Wa Ode Mulai Membuka Tabir Bandit Percaloan Anggaran

Loading

Oleh: Marto Tobing

Wa Ode Nurhayati

Wa Ode Nurhayati

WA ODE NURHAYATI mulai semakin berani membuka tabir para bandit percaloan anggaran di DPR. Korupsi ditengarai melibatkan Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI sepertinya bisa berujung pada pembuktian.

Anggota Banggar Wa Ode Nurhayati yang pertama kali mengungkapkan kasus suap dana percepatan pembangunan infrastrukstur daerah (PPID) tahun 2011, Senin lalu diperiksa oleh KPK. Sebagai tersangka Wa Ode menjawab 9 pertanyaan penyidik.

Meski pemeriksaan belum memasuki substansi, ia sudah mengungkapkan keterlibatan pimpinan Banggar dalam pengalokasian dana PPID. Sikap Wa Ode ini tentu menggembirakan karena menjadi harapan baru bagi terungkapnya kasus percaloan anggaran di lembaga wakil rakyat itu.

Usai diperiksa KPK kepada pers Wa Ode menegaskan sebagai anggora Banggar dia tidak memiliki wewenang untuk mengalokasikan anggaran. Kewenangan itu ada pada Ketua Banggar Melkias Markus Mekeng, Wakil Ketua Tamzil Rindung, Olidondo Kambe dan Nirwan Amir.

Bahkan lebih tegas lagi Wa Ode menyatakan menyimpan sejumlah fakta data keterlibatan mereka dalam pengalokasian dana PPID dan berjanji fakta itu akan dia buka pada pemeriksaan berikutnya. Sayang sampai saat ini KPK baru bisa membuat Wa Ode sang pengungkap kasus menjadi pesakitan. Sebaliknya masih membiarkan garong yang sesungguhnya bebas berkeliaran.

“KPK… hayo tunjukkan..! Kalau tidak tebang pilih atau pilih yang ditebang…?” Rakyat tentu mendukung Wa Ode untuk lebih berani mengungkap tuntas keterlibatan pimpinan Banggar dalam kasus ini. Tentu, rakyat juga mendukung KPK dibawah kepemimpinan Abraham Samad supaya lebih serius menuntaskan kasus calo anggaran ini.

Beda lagi kejahatan tak kalah memalukan. Mantan Wakapolri Adang Dorodjatun “dirodam” selama dua setengah jam di kantor KPK Selasa lalu, diperiksa atas kasus suap pemberian cek pelawat terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) yang melibatkan Nunun Nurbaeti kini jadi tersangka.

Anggota DPR Komisi Hukum dari Fraksi PKS ini ditanyai KPK seberapa kental hubungannya dengan Miranda Goeltom mantan DGSBI yang menang dalam pemilihan tahun 2004. Adang juga ditanya sejak kapan mengetahui kasus suap cek pelawat lalu dijawab sejak Nunun isterinya itu dipanggil KPK.

Tuduhannya, sejak 24 Februari 2011 Nunun berperan menyebarkan ratusan lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar kepada puluhan anggora DPR periode 1999-2004. Namun, Nunun baru bisa ditahan KPK setelah berhasil menangkap buronannya itu di Bangkok pada 7 Desember 2011. Peranan Adang, muncul dalam dokumen laporan penyidikan KPK yang ditandatangani Chandra Hamzah ketika itu Wakil Ketua KPK.

Adang dicurigai berperan mengarahkan Fraksi TNI-Polri di Komisi 9 DPR agar memilih Miranda. Arahan Adang melalui Udju Djuhaeri selaku anggota Fraksi TNI-Polri untuk mempengaruhi sikap fraksi ini agar mendukung Miranda.

Akrab karena Udju bekas anak buah Adang sebagai Kapolda Jabar tahun 1999-2000 dan Udjud Kepala Direktorat Intelijen Polda Jabar. Dalam kasus cek pelawat ini Udjud divonis 2 tahun penjara. Pada 25 April 2011 diberi pembebasan bersyarat bersama Hamka Yandu, Dudi Mahmun Murod dan Endin Suprihara juga terpidana kasus yang sama.

Akan halnya kehadiran Mindo Rosalina Manulang (Rosa) sebagai saksi atas terdakwa Muhammad Nazarudin (Nazar) kembali menenlanjangi “borok” sejumlah elite politik di DPR. Nama politisi Partai Demokrat (PD) Anggelina Sondakh pun terseret. Setelah kisah cintanya dengan mantan penyidik KPK Kompol Brotoseno tersebar luas, politisi akrab disapa Angie itu semakin tersudut dalam kasus suap Wisma Atlet yang melibatkan mantan Bendahara Umum di PD, Muhammad Nazaruddin (Nazar).

Rosa mantan anak buah Nazar itu mengatakan, Angie pernah minta uang Rp 638 miliar untuk diserahkan kepada pimpinan Badan Anggaran (Banggar) di DPR. “Kalau ketua besar kenyang kita..kan enak,” kata Rosa menirukan bujukan Angie. “Siapa ini mbak ketua besar yang kenyang mohon dibuka dong kepada masyarakat..” Dalam pengakuan Rosa selanjutnya, mantan Putri Indonesia yang juga anggota Banggar DPR itu akhirnya diberi uang sebesar Rp 5 miliar.

Menurut Rosa uang itu mengalir kepada pimpinan Banggar, I. Wayan Koster, Nirwan Amir dan Mahyudin. Angie tentu saja menolak kesaksian Rosa. Angie mengaku tidak pernah terlibat pembicaraan soal proyek di Kemenpora baik dengan Rosa mau pun dengan Nazar. Menurut Angie, pembicaraan dengan Rosa tidak jauh dari urusan perempuan seperti pergi ke salon atau ke boutiqe.

Angie dituding terlibat kasus suap Wisma Atlet telaah dari semua pembicaraannya dengan Rosa lewat BBM. Dalam BBM, Angie menyebut istilah Apel Malang, Apel Washinton, Pelumas, Pak Bali, Ketua Besar mau pun Bos Besar dan juga istilah Ibu Artis.

Menurut Rosa, Apel Malang dan Pelumas adalah kata sandi untuk uang rupiah. Apel Washinton kode untuk dollar Amerika. Istilah Ketua Besar mengarah kepada pimpinan Banggar DPR Nirwan Amir dan Bos Besar kode untuk Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum (Anas). KPK telah berjanji akan menelusuri kesaksian Rosa dan memeriksa nama-nama yang terlibat. “Hayo KPK buktikan nyalimu.”

Setali tiga uang dengan Angie masalah yang sama juga menimpa Anas. Nama Anas ikut diseret dalam kasus suap Wisma Atet telah jadi rahasia umum. Nazar secara konsisten terus menggiring keterlibatan Anas dalam sejumlah proyek di Kemenpora juga proyek Hambalan dan Wisma Atlet.

Dalam persidangan kasusnya di Pengadilan Tipikor, Nazar menuding Ketua Besar yang dimaksud dalam BBM Rosa dan Anggie adalah Anas. Malahan kata Nazar lagi Apel Malang atau uang rupiah yang dikatakan Anggie, memang benar itu adalah untuk Anas. Menurut Nazar uang dari berbagai proyek Kemenpora itu, digunakan sebagai dana pemenangan Anas meraih Ketua Umum PD saat kongres di Bandung tahun 2010.

Kesaksian Rosa mengatakan, “Ketua Besar” adalah istilah untuk Wakil Ketua Banggar, Nirwan Amir, “Bos Besar” adalah kode untuk Anas. Selain itu mantan anak buah Nazar di PT. Anak Negeri ini juga menyebut nama Anas sebagai mantan pimpinannya di PT. Anugerah Nusantara (AN) pada tahun 2008, perusahaan bersama milik Anas dengan Nazar berkantor di Casablanca Kuningan Jaksel.

Anas juga memiliki ruangan tersendiri di lantai 4 satu lantai dengan Nazar. Anas mengaku pernah membeli 30 persen saham milik Nazar di PT AN, namun sudah dilepas sebelum menjadi anggota DPR. Pastinya, Anas masih menjadi sosok yang misterius dalam kasus suap Wisma Atlet yang melibatkan Nazar mantan koleganya di PD mau pun di PT. AN. Namun pengacara Asnas, Matra MZ menegaskan kliennya tidak terlibat dalam korupsi. “Ya ialah…slogannya aja katakan tidak pada korupsi.” ***

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS