Sedemikian Pentingkah Persatuan dan Kesatuan

Loading

fa-4

Oleh: Fauzi Aziz

 

KATA “satu” menjadi bernas, belum tentu semua orang bisa menyukainya. “Persatuan” lebih-lebih lagi bukan hanya sekedar bernas tetapi juga tranding topic dalam khasanah kehidupan umat manusia di dunia. Kita kenal lagi kata “bersatu” dan “kesatuan”.

Kata dan maknanya rupanya benar-benar bernilai jika dikapitalisasi dengan manajemen yang baik, seperti kata,”persatuan”, “bersatu”, “kesatuan” yang kata dasarnya “satu”. Luar biasa nilai dasar yang terkandung di dalamnya. Sampai para pemimpin di berbagai belahan dunia merindukannya.

Ini pertanda baik bahwa para pemimpin tersadar pada kata yang sangat bernas pesan moral dan spiritualitasnya untuk mengurus sebuah negeri. Presiden Jokowi berulang kali menyampaikan pesan akan pentingnya persatuan dan kesatuan dan kata bersatu dalam berbagai kesempatan. Donald Trump, Presiden AS juga berseru kepada seluruh rakyatnya agar bersatu dan menegakkan persatuan. Di Eropa juga berkumandang  pernyataan politik agar Eropa bersatu antisipasi perlombaan senjata.

Seruan-seruan semacam itu terus berkumandang. Semoga semuanya itu, bukan sekedar orasi dan basa-basi politik para pemimpin negara. Mengapa harapan ini dimunculkan? Kita sudah tahu jawabannya yang sangat klasik, kata dan perbuatan sering tidak sinkron. Mengapa bisa sering tidak sinkron? Karena faktor persepsi, antara yang di mulut berbeda dengan yang di hati.

Dan yang kita bangga adalah ternyata para pemimpin menyadari kesalahannya sendiri, akibat “menyukai” konflik, maka mereka harus menyampaikan pidato politik yang selalu dijejali tema-tema tentang persatuan dan kesatuan.

Tema ini memang lebih bermuatan politis. Sedang bersatu lebih terkesan bermuatan seruan yang lebih bersifat managerial kepemimpinan. Seperti kita mengenal peribahasa “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.

Persatuan, kesatuan dan bersatu adalah clear dari sisi bahasa dan kejiwaan, bernilai positif jika bisa diejawantahkan dalam perbuatan dan tindakan.

Dalam kehidupan apapun  dan dalam zaman apapun ketiga kata bernas dibutuhkan. Pemimpin yang berhasil adalah bila semasa kepemimpinannya bisa meralisasikan tiga kata pamungkas tadi dalam kehidupan nyata, bukan terpekik dalam orasi politik saja. Sedangkan pemimpin yang tidak berhasil adalah yang tidak mampu mewujudkan persatuan, kesatuan dan bersatunya seluruh komponen bangsa untuk membangun hari depannya menuju kehidupan yang lebih baik.

Tugas pemimpin dalam kepemimpinannya yang paling berat adalah menegakkan persatuan dan kesatuan, serta mengajak warga negaranya bersatu membangun bangsa dan negara. Inilah yang paling ditakuti para pemimpin, bukan hanya di Indonesia, tetapi oleh para pemimpin dunia.

Mungkin banyak yang berfikir, sedemikian pentingkah persatuan dan kesatuan ini. Dan sedemikian urgentnya, dikhawatirkan jika tidak bersatu, dunia akan runtuh atau Indonesia bisa runtuh ?

Anda boleh setuju dan tidak dengan dua pernyataan tersebut. Setuju tidak setuju, kita memang perlu persatuan dan kesatuan serta bersatu membangun negeri ini. Pastikan bahwa persatuan dan kesatuan serta bersatu adalah kita butuhkan, sama seperti kita butuh papan, sandang dan pangan, pendidikan dan kesehatan.

Pada sisi lain, ketiga kosa kata tadi juga menjadi modal dasar pembangunan yang bobotnya paling tinggi dibandingkan faktor-faktor yang lain. Oleh sebab itu, siapapun yang dipercaya di negeri untuk menjadi pemimpin, harus bisa tegak dalam setiap pikiran dan tindakannya tentang persatuan dan kesatuan, serta bersatu dan menyatu dengan seluruh rakyat, bukan hanya dengan sekelompok kecil rakyat kaya raya membangun negeri ini,dan menjadi prajurit PETA (Pembela Tanah Air).

Jika hanya bergabung dengan sekelompok kecil rakyat yang kaya raya, para aristokrat,borjuisi dan kapitalis birokrat membentuk oligarki, maka tak perlu lagi berorasi tentang persatuan dan kesatuan serta pentingnya bersatu dan menyatu.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi).

CATEGORIES
TAGS