Uang Haram Mengalir Deras di Sektor Pertambangan

Loading

010582600_1418026869-penambangan_liar_pasir

JAKARTA, (tubasmedia.com) – Ekonom dari Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Wiko Saputra menilai, besarnya aliran duit haram di sektor pertambangan akibat maraknya transaksi perdagangan faktur palsu (trade mis-invoicing).

“Hal ini terjadi karena maraknya tambang-tambang ilegal yang beroperasi (illegal mining) dan terjadi ekspor komoditi pertambangan yang tidak tercatat,” kata Wiko di Jakarta, Minggu (18/10/2015).

Selain itu, kata Wiko, besarnya aliran dana ilegal di sektor pertambangan disebabkan oleh tingginya indikasi penghindaran pajak serta pengelapan pajak yang melibatkan perusahaan pertambangan di Indonesia.

Hal ini, lanjut Wiko, bisa dilihat dari data realisasi penerimaan pajak di sektor pertambangan hanya Rp96,9 triliun. Bandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertambangan yang mencapai Rp 1.026 triliun. Artinya, nisbah penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) sektor pertambangan hanya sebesar 9,4%.

“KPK menemukan masih banyak perusahaan pertambangan di Indonesia yang tidak patuh dalam pembayaran pajak. Misalnya saja, dari data hasil Koordinasi dan Supervisi KPK dengan Kementerian ESDM dan instansi terkait, dari 7.834 perusahaan yang di data oleh Direktorat Jenderal Pajak, sebesar 24 persen tidak memiliki NPWP, serta sekitar 35 persen yang tidak melaporkan SPT,” papar Wiko.

Kondisi ini, papar Wiko, memberikan sinyal kuat terjadinya kejahatan keuangan (financial crime) serta kejahatan perpajakan (tax evasion & avoidance). Tentu saja melibatkan perusahaan pertambangan di Indonesia yang berdampak kepada kerugian negara.

Adanya wacana pemerintah akan memberikan pengampunan pajak bagi industri termasuk perusahaan tambang, menurutnya, perlu dikaji ulang.

“Tindakan mengemplang pajak, transaksi keuangan ilegal oleh perusahaan tambang menambah panjang daftar kejahatan yang terjadi di Indonesia. seharusnya pemerintah tak memberikan mereka pengampunan pajak,” papar Wiko. (rotis)

CATEGORIES
TAGS