Semoga Proyek JET Seperti Jet

Loading

Oleh: Enderson Tambunan

ilustrasi

ilustrasi

SEMOGA lancar. Itulah harapan kita begitu mendengar kabar bahwa pembangunan proyek monorel di Jakarta akan diresmikan 16 Oktober 2013. Adalah Direktur PT Jakarta Monorail Rosa Bovanantoo yang mengungkapkan jadwal ground breaking proyek transportasi massal itu di Jakarta, Minggu (17/4/2013). Mungkin, lebih tepat disebut melanjutkan proyek yang dirintis beberapa tahun lalu itu.

Ia mengatakan, dua kontraktor dari Bangkok TransSystem dan Consortium Contractor Corporation China (C4) sudah men-download seluruh dokumen yang diberikan PT Jakarta Monorail untuk di-review. Dokumen teknis proyek itu harus di-review oleh kedua kontraktor tersebut, karena pembangunannya sempat terhenti pada 2008.

“Kan banyak perubahan di Jakarta, seperti di Sudirman yang dulunya belum ada flyover sekarang sudah ada dua flyover, tentunya berpengaruh terhadap desain. Selain itu banyaknya perubahan di Casablanca. Lokasi di Casablanca yang akan paling rumit nantinya,” kata Bovanantoo, seperti diberitakan detikcom, Minggu.

Harapan agar proyek itu tidak terhenti lagi tentu tidak berlebihan, mengingat manfaatnya dalam sistem transportasi umum di Ibukota. Terhentinya proyek itu, beberapa tahun lalu, baiklah dijadikan sebagai pelajaran yang amat berharga. Apalagi, keinginan masyarakat Jakarta agar Pemprov DKI dapat memecahkan masalah kemacetan lalu lintas dan memenuhi kebutuhan akan angkutan umum yang nyaman, aman, lancar, dan murah, sudah lama disuarakan.

Ketika proyek monorel dirintis sekitar sembilan tahun lalu, warga Jakarta sudah berharap dalam waktu yang tak lama lagi akan dapat menikmati kereta yang bergerak di rel tunggal layang itu. Tapi, harapan itu tidak terwujud, sebab proyek itu kemudian terhenti, meninggalkan tiang-tiang pancang di beberapa jalan utama, seperti di Jalan Kuningan dan Jalan Asia Afrika. Orang pun bertanya, kapan proyek dilanjutkan?

Pastinya, Jakarta membutuhkan angkutan massal, seperti, sub way dan monorel. Oleh karena itu, sudah lama digagas membangun mass rapid transit, biasa disingkat MRT, baik itu kereta api di bawah tanah (sub way) maupun di atas jalan layang (monorel). Studi dan studi dilaksanakan, dengan harapan ditemukan proyek angkutan massal yang cocok di satu kota yang sudah crowded, seperti Jakarta. Pilihan itu jatuh pada sub way dan monorel. Sayangnya, kita harus menunggu lama supaya dapat menikmatinya.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada 26 Juni lalu menyampaikan berita gembira bahwa proyek monorel yang lama terhenti, akan dilanjutkan. Dan diperkirakan, pembangunannya memakan waktu sekitar tiga tahun. Berkaitan dengan itu, perusahaan-perusahaan yang menjadi mitra dalam proyek tersebut sudah meneken kesepakatan dengan pengelola proyek, PT Jakarta Monorail.

Ketika itu, Jokowi mengatakan, nilai proyek dari monorel yang terdiri atas dua jalur, yaitu green line dan blue line, mencapai Rp 8 triliun. Rute green line, yang disebut Jokowi itu, sepanjang 14,5 kilometer, akan membentang dari Kuningan – Kuningan Sentral – Gatot Subroto – Senayan – Asia Afrika – Pejompongan – Karet – Dukuh Atas – kembali ke Kuningan. Sedangkan blue line, dari Kampung Melayu – Tebet – Kuningan -Casablanca – Tanah Abang – Roxy – Taman Anggrek (Jakarta Barat) dengan tambahan jalur ke wilayah timur dari Pondok Kelapa – Sentral Timur Jakarta dan ke Barat dari Puri Indah.

Seperti dirancang, monorel ini akan dapat mengangkut sampai 230 orang per gerbong. Jika satu rangkaian monorel terdiri atas enam gerbong, maka dalam satu trip, bisa diangkut 1.380 penumpang. Jika jalurnya dua arah, maka jumlah penumpang per trip dua kali lipat. Itu baru dalam satu trip.

Terkait dengan itu, Minggu (14/7), PT Jakarta Monorail mengumumkan nama resmi monorel yang akan beroperasi di Jakarta pada 2016, yakni Jakarta Eco Transit atau disingkat JET. Nama itu hasil dari kompetisi usulan nama monorel yang diselenggarakan belum lama ini. Nama itu, diciptakan oleh Fahrur Rozy, warga Bekasi, yang bekerja di salah satu perkantoran di Jalan Sudirman, Jakarta.

Mobil Pribadi

Bukan hal baru, salah satu masalah pelik di Jakarta adalah kemacetan arus lalu lintas. Semua tahu itu. Problem yang satu ini cenderung meningkat, seiring dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor dan penduduk. Pengguna mobil atau kendaraan pribadi terus meningkat, sehingga jumlah kendaraan yang hilir-mudik di wilayah Jakarta meningkat pesat.

Untuk menanggulangi masalah kemacetan, Pemerintah Provinsi DKI melakukan berbagai upaya, termasuk mengoperasikan bus di jalur khusus, atau yang lebih dikenal dengan sebutan bus way. Jalur bus khusus ini pun ditambah dan penumpang terus meningkat. Ini terlihat dari penuh-sesaknya bus Transjakarta, terutama pada pagi dan sore hari. Tapi, jalanan Ibukota masih juga disesaki oleh mobil pribadi. Penyakit macet belum berkurang.

Berdasarkan data 2011, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 6,5 juta unit. Di antaranya, 6,4 juta unit atau 98,6 persen kendaraan pribadi dan 88.477 atau sekitar 1,4 persen angkutan umum. Pertumbuhan kendaraan mencapai 11 persen setiap tahun. Panjang jalan 7.650 km dengan luas 40,1 km2 atau 6,2% dari luas wilayah DKI. Pertumbuhan jalan hanya sekitar 0.01 % per tahun. Jelas, pertumbuhan jalan tidak mampu mengejar pertumbuhan kendaraan, sehingga terjadi kemacetan hampir di setiap ruas jalan. Dan kemacetan cenderung makin parah.

Maka, harapan selanjutnya ditujukan ke mass rapid transit, baik sub way maupun light rail transit atau monorel. Sebab jenis angkutan ini sekali jalan dapat mengangkut banyak orang. Manfaat bus way sudah dirasakan banyak orang, terutama mereka yang hanya mengandalkan angkutan umum dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari di Jakarta. Apalagi bicara moda angkutan umum massal, kita yakin, akan lebih mampu memberikan pelayanan kepada publik.

Kita sudah memiliki bus way dan akan lebih bagus lagi jika punya sub way dan monorel, didukung oleh angkutan kota lainnya, baik sebagai angkutan pengumpul maupun angkutan lingkungan. Berikutnya, pembenahan penggunaan jalan raya agar benar-benar hanya untuk lalu lintas. Lantaran itu, kalau boleh, proyek monorel dikebut agar lebih cepat selesai, atau paling tidak sesuai dengan jadwal. Elok bila pengerjaannya cepat sepert jet, supaya warga lebih cepat “nge-JET”.

Waktu tiga tahun menunggu rampungnya monorel tentu terbilang cukup lama. Tapi, kita yakin warga DKI dapat bersabar. Apalagi, jika dalam proses pengerjaan proyek itu diusahakan meminimalisasi bertambahnya kemacetan arus lalu lintas. Kalau boleh, hendaknya dihindari pengalihan arus lalu lintas pada saat pelaksanaan proyek monorel.

Yang juga penting dijajaki dari awal adalah besaran tarif monorel, kelak. Penumpang pasti menghendaki tarif murah. Lantaran itu, sasaran penjajakan, bagaimana menyiapkan tarif murah, tapi dengan tetap memperhitungkan eksistensi kelanjutan angkutan itu. Kita yakin penentuan tarif ini menjadi prioritas pihak pengelola bersama pemerintah.

Sekalipun masih lama rampung, bahkan dimulai juga belum, tak salah kita mengucapkan selamat datang JET. Semoga pembangunannya cepat seperti jet. ***

Penulis adalah wartawan dan editor buku

CATEGORIES
TAGS