Senayan Bak Galeri Mobil Mewah

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

JAKARTA, (Tubas) – Perdebatan sekitar bijak tidaknya anggota DPR memiliki dan mengendarai mobil mewah yang harganya Rp 7 miliar lebih, masih terus berkepanjangan. Sejumlah suara mengatakan tidak etis wakil rakyat ‘’memamerkan’’ harta kekayaannya sementara kontituennya untuk makan-pun sulit. Tapi para anggota dewan pemilik mobil mewah itu menyebut apa dosanya kalau mereka mengendarai mobil mewahnya.

Lalu benarkah anggota DPR lebih gemar mempertontonkan gaya hidup hedonistis daripada mengutamakan kewajiban sebagai wakil rakyat? Memang fakta Gedung DPR di Senayan bak galeri mobil mewah. Sejumlah mobil mewah yang menjadi tunggangan para politikus tersusun rapi di halaman parkir. Mulai jenis Alphard hingga Bentley Continental GT senilai Rp7 miliar ada di sana.

Sebaliknya juga fakta bahwa ruang rapat paripurna DPR sering diisi kursi kosong. Lebih miris lagi, rapat yang dihadiri segelintir wakil rakyat itu tetap digelar meski menabrak aturan. Padahal, salah satu kewajiban anggota DPR ialah menghadiri rapat dan harus memenuhi kuorum.

Ambil contoh Rapat Paripurna DPR pada Senin (14/11) dengan agenda pidato pembukaan masa persidangan II, tahun sidang 2011-2012. Jadwal rapat mulai pukul 09.00 WIB. Ketua DPR Marzuki Alie tiba di ruang rapat paripurna untuk memimpin rapat pukul 09.30 atau terlambat 30 menit.

Meskipun demikian, Marzuki tetap harus menunggu karena anggota DPR yang hadir masih terbilang dengan jari tangan. Ketika rapat dibuka pukul 09.45, Marzuki langsung menskors sidang selama 15 menit karena dari 560 anggota DPR, yang hadir kurang dari 50 orang. Sekitar pukul 10.00, Marzuki kembali membuka rapat dan langsung menyampaikan pidato.

Padahal saat itu baru 241 anggota DPR menandatangani absensi. Itu berarti belum mencapai 50% atau 280 orang, seperti ketentuan kuorum dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Isi pidato Marzuki memberi konfirmasi kebenaran tesis bahwa anggota dewan memang jelek. “DPR tidak usah dijelekkan karena memang wajah DPR sudah jelek sendiri oleh perilaku oknum anggotanya,” tukas Marzuki.

Pengakuan bahwa wajah DPR jelek belumlah cukup. Harus ditemukan cara mangkus yang memaksa anggota DPR menghadiri rapat disertai ancaman sanksi yang menciptakan efek jera.

Salah satu cara, misalnya, absensi rapat paripurna ditutup saat rapat dibuka. Jauh lebih akuntabel absensi melalui sidik jari, bukan tanda tangan seperti sekarang. Anggota dewan yang tiga kali berturut-turut tidak menghadiri rapat paripurna dipecat saja dengan tidak hormat.

Selain malas rapat, kejelekan lain anggota DPR ialah gemar memamerkan hidup mewah. Ketua KPK Busyro Muqoddas menyindir anggota DPR yang kerap kali bergaya perlente. Ia menilai lembaga negara itu dihuni pemberhala nafsu dan syahwat politik kekuasaan dengan moralitas rendah sehingga mengakibatkan berakarnya budaya korupsi. Istilah Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, para penyelenggara negara itu gila hormat.

Apa yang mesti dilakukan? Tidak ada rumah sakit jiwa yang dapat menyembuhkan anggota DPR yang hedonis, perlente dan gila hormat itu, kecuali kelak kalau sudah gila beneran akibat post-power syndrome karena tidak lagi dipilih rakyat pada Pemilu 2014.

Jika itu yang terjadi, kiranya bagus juga dipikirkan rumah sakit jiwa khusus bagi mantan anggota DPR. (tim)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS