Seni Tradisional Surak Ibra Andalan Garut

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

GARUT, (Tubas) – Surak Ibra yang dikenal dengan sebutan Boboyongan merupakan hasil ciptaan Raden Djadjadiwangsa, putra Raden Wangsa Muhammad yang lebih dikenal sebagai pangeran Papak. Raden Djadjadiwangsa yang meinggal 1955 di kamping Sindangsari, Desa Cinunuk, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jabar sebagai kepala desa.

Seni tradisioanal Surak Ibra merupakan suatu sindiran atau semboyan ketidaksetujuan terhadap pemerintahan kolonial Belanda yang bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat, kata Kabid Kebudayaan Disparbud Kabupaten Garut, Asep Ajun kepada Tubas di ruang kerjanya baru-baru ini.

Melalui seni Surak Ibra dipupuk pendirian masyarakat supaya mempunyai pemeritahan sendiri hasil gotong royong untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia, rasa persatuan dan kesatuan antara pemerintah dan masyarakat yang ditonjolkan melalui gerakan dan koreografi demi keadilan dan kebijaksanaan pemerintah secara mandiri penuh semangat kebersamaan.

Kesenian yang lahir sebagai upaya melawan Belanda dalam bentuk seni ini menampilkan puluhan orang (60 sampai 100 orang) yang terdiri dari pemain angklung, dog-dog, dan instrument lainnya,serta beberapa penari, pada pucuk tarian salah seorang diantara penari akan di lempar-lempar keatas oleh pemain lainnya sambil di kelilingi oleh pembawa obor dan pemain musik yang menyertainya.Sungguh menghibur dan atraktif.

Sejak diciptakan tahun 1910 kesenian tradisioanal Surak Ibra ini sudah dilakoni oleh empat generasi, bahkan sekarangpun perlu diremajakan sebab sudah banyak pemain yang tua.Regenarasi menjadi penting mengingat kedudukan dan prestasi seni tradisioanal Surak Ibra yang sering dijadikan ikon kesenian tradisioanal khas bukan saja bagi Kabupaten Garut, tetapi di jadikan ikon Seni Helaran Provinsi Jawa Barat.

Seni tradisional ini masih berkembang dan dipimpin Amoh Junaedi di Kampung Sindangsari Desa Cinunuk Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut. (sighar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS