Seperti Apa Kebijakan Ekonomi Seharusnya Dikembangkan

Loading

urlkkkkkkkkkkkk

Oleh: Fauzi Aziz

INDONESIA terus bergelut mencari berbagai terobosan membuat ekonominya menggeliat secara efisien, produktif dan tumbuh yang penggeraknya dari dalam. Upaya ini menjadi komitmen kita bersama agar geliat dan pertumbuhannya bermanfaat bagi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

Nampaknya harus mencari model yang lanskap kebijakannya pas dengan kondisi dan lingkungan yang hendak dibentuk. Semua pihak sepakat bahwa stabilitas politik dan keamanan mutlak diperlukan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan ekonomi yang didukung oleh proses politik yang sehat dan keamanan yang terkendali.

Demikian pula sepakat bahwa stabilitas ekonomi makropun harus benar-benar terjaga, prudent dan terjadi koordinasi yang baik dan efektif antara kebijakan moneter dan fiskal. Faktor stabilitas politik dan ekonomi bersifat given dan dalam posisi ini Indonesia cukup mampu mengendalikan, meskipun kadang-kadang gaduh.

Prudent policy di sektor makro cukup terjaga, meskipun dalam pengelolaan kebijakan fiskal, peran pemerintah tidak bisa independen karena ada peran DPR dalam menjalankan fungsi anggaran yang nampak powerfull. Pemerintah sering “kesrimpet” disitu ketika menyusun RAPBN karena ada kepentingan politik yang ikut “membonceng”. Ini adalah fakta. Di luar itu tentu diperlukan lingkungan lain yang diharapkan dapat semakin kondusif supaya kegiatan ekonomi menggeliat dengan kecepatan tinggi di berbagai sektor dan skala usaha sesuai dengan azas demokrasi ekonomi.

Di aras ini, kita belum terlalu berhasil merumuskan kebijakan ekonomi yang efektif. Hit and run masih dirasakan sehingga produk kebijakan yang dihasilkan belum menjamin kepastian karena konsistensinya tidak terjaga dengan baik. Instrumennya baik, namun harmonisasi di antara berbagai instrumen tidak terjaga, sehingga nada sumbang muncul disana sini, baik di pusat maupun di daerah.

Akibatnya bermunculan proyek investasi yang bersifat wait and see. Yang diharapkan menjadi see and do tidak terlalu banyak, sehingga wajar kalau pada triwulan-I 2016 ekonomi diperkirakan hanya tumbuh 4,9%. Acara babat perda-perda dianggap bermasalah menjadi trending topic dalam minggu-minggu ini.

Sebelumnya terjadi tranding topic ketika pemerintah merencanakan rasionalisasi PNS sebanyak 1 juta personil. Deregulasi sudah memasuki ronde ke XIII dan nampaknya akan terus berlanjut. Namun sayang model deregulasinya tanpa dilandasi oleh satu skenario yang jelas.

Basisnya adalah peristiwa- peristiwa ekonomi yang terjadi di sekitar kita di berbagai sektor ekonomi. Landasan konsepsinya tidak terbaca desain dan lanskapnya sehingga kebijakan deregulasi yang dihasilkan seperti terkesan menebar jaring di tengah laut. Muncul pertanyaan paling mendasar apakah deregulasi telah membawa perubahan yang mendasar dalam tubuh birokrasi.

Nampaknya belum terjawab karena postur dan gestur birokrasi masih sama saja. Mereka sibuk melaksanakan APBN yang terus dikejar target realisasi anggaran. Mereka seperti tidak punya waktu lain, kecuali hanya mengurus APBN. Volume APBN makin membesar, tetapi efisiensi dan efektifitasnya masih rendah, sehingga fungsi APBN sebagai mesin pertumbuhan ekonomi juga rendah.

Ini berarti kualitas belanjanya juga masih perlu ditingkatkan. Karena semua sudah berjalan dalam lintasan waktu, maka waktu setengah tahun ke depan lebih baik pemerintah time out menyusun skenario kebijakan ekonomi yang lebih terstruktur dan memiliki fokus yang harus dilaksanakan tahun 2017 dan seterusnya.

Konsolidasi internal mutlak dibutuhkan melaksanakan progam-progam aksi yang lebih terorganisir. Di sektor pertanian apa yang akan di-breaktrough, di sektor perindustrian apa dan seterusnya yang dipimpin langsung oleh presiden. Kalau tidak dipimpin oleh dirigennya, kita khawatir akan kembali business as usual.

Presiden telah berhasil menjadi dirigen dalam pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur. Dalam tiga setengah tahun ke depan, presiden kita harapkan turun gunung memimpin langsung pelaksanaan progam dan proyek di sektor-sektor tradable, yakni pertanian dalam arti luas, pertambangan dan mineral dan di sektor industri pengolahan migas dan non migas. (penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS