Soal Ketergantungan Bahan Baku Impor, Ini Kata MS Hidayat

Loading

Laporan: Redaksi

ilustrasi

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Pemerintah menyusun rencana aksi dan dukungan kebijakan insentif fiskal untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan bahan penolong pada sembilan sektor industri dengan nilai impor tertinggi. Ditargetkan, kebijakan baru akan diumumkan bulan depan.

Berdasarkan data dan penelitian Kementerian Perindustrian, impor bahan baku dan bahan penolong industri didominasi oleh sembilan kelompok industri.

Antara lain kelompok industri mesin dan alat-alat listrik, kelompok industri logam, kelompok industri otomotif, kelompok industri elektronika, kelompok industri kimia dasar, kelompok industri mamin dan pakan ternak, kelompok industri tekstil dan produk tekstil, kelompok industri barang kimia, plastik, pengolahan karet dan produk farmasi, serta kelompok industri pulp dan kertas.

Adapun, sembilan kelompok industri tersebut mewakili 64% dari jumlah perusahaan industri nasional, yang menyerap tenaga kerja 65% dan nilai produksi 80% dari total industri nasional. Untuk mencari solusi atas ketergantungan impor tersebut, pemerintah sudah sejak pertengahan tahun lalu berusaha mencari rumusan kebijakan yang tepat.

Terakhir, pada Senin (1/4), pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan beserta jajarannya (Ditjen Bea Cukai, Ditjen Pajak, dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF)) melakukan pertemuan kembali untuk menentukan kebijakan atau dukungan insentif mana yang akan diberikan kepada sektor industri. Perlu diketahui, sembilan sektor industri itu sendiri memiliki permasalahan yang berbeda-beda.

“Sebulan lagi akan ada hasil kebijakan baru. Saya tidak bisa katakan, kami sepakat sebelum ada regulasi baru, kami tidak bisa bicarakan dulu,” kata Menteri Perindustrian M.S. Hidayat di Jakarta, Jumat (4/4/2014).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi tidak begitu optimis dengan kebijakan baru untuk mengendalikan impor yang kembali dicanangkan pemerintah. “Paket-paket kebijakan yang sudah ada saja lama sekali keputusannya. Apalagi sekarang, pemerintah juga ada yang sibuk kampanye, saya tidak terlalu percaya,” kata Sofjan.

Meski masih mengalami defisit, defisit neraca perdagangan industri telah ditekan dari US$23,59 miliar pada 2012 menjadi US$18,37 miliar pada 2013. Defisit neraca perdagangan terjadi karena lonjakan impor bahan baku dan barang modal. Sebagai gambaran, dari total impor produk industri 2012 senilai US$139,73 miliar, sekitar 90% diantaranya merupakan impor bahan baku dan barang modal. (sabar)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS