juga ketua Indobarometer ini.

Sebagai salah satu pendiri yang ikut berjuang dari titik tiada menjadi ada dan menang, ia berharap SBY legowo untuk mundur ketimbang partai ini lebih hancur. Pilihan lain, menurut dia, SBY dimundurkan dengan tidak hormat lewat Kongres Luar Biasa.

“Kalau bicara pendiri, tentunya komunitas pendiri itu dari 99 orang kan tidak satu suara. Tapi kami asli pendiri, yang mendirikan partai ini, bukan partai ini diciptakan di Cikeas,” tegasnya.

Hencky kembali menekankan, elektabilitas partai yang kian drop ini sulit untuk diselamatkan jika SBY tetap bercokol sebagai ketum. “Dengan menghadapi tiga masalah cukup berat, apalagi dia akan konsolidasikan, susah,” cetusnya.

Menurut Hencky, selama ini SBY telah menjalankan sistem feodalisme di dalam kepartaian, bahkan ketika menjadi ketua dewan pembina. Satu per satu kader dan deklator di daerah langsung dipecat karena bersuara kritis. Hingga hanya tersisa satu deklator di Riau.

“Apalagi ketika dia melibatkan Ibas (Edhie Baskoro), yang tidak tahu apa-apa tentang partai ini. Kemudian dia melangkahi dan melupakan sejarah partai ini bahwa partai ini hanya didirikan di Cikeas, itu sangat naif, itu bahaya,” pungkas sosok yang juga terlibat dalam Badan Penyelamat Partai Demokrat yang melengserkan Anas Urbaningrum ini.(red)

 

 

CATEGORIES
TAGS