Subsidi BBM dan Pasar Tunggal Asean

Loading

Oleh: Efendy Tambunan

Efendy Tambunan

Efendy Tambunan

MAJU mundurnya pengendalian BBM bersubsidi membingungkan masyarakat dan menciptakan ketidakpastian berusaha di Indonesia. Padahal pengusaha membutuhkan kepastian harga BBM bersubsidi supaya mereka dapat mengukur peluang dan risiko bisnis. Iklim usaha yang sehat dan kondusif menjadi syarat utama menghadapi Pasar Tunggal ASEAN.

Katanya subsidi BBM hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin. Tapi faktanya, subsidi itu tidak tepat sasaran. Warga mampu dan kaya malah lebih banyak menikmati subsidi BBM. Meminjam istilah pengamat BUMN, Said Didu, subsidi BBM merupakan insentif terhadap orang mampu.

Subsidi BBM bagaikan makan buah simalakama. Kalau harga BBM bersubsidi dinaikkan, inflasi meningkat dan daya beli masyarakat miskin terpukul. Jika tidak dinaikkan, beban keuangan pemerintah akan semakin berat dan kemampuan pemerintah untuk mendanai pembangunan sektor-sektor strategis seperti infrastruktur transportasi dan energi akan semakin terbatas.

Sebagai perbandingan, penulis melakukan survey harga BBM di daerah pedalaman Kalimantan Timur. Harga bensin premium dan solar saat ini sekitar Rp 10 ribu per liter. Sudah harganya mahal, pasokan tidak lancar.

Sangat berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan, mereka sangat dimanja dengan BBM bersubsidi berharga murah. Ketika pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi mendekati harga keekonomiannya, warga di wilayah perkotaan menunjukkan reaksi penolakan karena ada kekuatiran bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi akan membuat mereka hidup menderita. Apakah BBM bersubsidi mendorong atau melemahkan daya saing bangsa?

Untuk menghadapi Pasar Tunggal ASEAN, daya saing Indonesia harus segera ditingkatkan. Pemerintah perlu membuat kebijakan ekonomi secara bijaksana, hemat, hati-hati. Selain soal kebijakan, para pebisnis juga diberikan kesempatan seluas-luasnya, dimudahkan untuk menjalankan bisnis tanpa hambatan birokrasi, diberi akses meminjam uang dari bank dengan bunga rendah dan mendapatkan jaminan kepastian hukum berinvestasi.

Hingga saat ini, terdapat beberapa faktor yang membebani dunia usaha. Pertama, pemerintah bersikap plin plan terhadap pengendalian BBM bersubsidi sehingga menciptakan ketidakpastian berusaha. Kedua, pembangunan infrastruktur berjalan sangat lambat mengakibatkan naiknya biaya logistik dan terbatasnya persediaan energi listrik. Ketiga, perilaku koruptif birokrat dalam pengurusan dan perpanjangan izin usaha. Keempat, suku bunga pinjaman bank di Indonesia relatif tinggi mengakibatkan harga barang produksi lokal tidak kompetitif.

Salah satu sektor pemakai BBM bersubsidi adalah sektor transportasi. Berdasarkan penelitian penulis (2010) di wilayah Jakarta, kecepatan rata-rata kendaraan 25 km per jam. Pada jam sibuk, kecepatan rata-rata menjadi 18 km per jam. Tingkat pelayanan jalan raya masuk kategori terendah (F). Menurut para ahli, kecepatan kendaraan irit bensin 55 km per jam. Dari beberapa sumber, kendaraan tercatat dan melintas setiap jam pada jaringan jalan di Jakarta (2012) ada sekitar 210.632 unit. Alhasil, ratusan ribu liter BBM bersubsidi setiap jam habis terbakar sia-sia.

Pemerintah kehilangan momentum meningkatkan harga BBM bersubsidi dan menyianyiakan reformasi ekonomi. Dampaknya, pemerintah harus menanggung subsidi sekitar 800 miliar rupiah per hari. Secara alami, jumlah kendaraan akan terus bertambah. Sampai kapan pemerintah mampu mensubsidi BBM? Sudah sepantasnya harga BBM bersubsidi dinaikkan. Kenaikan harga BBM bersubsidi akan membuat harga energi terbarukan, seperti biodiesel dan bioetanol, semakin kompetitif.

Kompensasi kenaikan BBM bersubsidi lebih baik dialokasikan untuk berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan daya saing Indonesia menghadapi Pasar Tunggal ASEAN. Kegiatan tersebut, antara lain: 1) menciptakan SDM yang berkualitas dan berkompetensi tinggi, 2) meningkatkan riset benih dan modernisasi pertanian, 3) revitalisasi mesin tekstil, 4) memacu pembangunan infrastruktur besar-besaran dan 5) menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh masyarakat. Agar manfaatnya maksimal, semua kegiatan ini harus bersinergi dan didasarkan pada konsep ramah lingkungan, berkelanjutan dan berkeadilan. ***

(penulis adalah Dosen Teknik Sipil dan Direktur Toba Borneo institut)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS