Tidak Sesuai Peraturan, Humas Ditjenpas Rika Aprianti Mengatakan Pihaknya tidak akan Membebaskan Napi Koruptor

Loading

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Hingga Jumat (3/4) pagi, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) mengatakan sebanyak 22.158 narapidana dan anak di seluruh Indonesia telah dibebaskan lebih awal melalui skema asimilasi dan integrasi.

Hal ini dilakukan berdasarkan Permenkumham No.10 tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak.

Aturan baru ini dikeluarkan dengan alasan untuk mencegah penyebaran virus corona, mengingat populasi penjara dan rutan di Indonesia yang terlalu padat. Jumlah napi dan anak yang akan dikeluarkan atau dibebaskan lebih awal adalah 30.000 orang.

Kriteria yang diberikan untuk napi yang dapat dikeluarkan dan dibebaskan lebih awal adalah narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidananya sampai dengan 31 Desember 2020 dan anak yang telah menjalani setengah masa pidananya, juga sampai 31 Desember 2020.

Napi koruptor `tidak pantas bebas`

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Rabu (1/4) juga mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan.

Peraturan tersebut mengatur pembinaan terhadap narapidana tindak kejahatan berat seperti terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi dan kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan HAM berat, serta kejahatan transnasional.

Dalam rapat dengan Komisi III DPR, Yasonna mengusulkan kriteria narapidana yang bisa keluar atau bebas lebih awal akan ditambah menjadi empat golongan.

Di antaranya adalah narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan sudah menjalani dua pertiga masa tahanan.

Diperkirakan napi korupsi dalam kategori ini mencapai 300 orang.

 

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), napi korupsi yang berpotensi dibebaskan akibat revisi PP No.99 tahun 2012 antara lain:

Oce Kaligis, pengacara yang menyuap Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara

Siti Fadilah Supari, mantan menteri kesehatan

Napi korupsi besar lainnya seperti politikus Setya Novanto, Patrialis Akbar, dan Jero Wacik berusia di atas 60 tahun namun belum menjalani dua pertiga masa pidananya.

Mengecam usul Yasonna

“Tidak tepat logika Kemenkumham, dengan dalih virus corona, mengharuskan napi korupsi untuk bebas dengan syarat-syarat tertentu. Semua koruptor tidak pantas bebas, berapapun usianya,” kata Kurnia Ramadhana, peneliti ICW.

“Yang pertama, misalnya, seringkali terjadi di lapas-lapas itu napi korupsi dapat keistimewaan khusus, bahkan selnya lebih besar dibanding napi yang lainnya. Mereka tinggal saja di lapas yang justru lebih aman buat mereka ketimbang dibebaskan.”

ICW juga mengkritik Menkumham Yasonna Laoly lantaran ini bukan pertama kalinya ia mengusulkan revisi PP No.99 tahun 2012.

“Kenapa ada ide dari Yasonna untuk membebaskan napi korupsi, seakan-akan Yasonna tidak menghargai kerja keras penegak hukum, entah itu KPK, Polisi dan kejaksaan, kalau kita kaitkan dengan niat dia untuk membebaskan pelaku korupsi,” kata Kurnia.

“Usulan revisi PP No. 99 tahun 2012 ini seringkali diucapkan oleh Yasonna, hampir setiap tahun. Jadi kita menilai dia tidak ada keberpihakan pada upaya pemberantasan korupsi karena PP No. 99 tahun 2012 itu regulasi yang progresif,” tambahnya.

Humas Ditjenpas Rika Aprianti mengatakan bahwa saat ini pihaknya tidak akan membebaskan napi koruptor karena tidak sesuai peraturan.

“Saya menekankan bahwa saat ini kami konsentrasi menjalankan apa yang sudah diterbitkan peraturannya, Permenkumham No. 10/2020.

 

Pengeluaran melalui asimilasi dan pembebasan melalui integrasi hanya diberikan kepada napi dan anak yang tidak terkait PP No. 99 tahun 2012, salah satunya adalah korupsi,” kata Rika.

Bagaimana dengan napi narkoba?

Usulan lain Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly adalah membebaskan napi narkoba terkait pandemi virus corona. Napi narkoba yang dimaksud Yasonna adalah yang dihukum 5-10 tahun penjara dan telah menjalani 2/3 masa tahanan.

Menurut Mamik Sri Supatmi, dosen senior kriminologi di Universitas Indonesia, kekhawatiran bahwa napi kasus narkoba yang keluar lebih awal akan meningkatkan angka kejahatan adalah anggapan yang “tidak masuk akal.”

Napi narkoba adalah penyumbang setengah dari populasi penjara di Indonesia, kata Mamik.(red)

CATEGORIES
TAGS