Singapura Hentikan Impor Babi dari Batam, Perekonomian di Batam Ikut Terancam

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Pemerintah Singapura menghentikan impor babi dari Batam sebagai imbas dari ditemukannya penyakit flu babi (African Swine Fever/ ASF) pada sejumlah babi yang didatangkan dari dari daerah tersebut oleh Badan Pangan Singapura/Singapore Food Agency (SFA).

Penghentian impor babi dari Batam yang diberlakukan pemerintah Singapuratersebut  telah menyebabkan kerugian pelaku usaha hingga mencapai puluhan miliar rupiah.

Penyakit flu babi ini diketahui berasal dari China dan masuk ke Indonesia pada tahun 2019. Penyakit ASF dinilai berbahaya karena memiliki daya bunuh babi hingga 100%, sedangkan radius penularannya mencapai 3 kilometer.

“Kalau satu kandang itu bisa habis semua. Karena belum ada obatnya, tidak ada vaksinnya,” kata Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa, Minggu (7/5/2023).

Namun menurut Hari, hal yang melegakan adalah tidak akan berdampak pada kesehatan manusia. Sehingga, jika masyarakat tidak sengaja mengonsumsinya daging babi yang terjangkit penyakit tersebut, dia tidak akan tertular.

Virus ASF juga tidak dapat bertahan lama di udara dan jika daging babi yang terinfeksi virus ASF terkena sinar matahari dalam beberapa waktu, maka virus didalamnya akan mati. Namun demikian, masyarakat tetap dilarang memotong hewan yang tidak sehat.

“Karena itulah, menjaga kebersihan kandang dan melakukan karantina ketat tetap penting untuk dilakukan para peternak demi mencegah penularannya,” ujar Hari.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid, mengatakan, peternak babi di Batam mengalami kerugian yang cukup besar akibat penghentian impor babi yang dilakukan sejak 23 April 2023. Penghentian ini juga diperkirakan akan mempengaruhi perekonomian di kawasan tersebut.

Rafki mengatakan, Batam setiap hari mengekspor babi ke Singapura sebanyak 1.000 ekor dengan nilai mencapai Rp 2 miliar.

“Jadi jika kita hitung saat ini sudah 14 hari keran ekspor ke Singapura ditutup. Nilai kerugian sementara ini kita perkirakan sekitar Rp 28 miliar,” kata Rafki Rasyid.

Namun demikian, pihaknya memaklumi langkah preventif yang dilakukan pihak Singapura demi mencegah penyebaran virus tersebut. Adapun di Batam sendiri, peternak babi yang melakukan ekspor ke Singapura hanya ada di Pulau Bulan dan dikelola oleh PT Indotirta Suaka.

Sementara itu, Head of Center of Industry, Trade and Investment INDEF, Andry Nugroho menilai, apabila tidak segera diatasi, kejadian ini juga berpotensi memberi kerugian jangka panjang bagi Indonesia dalam hal meningkatkan persaingan supplier babi di level global.

“Berbicara mengenai babi hidup, ada 2 suplier yang paling besar, di Pulau Bulan, Batam, lalu yang kedua dari Serawak Malaysia. Jadi bisa jadi nanti kebutuhan dari life pig itu akan diambil dari Serawak ketika Singapura menghentikan impor dari Batam,” ujarnya.

Sedangkan untuk rencana ekspor karkas babi ke Singapura, menurutnya Indonesia juga tetap perlu mempersiapkan diri. Pasalnya, Rafki mengatakan, karkas yang kerap dikirim dalam keadaan beku ini memiliki lebih banyak supplier pesaing, mulai dari China, Australia, hingga Brazil.

Oleh karena itu, menurutnya pemerintah RI perlu mengambil langkah strategis secara cepat dengan melakukan serangkaian pembenahan untuk komoditas babi di Indonesia, khususnya yang terjangkit masalah ini. Harapannya pula, keran impor babi hidup asal Batam ini bisa segera dibuka kembali oleh Singapura.(sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS