Terus Berkembang Efek Negatif ACFTA

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

TASIKMALAYA, (Tubas) – Perdagangan bebas di era globalisasi sudah dapat dirasakan efek negatif dan positifnya terhadap perkembangan perekonomian nasional Indonesia, khususnya di Tasikmalaya, Jawa Barat. Efek negatif itu terus berkembang sejalan dengan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA/ persetujuan pasar bebas Asean-Cina).

Bila ACFTA tidak diantisipasi secara tepat sejak dini, dikhawatirkan akan mempengaruhi perekonomian para pelaku usaha, termasuk Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Walaupun ketahanan Koperasi dan UMKM dari pengaruh globalisasi itu sudah terbukti dan teruji, ketika krisis moneter tempo dulu, UMKM tak begitu terpengaruh besar.

Pasalnya, UMKM sebagai roda perekonomian kecil mampu menopang lapangan kerja. Dalam hal ini, pelaku pasar di sektor usaha kecil dinilai memahami betul resiko dan dampak dari perdagangan bebas itu. Dampak diberlakukannya ASEAN – China Free Trade Agreement (ACFTA) menuai pro dan kontra di kalangan industri produk lokal di berbagai daerah. Barang-barang produk impor dari Cina, seperti pakaian jadi, sepatu, sandal dan pernak-pernik kerajinan berupa mainan anak-anak terbuat dari plastik, kini sudah membanjiri pasaran.

Melihat perkembangan itu Riduan Zippo (40), seorang pedagang asal Bandung saat bincang-bincang dengan Tubas, pekan lalu, mengatakan ada segi positif dan negatifnya dengan dibukanya perdagangan bebas. Barang impor dari Cina yang harganya murah dan kualitasnya cukup baik merupakan tantangan tersendiri bagi produk dalam negeri.

Indikasinya permintaan pasar produk impor dari Cina, berupa tekstil maupun mainan anak terbuat dari plastik, sangat menjamur di daerah Jawa Barat, khususnya Tasikmalaya, Ciamis, Banjar dan Garut. Sejak dibukanya perdagangan bebas, banyak pengusaha maupun pedagang beralih menjual barang-barang produk impor dari Cina, seperti tekstil, sandal, sepatu dan lain-lainnya.

Menurut Riduan pedagang penyalur yang modalnya pas-pasan, sangat menyambut positif dibukanya perdagang bebas oleh pemerintah. Dengan dibukanya perdagangan bebas saat ini, usaha Riduan bertambah laris dan banyak diminati pembeli yang mencari harga murah, bentuk dan coraknya menarik dengan kualitas lumayan.

Masyarakat saat ini, lebih cenderung memilih dan membeli barang-barang produk impor, ketimbang membeli barang produk lokal, karena faktor harga. “Misalnya, harga sandal produk Cina sekitar Rp 50.000 dengan cara dibayar lima kali cicilan, sedangkan sandal produk lokal harganya Rp 75.000 juga dengan lima kali cicilan, dengan kualitas sama, otomatis mereka memilih sandal impor,” kata Riduan. (hakri miko)

TAGS