Siapa Ba’asyir?

Loading

Laporan : Marto Tobing

Abu Bakar Ba'asyir

Abu Bakar Ba'asyir

JAKARTA, (Tubas) – Selain biasa dipanggil Ustadz Abu, Abu Bakar Ba’asyir bin Abu Bakar Abud itu juga akrab dengan panggilan Abdus Somad. Pria lanjut usia (lansia) kelahiran 17 Agustus 1938 di sebuah desa di Jombang, Jawa Timur itu, menapak langkah perjalanan hidupnya sarat dengan kontroversi. Namun dalam perjuangannya baginya tak ada kata menyerah. Berulang kali masuk bui tak juga mampu merubah takad perjuangannya.

Meniti perjalanan hidupnya jelang usia memasuki angka 73 tahun, pria bersorban khas dengan janggut beruban panjang ini adalah merupakan seorang tokoh Islam di Indonesia keturunan Arab. Ba’asyir juga merupakan pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) serta salah seorang pendiri Pondok Pesantren Islam Al Mu’min di Solo, Jawa Tengah.

Berbagai badan intelijen pernah menuding Ba’asyir sebagai “komandan” spiritual Jemaah Islamiyah (JI), sebuah komunitas separatis militan Islam yang mempunyai kaitan dengan al-Qaeda. Namun dengan tegas di berbagai kesempatan dia bantah semua tudingan itu bahwa dirinya tidak pernah menjalin hubungan dengan JI atau terorisme.

Pada tahun 1959, Ba’asyir pernah menjalani pendidikan sebagai siswa Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur dan juga tercatat sebagai alumni Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo, Jawa Tengah pada tahun 1963. Perjalanan kariernya dimulai sebagai aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Solo. Kemudian meningkat menjadi Sekretaris Pemuda Al-Irsyad Solo dan pada tahun 1961 terpilih menjadi Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia.

Tiba pada tahun 1972, dipercaya sebagai Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam sekaligus memimpin Pondok Pesantren Al Mu’min. Terus melejit pada tahun 2002 berada pada posisi Ketua Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

Kemudian, pada 10 Maret 1972, Ba’asyir mendirikan Pesantren Al-Mu’min di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, bersama dengan Abdullah Sungkar. Namun di masa kekuasaan Orde Baru, Ba’asyir melarikan diri karena menolak asas tunggal Pancasila. Selama 17 tahun itulah Ba’asyir menetap tinggal di Malaysia. ***

Kini Eyang Kakung yang tak pernah tampak kelihatan bercanda gurau dengan para cucu, layaknya seorang kakek, masih harus duduk di ruang sidang. Jaksa dengan dakwaanya tidak main-main. Di hadapan majelis hakim ruang sidang PN Jaksel sang kakek murah senyum ini terancam hukuman mati oleh jaksa penuntut umum. Tuduhan kejahatannya dikaitkan dengan gerakan teroris Aceh. ***

CATEGORIES
TAGS