Wah… Buah Impor Ternyata Mengandung Zat Berbahaya

Loading

Laporan: Redaksi

Ilustrasi

Ilustrasi

JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Ketua Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) Muhammad Said Didu kecewa terhadap sikap pemerintah menunda aturan pengetatan impor holtikultura (buah dan sayur). Itu sama saja membiarkan masyarakat mengkonsumsi sampah.

“Saya kecewa. Pemerintah sama saja membiarkan masyarakat kita mengkonsumsi sampah dari negara lain,” kata Said.

Said menganggap buah impor adalah sampah karena banyak terkandung zat kimia dalam tiap buah impor. “Saya ini ahli kimia juga, saya bisa tahu buah impor itu mengandung banyak zat kimia. Masa, kita mau dicekoki terus buah yang kaya zat kimia, bukan kaya vitamin,” tegas Said.

Menurut Said, banyak toko buah di kecamatan-kecamatan yang menjual jeruk, apel dan buah impor lainnya yang barang dagangannya masih bagus walau sudah dipajang satu dua bulan. “Tidak ada buah yang murni dan alami bisa bertahan lama seperti itu kalau tidak pakai teknologi sekalipun ditaruh dalam kulkas. Seminggu sudah kering itu buah,” jelasnya.

Dirinya juga mencibir pernyataan para pengusaha impor buah yang memposisikan dirinya sebagai patriot karena mensuplai kebutuhan buah masyarakat. “Itu pernyataan yang sangat naif sekali, kalau mereka mau mengklaim diri sebagai patriot mulai hari ini berubah menjadi pedagang buah lokal dan berkebun buah lokal,” ucapnya.

“Jangan lihat dari posisi keberadaan dan banyaknya buah impor di toko-toko buah, tapi lihatlah dan bandingkan dengan buah panen jutaan petani yang busuk karena kalah bersaing,” katanya.

Selain itu, Said juga mengklaim para importir buah mendapatkan modal besar dari negara asal buah impor.

“Buah impor bisa ada di mana-mana dikarenakan pengusaha mendapatkan kredit ekspor dari negara asal buah impor. Saya sudah dapat informasinya. Jadi mereka (pengusaha) mendapatkan subsidi dari negara tersebut. Berapa? Ya sebesar buah yang mereka impor,” katanya.

Formalin

Bahaya formalin dan zat kimia dalam bahan pangan terutama buah dan sayur terus menghantui Tanah Air. Bahkan bisa dikatakan tubuh orang Indonesia sudah ‘overdosis’ formalin (karena setiap makanan terutama produk impor mengandung formalin). Kementerian Pertanian berdasarkan penelitian menemukan formalin pada buah impor terutama jeruk dan apel.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) total impor buah Januari-April 2012 sebanyak 89 ribu ton dengan nilai US$76,3 juta atau Rp 686 miliar. Artinya, rata-rata satu bulan ada 22,25 ribu ton buah masuk Tanah Air.

‘’Bila diasumsikan 10% saja buah impor itu berformalin, maka sedikitnya ada 2,2 ribu ton buah berbahaya per bulan beredar di Indonesia.Bisa dikatakan Indonesia ini sudah over alias kelebihan dalam penggunaan formalin dalam makanan. Pertama memang dikarenakan ketidaktahuan masyarakat akan bahayanya. Tapi yang menakutkan, masyarakat tahu bahayanya tapi tetap menggunakannya karena menginginkan untung lebih,” ujar Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unair, Djoko Agus Santoso saat dihubungi Rabu (20/6).

Sebelumnya, Pusat Karantina Tumbuhan Kementan mengatakan Indonesia menjadi keranjang sampah bagi produk pertanian dari negara lain. Ironisnya, produk tersebut berkualitas rendah dan sering tidak laku di negara lain.

Hal itu patut diwaspadai karena banyak yang tidak layak dikonsumsi karena kandungan logam beratnya sangat tinggi.”Saat ini saja satu dari 1.000 orang di Indonesia menderita autis. Jika impor tidak ditekan, maka jumlahnya bisa meningkat,” katanya.

Dari total volume impor buah, diperkirakan 1.000 ton lebih ditolak karena mengandung bahan berbahaya di atas ketentuan. Sebagian besar produk berformalin adalah kacang tanah dan pir.

Sekadar diketahui ancaman bahan pangan berbahaya makin santer berembus pasca pemerintah melakukan tarik-ulur pengetatan produk hortikultura. Kementan bersikukuh mulai Selasa (19/6) melarang buah impor masuk Tanjung Priok Jakarta. Berdasarkan Permentan No 42 dan 43, buah dan sayuran selain dari AS, Australia dan Kanada tak dibolehkan masuk ke Tanjung Priok melainkan masuk ke pelabuhan yang ditunjuk Soekarno-Hatta (udara), Belawan, Surabaya dan Makassar.

Namun di sisi lain Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan hal bertolak belakang. Kemendag menunda pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang seharusnya diberlakukan pada 15 Juni menjadi 28 September 2012.

Padahal aturan Kemendag menjadi pengaman agar bahan pangan impor Indonesia layak konsumsi. Sebab aturan itu yang mewajibkan para importir produk hortikultura untuk memperhatikan aspek keamanan pangan, ketersediaan produk dalam negeri, penetapan sasaran produksi dan konsumsi produk hortikultura. (tim)

CATEGORIES
TAGS

COMMENTS