Sudut Pandang Tentang “Demokrasi” dan “Desentralisasi”

Loading

Oleh: Fauzi Aziz

ilustrasi

ilustrasi

PANDANGAN ini akan mencoba melihat dari perspektif subjektif tentang hakikat demokrasi dan desentralisasi dalam sudut pandang yang bebas. Sewaktu belajar civic di SMP pada tahun 60-an, kita mendapatkan suatu pemahaman sederhana tentang makna demokrasi, yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Pengertian ini rasanya cukup mudah dipahami dan clear. Dalam konteks politik seperti dinyatakan dalam UUD 1945, rakyat adalah pemilik kedaulatan. Dalam konteks nonpolitik, misalnya, di bidang ekonomi, maka kalau mengacu pada pandangannya Adam Smith, kita akan mendapatkan satu jawaban bahwa demokrasi adalah “kebebasan yang diberikan kepada setiap individu untuk menjual tenaga atau dirinya. Atau menginvestasikan modalnya adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi”.

Human spirit yang seperti ini secara esensial bisa kita maknai sebagai bagian dari proses demokrasi, di mana unsur kebebasan individu untuk berkreativitas dan berinovasi diberikan bobot penekanan yang tinggi. Proses ini akan berlangsung dengan baik bila proses demokrasi dibarengi dengan berjalannya proses desentralisasi pada waktu yang bersamaan dalam pengertian bahwa berarti harus terjadi proses perubahan yang mendasar dalam kerangka kerja yang semula bersifat top-down menjadi kerangka kerja yang bersifat bottom-up.

Mencermati pemahaman subjektif yang seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa demokrasi adalah sekeping mata uang dengan desentralisasi. Dalam konsep politik dan ketatanegaraan, sejak Reformasi tahun 1998 secara de jure dan de facto, Indonesia telah menjadi negara yang demokratis dan sekaligus menjalankan sistem desentralisasi.

Masalahnya, setelah lima belas tahun reformasi berjalan, yang terjadi adalah proses demokrasi dan desentralisasi di negeri ini ternyata berjalan tidak berimbang, dan cenderung tidak tepat memahami dan melaksanakannya.

Dalam pemaknaan bahwa proses transformasinya justru malah secara normatif lebih melegalkan terbangunnya sistem kelembagaan negara dan sistem birokrasi yang sama-sama kuat, baik di pusat maupun di daerah. Kekuatan ini makin nyata ketika sistem regulasi nasional maupun regulasi daerah makin memberikan legitimitasi kekuasaan politik dan kewenangan lembaga birokrasi.

Fakta ini yang terjadi dan kita lihat hingga sekarang ini. Para elite politik dan para elite penyelenggara negara menjadi sibuk mengurus dirinya sendiri. Akibatnya, peran negara/pemerintah di pusat maupun di daerah untuk mengangkat derajat dan martabat kehidupan rakyat agar menjadi lebih sejahtera dan makin berdaulat dalam kehidupan nyata di berbagai bidang, tidak terfasilitasi dengan baik.

Ada dan dijalankan, tapi hasilnya tidak maksimal kalau tidak mau disebut gagal. Akibatnya menjadi buruk, karena yang terjadi adalah trade off. Negara telah merasa benar menjalankan demokrasi dan desentralisasi, tapi rakyat merasa bahwa hak-hak dasarnya untuk hidup layak, sejahtera menjadi terpasung oleh sistem yang dibangun oleh negara yang ternyata hanya makin memberikan kekuatan kekuasaan dan kewenangan bagi penyelenggara negara.

Disharmonisasi

Ketika penyelenggara negara “gagal” memberikan layanan terbaiknya kepada rakyat untuk dapat mengembangkan kreativitasnya,yang terjadi adalah disharmonisasi dan cenderung menumbuh-suburkan distrust dari rakyat kepada para penyelengggara Negara, baik di pusat maupun di daerah. Bahkan, hubungan ini secara diametral menjadi rusak manakala rakyat makin merasakan bahwa negara tidak berpihak kepada kepentingan rakyat.

Konflik sosial yang bersifat vertikal, horizontal, dan diagonal menjadi tumbuh subur, dan hal ini tentu malah akan menjadikan proses demokrasi dan desentralisasi secara alamiah akan mengalami erosi dan terdegradasi makna dan nilainya.

Pemahaman yang berbeda antara penyelenggara negara dan rakyat ini kalau tidak diduduk-perkarakan bisa mengancam persatuan dan kesatuan dan juga menjadi ancaman serius bagi keutuhan NKRI. Di luar konteks politik dan ketatanegaraan, sejatinya demokrasi dan desentralisasi harus bisa dipahami pengejewantahan dalam rangka memberikan penguatan dan rasa percaya diri kepada setiap individu atau kelompok di masyarakat bahwa mereka adalah sumber daya potensial.

Kepada mereka harus diberikan kesempatan yang sama seluas-luasnya agar mampu mengembangkan diri, mengembangkan kreativitas dan inovasi, mengembangkan bakat dan talentanya yang output-nya dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat, bangsa, dan negara di berbagai bidang kehidupan secara maksimal.

Jika demokrasi dan desentralisasi yang seperti ini yang menjadi arus utamanya, maka konflik sosial tidak akan terjadi, seperti yang dewasa ini kita lihat. Problem kemiskinan dan pengangguran akan secara masif terjadi pergeseran yang tadinya hanya menjadi bagian dari masyarakat yang konsumtif menjadi individu atau kelompok masyarakat yang produktif.

Tugas pemerintah menjadi “diringankan”, karena yang utama hanya menciptakan lingkungan yang kondusif agar bakat, talenta, kreativitas dan kemampuan inovasi masyarakat tumbuh subur, sehingga mereka dapat memberikan kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnya. Menyediakan ruang publik yang cukup bagi berkembangnya kehidupan masyarakat secara mandiri.

Pemerintah harus bisa menjadi wasit yang adil dan bijaksana serta menjadi pelayan yang ramah bagi rakyatnya. Kebijakan fiskal negara harus menjadi sumber stimulus bagi berkembangnya aktivitas masyarakat, bukan malah sebaliknya hanya terpakai untuk melayani kebutuhan penyelenggara negara dalam jumlah yang berlebih, seperti yang terjadi saat ini.

Jaring pengaman sosial tetap diperlukan untuk membiayai kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Inilah sekilas sudut pandang tentang demokrasi dan desentralisasi yang bisa bersifat subjektif. Boleh jadi konsep ini yang benar dan yang harus kita aktualisasikan ke depan. Perspektif sudut pandang ini sekaligus dapat menjadi catatan kecil, manakala ada yang berniat untuk melakukan “reformasi jilid II”. Dan rasanya inilah yang fundamental, yakni demokrasi dan desentralisasi. ***

CATEGORIES
TAGS