Ternyata, Lelang Jabatan Hanya Formalitas

Loading

index.jlllllllllllllllllll

Oleh: Fauzi Aziz

TERLALU asyik memikirkan derap kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh dunia usaha agar makin kompetitif, pemerintah lupa bahwa dirinya juga dituntut menjadi kompetitif. Lupa diri ini wajar terjadi karena pemerintah adalah penguasa dan pemegang kendali kewenangan administrasi negara di negeri yang menjadi wilayah kekuasaannya.

Padahal dunia sudah lama berubah dan mengalami pergeseran paradigma bahwa yang berkompetisi dewasa ini bukan hanya dunia bisnis saja, namun sudah termasuk pemerintah dan setiap individu masyarakat terlibat langsung dalam kompetisi di kawasan regional dan global.

Berbicara keunggulan dan daya saing sudah tidak lagi menjadi monopolinya ranah kebijakan bisnis di tingkat korporasi, tetapi sudah menjangkau ke dalam produk kebijakan publik. Itulah kemudian muncul tesis tentang Re-inventing Goverment, muncul pula istilah Reformasi Birokrasi, Deregulasi dan sejumlah tesis lain yang inti terkait  mewujudkan sistem birokrasi yang kompetitif. Oleh sebab itu, membuat kebijakan ekonomi maupun dalam pembuatan kebijakan publik pada umumnya tidak boleh “sembrono” karena mentang-mentang menjadi penguasa atau pemegang kewenangan administrasi negara.

Pemerintah pusat dan daerah, DPR dan DPRD sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan dan kewenangan dalam pembuatan kebijakan harus memahami konten dan konteksnya. Kebijakan ekonomi dalam spektrum yang luas di era persaingan harus dapat mengakomodasi kebutuhan pelayanan kepada dunia usaha dan masyarakat secara mudah, cepat, murah dan just in time.

Lebih dari itu dan di atas segala-galanya adalah menjamin adanya kepastian hukum dan konsisten. Di bawah standar itu, dapat dikatakan kebijakan ekonomi pemerintah, baik pusat maupun daerah tidak kompetitif.

Hingga kini tingkat kompetisinya masih rendah. Se bab itu pemerintah melakukan deregulasi, namun tidak menjamin dengan deregulasi taken for garanted, kebijakan ekonomi nasional sudah dianggap kompetitif.

Sepanjang progam Re-inventing Goverment dan Reformasi Birokrasi belum dijalankan dengan sepenuh hati. agak sulit mengatakan kebijakan ekonomi sudah kompetitif. Pemerintah terkesan lembek melaksanakan kedua progam tersebut. Penuh keraguan menjalankan apa yang sudah menjadi kebutuhannya.

Sementara itu, beban APBN/APBD semakin berat memikul belanja rutin pegawai yang secara kelembagaan body language mesin birokrasi makin gemuk dan tambun. Permainan kekuasaan telah membuat pejabat publik tidak mempunyai fokus menghasilkan produk kebijakan yang berkualitas dan kompetitif. Tak peduli negara sedang berkompetisi menarik manfaat dari perubahan ekonomi regional dan global dalam meningkatkan investasi dan ekspor.

Tak ambil pusing, negara-negara emerging economy di kawasan Asia sedang march to mo dernity agar mampu menangkap peluang baru dan kesempatan baru yang harus bisa diraih negaranya masing-masing.

Di Asean, daya saing kita paling jelek. Ini cermin betapa kebijakan ekonomi pemerintah belum mampu mengubah secara fondamental struktur ekonomi nasional.

Power play terus bergemuruh di republik ini bukan bagaimana menciptakan efisiensi dan produktifitas organisasi publik.Tetapi yang paling ramai adalah perebutan kapling di jabatan publik. Orga nisasi publik terjebak mekanisme standar ganda.

Di satu sisi terlibat dalam power play dan di pihak lain harus bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Faktanya dalam permainan standar ganda ini, mesin birokrasinya justru terlibat langsung dalam permainan kekuasaan karena kepingin memegang jabatan strategis di lembaga pemerintah.

Lelang jabatan hanya formalitas. Dalam banyak cerita burung yang berkembang, yang menang ikut lelang jabatan adalah mereka yang mempunyai akses ke elit penguasa dan pengusaha, sehingga pemberian “upeti” memberikan warna lain dalam prosesnya.

Kabar ini hanya dugaan-dugaan, tapi cukup santer beredar di pusaran terbatas. Padahal kualitas kebijakan ekonomi dan kebijakan publik pada umumnya sangat ditentukan oleh kualitas pejabat publiknya yang bertanggungjawab.

Pendekatan nilai dan perilaku semakin penting agar mesin birokrasi semakin kompeten dan kredibel dalam menyiapkan produk kebijakan yang berkualitas. Mereka mampu memilih dan memilah mana yang tetap bersifat regulative dan mana yang lebih bersifat deregulatif, bahkan lebih liberatif supaya produk kebijakan yang dihasilkan makin kompetitif.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

Padahal dunia sudah lama berubah dan mengalami pergeseran paradigma bahwa yang berkompetisi dewasa ini bukan hanya dunia bisnis saja, namun sudah termasuk pemerintah dan setiap individu masyarakat terlibat langsung dalam kompetisi di kawasan regional dan global.

Berbicara keunggulan dan daya saing sudah tidak lagi menjadi monopolinya ranah kebijakan bisnis di tingkat korporasi, tetapi sudah menjangkau ke dalam produk kebijakan publik. Itulah kemudian muncul tesis tentang Re-inventing Goverment, muncul pula istilah Reformasi Birokrasi, Deregulasi dan sejumlah tesis lain yang inti terkait  mewujudkan sistem birokrasi yang kompetitif. Oleh sebab itu, membuat kebijakan ekonomi maupun dalam pembuatan kebijakan publik pada umumnya tidak boleh “sembrono” karena mentang-mentang menjadi penguasa atau pemegang kewenangan administrasi negara.

Pemerintah pusat dan daerah, DPR dan DPRD sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan dan kewenangan dalam pembuatan kebijakan harus memahami konten dan konteksnya. Kebijakan ekonomi dalam spektrum yang luas di era persaingan harus dapat mengakomodasi kebutuhan pelayanan kepada dunia usaha dan masyarakat secara mudah, cepat, murah dan just in time.

Lebih dari itu dan di atas segala-galanya adalah menjamin adanya kepastian hukum dan konsisten. Di bawah standar itu, dapat dikatakan kebijakan ekonomi pemerintah, baik pusat maupun daerah tidak kompetitif.

Hingga kini tingkat kompetisinya masih rendah. Se bab itu pemerintah melakukan deregulasi, namun tidak menjamin dengan deregulasi taken for garanted, kebijakan ekonomi nasional sudah dianggap kompetitif.

Sepanjang progam Re-inventing Goverment dan Reformasi Birokrasi belum dijalankan dengan sepenuh hati. agak sulit mengatakan kebijakan ekonomi sudah kompetitif. Pemerintah terkesan lembek melaksanakan kedua progam tersebut. Penuh keraguan menjalankan apa yang sudah menjadi kebutuhannya.

Sementara itu, beban APBN/APBD semakin berat memikul belanja rutin pegawai yang secara kelembagaan body language mesin birokrasi makin gemuk dan tambun. Permainan kekuasaan telah membuat pejabat publik tidak mempunyai fokus menghasilkan produk kebijakan yang berkualitas dan kompetitif. Tak peduli negara sedang berkompetisi menarik manfaat dari perubahan ekonomi regional dan global dalam meningkatkan investasi dan ekspor.

Tak ambil pusing, negara-negara emerging economy di kawasan Asia sedang march to mo dernity agar mampu menangkap peluang baru dan kesempatan baru yang harus bisa diraih negaranya masing-masing.

Di Asean, daya saing kita paling jelek. Ini cermin betapa kebijakan ekonomi pemerintah belum mampu mengubah secara fondamental struktur ekonomi nasional.

Power play terus bergemuruh di republik ini bukan bagaimana menciptakan efisiensi dan produktifitas organisasi publik.Tetapi yang paling ramai adalah perebutan kapling di jabatan publik. Orga nisasi publik terjebak mekanisme standar ganda.

Di satu sisi terlibat dalam power play dan di pihak lain harus bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Faktanya dalam permainan standar ganda ini, mesin birokrasinya justru terlibat langsung dalam permainan kekuasaan karena kepingin memegang jabatan strategis di lembaga pemerintah.

Lelang jabatan hanya formalitas. Dalam banyak cerita burung yang berkembang, yang menang ikut lelang jabatan adalah mereka yang mempunyai akses ke elit penguasa dan pengusaha, sehingga pemberian “upeti” memberikan warna lain dalam prosesnya.

Kabar ini hanya dugaan-dugaan, tapi cukup santer beredar di pusaran terbatas. Padahal kualitas kebijakan ekonomi dan kebijakan publik pada umumnya sangat ditentukan oleh kualitas pejabat publiknya yang bertanggungjawab.

Pendekatan nilai dan perilaku semakin penting agar mesin birokrasi semakin kompeten dan kredibel dalam menyiapkan produk kebijakan yang berkualitas. Mereka mampu memilih dan memilah mana yang tetap bersifat regulatif dan mana yang lebih bersifat deregulatif, bahkan lebih liberatif supaya produk kebijakan yang dihasilkan makin kompetitif.(penulis adalah pemerhati masalah sosial ekonomi dan industri).

CATEGORIES
TAGS