Stafsus Millenial Jokowi Salahi Wewenang, Minta Dievaluasi

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Di tengah penanganan pandemi Covid-19, muncul kritik terhadap beberapa staf khusus millenial presiden atas tindakan yang diduga sebagai penyalahgunaan wewenang.

Organisasi antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan Presiden Joko Widodo harus memecat staf khusus yang diduga punya konflik kepentingan.

Staf Khusus Presiden, Andi Taufan Garuda Putra, pada awal bulan menyurati camat di seluruh wilayah Indonesia mengenai kerja sama program antara pemerintah dan PT Amartha Mikro Fintek terkait Relawan Desa Lawan Covid-19.

Selain menjabat sebagai stafsus, Andi adalah pendiri dan ketua eksekutif Amartha. Ia akhirnya menarik surat dengan kop Sekretariat Kabinet itu dan meminta maaf.

“Sekali lagi terima kasih dan mohon maaf atas kegaduhan dan ketidaknyamanan yang timbul. Apapun yang terjadi, saya tetap membantu desa dalam kapasitas dan keterbatasan saya,” sebut Andi Taufan dalam surat terbuka Selasa (14/2).

Organisasi antikorupsi Indonesia Corruption Watch atau ICW menilai langkah Andi bermasalah dan mengarah pada konflik kepentingan.

Sorotan juga terarah ke stafsus lain, Adamas Belva Syah Devara.

Ruang Guru, yang didirikan Belva, dilaporkan akan menjadi salah satu dari delapan perusahaan penyedia pelatihan lainnya dalam program pelatihan Kartu Prakerja oleh pemerintah.

Menanggapi polemik ini, Belva dikutip mengatakan dirinya tak ikut dalam pengambilan keputusan. Dikatakan pula, proses pemilihan dilakukan oleh Kementerian Kooordinator bidang Perekonomian.

Peneliti ICW, Egi Primayogha, mengatakan khawatir staf khusus lain akan bertindak serupa dan menyalahgunakan kewenangan mereka untuk kepentingan pribadi.

“Yang pertama, ketika kita memilih individu untuk menempati posisi jabatan publik, yang dilihat seharusnya bukan semata-mata soal usia atau label `milenial` itu sendiri. Tapi harus dilihat, kapasitasnya, integritasnya itu yang paling penting,” kata Egi kepada BBC News Indonesia pada Rabu (15/04).

“Kapasitasnya dan integritasnya juga harus dilihat dari kacamata bagaimana dia paham bertindak di ruang publik. Jadi tidak semata-mata, ketika dia mampu menjalani perusahaan privat lalu dia bisa dibilang layak untuk menempati posisi publik. Dua hal ini sebetulnya berbeda. Ketika dia mengelola suatu hal yang sifatnya privat seperti perusahaan dengan jabatan publik, seperti stafsus,” tambahnya.

Ia juga mendesak Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja mereka dan juga relevansi posisi stafsus, termasuk bila posisi tersebut memang relavan saat ini atau tidak. (red)

 

CATEGORIES
TAGS